Denpasar (Antara Bali) - Akademisi ISI Denpasar Kadek Suartaya menilai, Miguel Covarrubias, seniman dan antropolog kelahiran Meksiko, penulis buku "Island of Bali" yang memperkenalkan Pulau Dewata kepada dunia barat tahun 1930, mengagumi masyarakat Bali sebagai orang-orang berbakat seni.
"Stimulasi estetis seni itu terekspresi dalam segala aspek kehidupan. Emosi berkesenian membumbung dalam ritus keagamaannya," kata Kadek Suartaya, SS Kar, M.Si yang juga pelaku seni di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, Miguel Covarrubias, yang melarikan diri dari Eropa pada perang dunia pertama, akhirnya bertemu dengan Walter Spies, warga negara Jerman di Pulau Bali.
Kedua seniman asing itu lewat keahliannya masing-masing memperkenalkan pesona seni budaya dan tari Bali kepada dunia barat.
Walter Spies, merintis pertunjukan bersama dengan masyarakat Ubud, yakni I Wayan Limbak yang melahirkan tari kecak kini menjadi "maskot" tari Bali yang sangat monomental dan tersohor ke penjuru dunia.
Selain itu juga mengajar melatih masyarakat untuk belajar melukis, memahat, mematung dan mengukir, hingga melahirkan seniman-seniman andal yang keahliannya itu dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.
Demikian pula Miguel Covarrubias menulis buku "Island of Bali" memperkenalkan seni budaya dan pesona Bali kepada masyarakat internasional, sekaligus mempunyai andil besar terhadap perkembangan pariwisata Pulau Dewata hingga sekarang.
Kadek Suartaya menambahkan, Miguel Covarrubias dalam menulis buku tentang "Island of Bali" melakukan pengkajian yang mengungkapkan hampir dalam setiap upacara agama umat Hindu di Bali disertai persembahan seni.
"Tidak berlebihan bila dikatakan pasang surut dan bahkan hidup mati kesenian Bali disangga oleh psiko-relegi dalam implementasi upacara-upacara agama, karena beragam jenis kesenian seperti sastra, teater, musik, tari hingga seni rupa menggeliat di tengah atmosfir relegiusitas seperti itu," tutur Kadek Suartaya.
Oleh sebab itu kesenian Bali merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Pulau Dewata yang sudah diwarisi sejak zaman lampau. Hampir semua jenis kesenian Bali mengandung tendensi untuk menunjang dan mengabdikan kehidupan agama Hindu.
Dengan demikian di tengah kehidupan masyarakat Bali pada umumnya, hasrat berkesenian tumbuh dan berkembang sejak masa anak-anak yang secara tidak langsung mendidik karakter bangsa, yang sesuai kepribadian Indonesia.
Oleh sebab itu, berkesenian dalam konteks ritual keagamaan dan berkesenian dalam presentasi estetik festival, parade atau lomba perlu terus dilakukan secara berkesinambungan, karena semuanya itu memiliki andil dalam membentuk karakter manusia Bali.
Karakter tersebut menyangkut watak, tabiat, akhlak, dan kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak, tutur Kadek Suartaya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Stimulasi estetis seni itu terekspresi dalam segala aspek kehidupan. Emosi berkesenian membumbung dalam ritus keagamaannya," kata Kadek Suartaya, SS Kar, M.Si yang juga pelaku seni di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, Miguel Covarrubias, yang melarikan diri dari Eropa pada perang dunia pertama, akhirnya bertemu dengan Walter Spies, warga negara Jerman di Pulau Bali.
Kedua seniman asing itu lewat keahliannya masing-masing memperkenalkan pesona seni budaya dan tari Bali kepada dunia barat.
Walter Spies, merintis pertunjukan bersama dengan masyarakat Ubud, yakni I Wayan Limbak yang melahirkan tari kecak kini menjadi "maskot" tari Bali yang sangat monomental dan tersohor ke penjuru dunia.
Selain itu juga mengajar melatih masyarakat untuk belajar melukis, memahat, mematung dan mengukir, hingga melahirkan seniman-seniman andal yang keahliannya itu dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.
Demikian pula Miguel Covarrubias menulis buku "Island of Bali" memperkenalkan seni budaya dan pesona Bali kepada masyarakat internasional, sekaligus mempunyai andil besar terhadap perkembangan pariwisata Pulau Dewata hingga sekarang.
Kadek Suartaya menambahkan, Miguel Covarrubias dalam menulis buku tentang "Island of Bali" melakukan pengkajian yang mengungkapkan hampir dalam setiap upacara agama umat Hindu di Bali disertai persembahan seni.
"Tidak berlebihan bila dikatakan pasang surut dan bahkan hidup mati kesenian Bali disangga oleh psiko-relegi dalam implementasi upacara-upacara agama, karena beragam jenis kesenian seperti sastra, teater, musik, tari hingga seni rupa menggeliat di tengah atmosfir relegiusitas seperti itu," tutur Kadek Suartaya.
Oleh sebab itu kesenian Bali merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Pulau Dewata yang sudah diwarisi sejak zaman lampau. Hampir semua jenis kesenian Bali mengandung tendensi untuk menunjang dan mengabdikan kehidupan agama Hindu.
Dengan demikian di tengah kehidupan masyarakat Bali pada umumnya, hasrat berkesenian tumbuh dan berkembang sejak masa anak-anak yang secara tidak langsung mendidik karakter bangsa, yang sesuai kepribadian Indonesia.
Oleh sebab itu, berkesenian dalam konteks ritual keagamaan dan berkesenian dalam presentasi estetik festival, parade atau lomba perlu terus dilakukan secara berkesinambungan, karena semuanya itu memiliki andil dalam membentuk karakter manusia Bali.
Karakter tersebut menyangkut watak, tabiat, akhlak, dan kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak, tutur Kadek Suartaya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011