Kediri (Antaranews) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul ulama, KH Said Aqil Sirodj, mendesak agar kurikulum agama dikaji lagi, dengan mengurangi bab tentang sejarah yang dominan hanya menceritakan perang.

"Yang diperhatikan adalah kurikulum pelajaran agama di sekolah. Saya melihat pelajaran agama di sekolah yang disampaikan sejarah perang, misalnya perang badar, perang uhud, pantesan radikal," katanya dalam acara konferensi wilayah PW NU Jatim di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Minggu.

Ia mengatakan, ayat-ayat perang oleh beberapa pihak disalahartikan. Bahkan, saat resepsi pernikahan justru ayat perang juga dibaca. Padahal, saat acara seperti itu bisa dengan membaca ayat-ayat yang lebih menyejukkan.

Ia juga berharap, semua masyarakat bisa memahami ayat-ayat Al-Quran dan bisa mengamalkannya. Jika hal itu bisa dilakukan, tentunya akan muncul akhlak yang baik, sebab mereka bisa memahami ayat tersebut, yang ke depannya bisa muncul toleransi beragama.

"Toleransi ini muncul karena akhlakul karimah. Ruang toleransi itu berakhlak, kalau tidak berakhlak tidak mungkin akan toleransi," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) Jawa Timur, KH Mutawakkil Alallah mengatakan konferensi ini memang digelar, sebab masa jabatan pengurus juga sudah hendak habis.

"Saya sudah meminta Sekretaris PW NU melihat SK PBNU untuk kepengurusan PW NU Jatim yang ternyata berakhir masa jabatan pada 30 Juli 2018. Akhirnya saya menanyakan sana sini, termasuk konsultasi ke Rais Syuriah. Hasilnya, semua siap menggelar Konferwil," ujar KH Mutawakkil.

Ia mengemukakan, pesantren Lirboyo ini dipilih karena  merupakan pesantren tua yang telah melahirkan ulama-ulama besar di Indonesia. "Salah satu alumni santri adalah KH Said Aqil Siridj yang juga Ketua Umum PBNU," ujarnya.

Dalam acara itu, dihadiri ribuan warga nahdliyin dari seluruh Jatim. Hadir sejumlah kiai dari berbagai pondok pesantren di Jatim. Namun, dalam acara tersebut tidak nampak Gubernur Jatim.

Kegiatan Konferwil PWNU Jatim itu berlangsung pada 28-29 Juli 2018. Setelah pembukaan yang berlangsung di aula muktamar, dilanjutkan dengan sidang-sidang yang terdiri dari pembahasan tata tertib, laporan pertanggungjawaban, serta sidang komisi.

Untuk sidang komisi membahas antara lain "bahtsul masail waqi'iyyah", "bahtsul masail maudlu'iyyah", organisasi, program dan rekomendasi. Sedangkan, untuk proses diawali memilih calon anggota Ahlul Halli wal Ahdi (AHWA).

Ketua terpilih
Akhirnya, KH Marzuki Mustamar terpilih sebagai Ketua Tanfidziah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, dalam konferensi wilayah Ke-17 yang digelar di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur.

M Koderi, salah seorang panitia dalam Konferwil Ke-VII PWNU Jatim mengemukakan pemilihan ketua tanfidz tersebut dilakukan setelah sebelumnya dilakukan pemilihan Syuriah PWNU Jatim. Proses pemilihan juga berlangsung dengan cepat.

"Pemilihan rois syuriah dan ketua tanfid jelas ada di AD/ART. Kalau kemudian ada sesuatu karena cepat, ini tidak ada aturan yang dilompati," katanya di lokasi konferwil PP Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Minggu.

Dalam prosesi pemilihan ketua tanfidz, melibatkan sebanyak 45 pengurus cabang nadhlatul ulama (PCNU) seluruh Jatim. Mereka memberikan hak suaranya untuk memilih ketua tanfidz.

Sesuai dengan AD/ART yang telah disepakati, calon yang lolos minimal mendapatkan 17 suara. Dari hasil penjaringan awal, terdapat tiga nama yang mendapatkan suara cukup besar, yakni KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) dari PP Tebuireng Kabupaten Jombang. Ia hanya mendapatkan 11 suara.

Kedua, adalah KH Marzuki Mustamar dari Malang, dan mendapatkan 30 suara. Sedangkan, satu lagi adalah KH Badrus Sholeh, pengasuh PP Al Hikmah Purwoasri, Kabupaten Kediri, namun hanya mendapatkan empat suara.

Sebelumnya, dalam forum pembahasan telah disepakati yang lolos adalah yang mendapatkan minimal 17 suara, sehingga hanya KH Marzuki Mustamar yang sesui dengan aturan telah lolos seleksi.

Lebih lanjut, ia mengatakan konferwil tersebut juga menentukan untuk memilih Rois Syuriah PWNU Jawa Timur. Pemilihannya memanfaatkan mekanisme "Ahlul Halli wal Ahdi" (AHWA). Saat penjaringan, terpilih tujuh nama yang berhak menentukan sosok yang tepat menjadi Rois Syuriah PWNU Jawa Timur.

Tujuh kiai itu antara lain KH Nurul Huda Djazuli dari PP Al Falah, Desa Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, lalu KH Nawawi Abdul Djalil, KH Kholil As'ad, KH Ubaidillah Faqih, KH Ahmad Kafabihi Mahrus, KH Agus Ali Mashuri, dan KH Syafiudin Abdul Wahid. Dari hasil pembahasan oleh tim AHWA tersebut, terpilih KH Anwar Manshur dari PP Lirboyo, Kota Kediri.

"Kalau kemudian dianggap ada sesuatu karena cepat, ini tidak cepat karena mekanisme AHWA, dan ini jauh sebelum pelaksanaan ini oleh pc untuk rois," kata dia.

Sementara itu, saat proses pemilihan, dari Syuriah PWNU Jatim tidak keberatan dengan terpilihnya KH Marzuki Mustamar menjadi ketua tanfidz. Bahkan, dalam kegiatan itu ketua tanfidz sekaligus bersedia membuat kontrak politik, yakni tidak akan berpolitik.

Setelah proses pemilihan selesai, kegiatan juga diakhiri dengan penutupan kegiatan. Prosesi penutupan juga berlangsung dengan sederhana, yang dihadiri pengurus PWNU domisioner, PCNU se-Jatim, dan tamu undangan lainnya. (ed)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018