Denpasar (Antaranews Bali) - Sanggar Bona Alit dari Desa Bona, Kabupaten Gianyar, telah menampilkan gelar seni kolaborasi musik dan yoga di Panggung Madya Mandala, Taman Budaya Denpasar, Senin (23/7) malam lalu.
     
"Dari penampilan Sanggar Bona Alit ini, kita dapat menangkap pesan, kalau kita mau memuja keharmonian melalui kesenianlah. Jadi dengan berkesenian kita dapat mendamaikan kehidupan kita di dunia ini," kata pengamat seni Dr I Nyoman Astita dalam keterangan pers yang diterima Antara di Denpasar, Kamis.
    
Menurut Astita, Sanggar Bona Alit sudah punya nama dan sudah lama berkolaborasi. "Mereka telah menampilkan sebuah rangkaian program cukup apik pada Senin (23/7) malam itu," ucapnya.
     
Malam itu, Sanggar Bona Alit menggarap musik yang dikolaborasikan dengan gamelan dengan beberapa lagu tradisional, lagu nasional bahkan lagu barat hingga yoga. "Dari bentuk yang kita lihat ini rupanya Bona Alit ini meracik semua itu menjadi satu keutuhan," ujarnya.
     
Satu keutuhan itu, menurut dia, dapat dilihat dari perjalanan yang dimulai lagu klasik, kemudian mulai ada dinamika perkembangan ke 'zaman now'. Setelah itu kembali kepada yang klasik lagi. Tetapi yang klasik ini pun digarap  dengan racikan modern.
     
"Jadi kalau dari segi ansambel saya melihat  ada penyederhanaan tetapi fungsi masing-masing rancangan instrumen itu maksimal," katanya.
      
Puncak kolaborasi musik dan yoga terlihat dalam fragmentari "Sutasoma". Astita melihat poinnya itu bahwa Sutasoma adalah seorang yang mengutamakan  keharmonian. Jadi dengan ajian Gni Radiya nya itu, ia seorang pengagum rasa sesungguhnya.
      
"Jadi, rasa itu dibuat menjadi seimbang, baik untuk kehidupan , baik untuk aktivitas untuk berkarya dan sebagainya saya rasa itu menjadi sumber dari kesenian. Prinsipnya penampilan Sanggar Bona Alit itu cukup menarik dan mengasyikkan," katanya.
      
Selama ini penampilan Sanggar Bona Alit memang selalu cukup menarik dan mengasyikkan. Walau terkadang pada beberapa penampilan mereka menawarkan hal baru yang terkadang dianggap 'nyeleneh' oleh sebagian penonton dan pengamat seni.
     
"Dari yang dianggap nyeleneh ini kalau kita konsisten pasti paten hasilnya. Itu kunci utamanya," ujar I Gusti Ngurah Adi Putra sebagai pemimpin Sanggar Bona Alit.
     
Sanggar Bona Alit berdiri sejak tahun 1996, Sanggar yang berlokasi di Desa Bona, Blahbatuh, Gianyar ini mencoba untuk menggebrak seni musik tradisi.
     
"Alatnya itu kita bikin sendiri, contohnya alat gesek yang ada di depan naga itu ciptaan kita sendiri, dan itu yang kita gunakan," ujarnya yang lebih dikenal dengan sapaan Gung Alit.
      
Tak hanya alat musik gesek, nada-nada gamelan pun turut dibuat sendiri sehingga alat musik gamelan pun dapat menyesuaikan dengan musik tradisi maupun modern.
     
Tak selamanya gebrakan yang dilakukan Gung Alit dapat diterima dengan mudah, karenanya Gung Alit senantiasa berprinsip bahwa kritik dan kesuksesan memanglah ibarat pasangan yang selalu berdampingan.
     
Sanggar Bona Alit juga telah tampil di mancanegara seperti Australia, Jepang, Shanghai Festival, dan negara lainnya. Khusus untuk tampil pada Bali Mandara Mahalango ia mempersiapkan dengan matang. (*)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018