Denpasar (Antaranews Bali) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Denpasar, Bali, menyidangkan terdakwa I Wayan Rubah (83) karena secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi penyertifikatan dan menjual Tanah Hutan Rakyat (Tahura) di Kawasan Jimbaran, Kabupaten Badung Bali.

Dalam sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Angeliky Day di Denpasar, Selasa, Jaksa Penuntut Umum I Wayan Suwardi menilai perbutan terdakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

"Perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 (dakwaan primer), Pasal 3 Ayat 1 (subsider), Pasal 5 Ayat 1 (lebih subsider) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001," kata JPU.

Dalam dakwaan jaksa terungkap perbuatan terdakwa dalam menyertifikatkan Lahan Tahura dengan menggunakan jasa Gede Putu Wibawajaya (almarhum) pada 27 September 2017 dengan surat kuasa tertanggal 16 Juni 2014 untuk mengurus pembuatan sertifikat itu yang bukan tanah miliknya.

Kemudian, terdakwa yang merupakan pensiunan pegawai BUMN di Dinas Pemadam Kebakaran Bandara Ngurah Rai Bali ini meminta anaknya I Wayan Sumadi untuk mencarikan pembeli pada Tahun 2014.

Selanjutnya, saat transaksi jual beli Lahan Tahura seolah diakui kepemilikannya dengan bukti surat IPEDA, SPPT pajak bumi dan bangunan, surat keterangan silsilah keluarga dan menyatakan sertifikat dalam proses pengajuan sertifikat hak milik kepada saksi I Nengah Yatra selaku pembeli pertama dengan harga Rp3,24 miliar.

Kemudian, almarhum Putu Wibawa Jaya mengajukan permohonan surat kepada Kepala Desa Jimbaran untuk kepengurusan surat pendukung dalam sertifikat atau sebidang tanah dengan luas 847 meter persegi yang seolah-olah tanah itu warisan untuk terdakwa.

Setelah mendapat persetujuan dengan surat-surat terlampir, kemudian objek tanah yang dijadikan perkara dalam kasus korupsi ini mencapai 847 meter persegi dimana almarhum bertemu dengan I Nyoman Wartana, Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan di BPN Badung untuk meminta tolong agar dibuatkan permohonan aspek retribusi penyertifikatan tanah atas nama terdakwa.

Kemudian, Gede Putu Wibawajaya bersama saksi I Nengah Yatra sebagi pembeli pertama dan saksi Wayan Sumadi (anak terdakwa) mendatangi saksi I Nyoman Wartana untuk memohon pengajuan sertifikat itu.

Akibat perbuatan terdakwa negara mengalami kerugian Rp4,86 miliar sebagaimana hasil audit BPKP Perwakilan Bali pada 30 November 2016. (WDY)

Pewarta: I Made Surya

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018