Semarang (Antaranews) - Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy menegaskan bahwa isu yang berkembang bahwa Presiden Joko Widodo pro-komunis itu jelas merupakan fitnah dan "hoax".
"Sampai hari ini, Pak Jokowi masih dilabelkan oleh lawan politik beliau sebagai pro-RRC (Tiongkok), pro-komunis, dan anti-Islam. Itu betul-betul fitnah dan 'hoax'," katanya setelah membuka Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dalam puncak peringatan Hari Lahir Ke-45 PPP di Semarang, Jumat.
Romahurmuzy yang akrab disapa Gus Romi itu mengatakan ketika Jokowi diusung sebagai calon Wali Kota Solo sampai dua periode tidak ada isu semacam itu, termasuk ketika partai politik yang sama mengusung Jokowi pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
"Mengapa pada 2014 muncul isu komunis? Artinya isu tersebut rekayasa. Bahkan, isu itu dibuat, dibukukan, dan dibagikan dalam satu tabloid, namanya Obor Rakyat yang disebar ke 28 ribu pondok pesantren," katanya.
Menurut dia, pertarungan politik sekarang ini sangat tidak sehat dan bisa mengganggu keutuhan bangsa, sedangkan masyarakat tidak tahu bahwa isu yang diembuskan palsu karena dikemas dengan sedemikian rupa.
Sebagai parpol yang sudah menetapkan Jokowi sebagai calon presiden pada Pilpres 2019, kata dia, PPP merasa perlu meminta petunjuk dari para ulama agar segala bentuk fitnah dan "hoax" bisa diakhiri.
"Para ulama tentu memiliki perspektif tersendiri terhadap 'labeling' yang sebagian besar fitnah sifatnya. Bagaimana meng-'counter' dan membaliknya dengan sebuah hal positif. Ini yang akan dibahas," katanya.
Baca juga: Jokowi masuk "The Muslim 500", PSI: bukti pengakuan dunia internasional
Dalam forum bernama "bahtsul masa'il" pada Munas Alim Ulama PPP itu, kata dia, dibahas pula mengenai beragam hukum fikih politik, termasuk maraknya media sosial digunakan untuk menyebarkan "hoax".
"Hukum fikih politik kan memang belum secara paripurna kita miliki sekarang ini. Inilah pentingnya ulama dari seluruh Indonesia duduk bersama membahas hukum tentang sesuatu yang sekarang berkembang," katanya.
Bahkan, kata dia, ketika media sosial digunakan sebagai sarana menebar "hoax" dengan dalih demi kemenangan berbasis agama tertentu yang juga akan dibahas para ulama mengenai hukumnya di dalam Islam.
"Di dalam Alquran sudah disebutkan bahwa janganlah sekelompok laki-laki mengolok-olok sekelompok laki-laki lain karena jangan-jangan mereka lebih baik dari yang mengolok-olok, demikian pula perempuan. Sudah ada ajaran dari Alquran. Namun, kenapa sekarang ini orang sebegitu mudah mencaci. Seperti sudah kehilangan akal sehat dalam berpolitik karena dalam pertarungan politik didasari benci," katanya.
Dalam forum "bahtsul masa'il" itu, kata Gus Romi, dibahas pula berbagai fikih politik kekinian, seperti keberadaan calon kepala daerah yang beragama nonmuslim di daerah yang mayoritas penduduknya nonmuslim. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Sampai hari ini, Pak Jokowi masih dilabelkan oleh lawan politik beliau sebagai pro-RRC (Tiongkok), pro-komunis, dan anti-Islam. Itu betul-betul fitnah dan 'hoax'," katanya setelah membuka Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dalam puncak peringatan Hari Lahir Ke-45 PPP di Semarang, Jumat.
Romahurmuzy yang akrab disapa Gus Romi itu mengatakan ketika Jokowi diusung sebagai calon Wali Kota Solo sampai dua periode tidak ada isu semacam itu, termasuk ketika partai politik yang sama mengusung Jokowi pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
"Mengapa pada 2014 muncul isu komunis? Artinya isu tersebut rekayasa. Bahkan, isu itu dibuat, dibukukan, dan dibagikan dalam satu tabloid, namanya Obor Rakyat yang disebar ke 28 ribu pondok pesantren," katanya.
Menurut dia, pertarungan politik sekarang ini sangat tidak sehat dan bisa mengganggu keutuhan bangsa, sedangkan masyarakat tidak tahu bahwa isu yang diembuskan palsu karena dikemas dengan sedemikian rupa.
Sebagai parpol yang sudah menetapkan Jokowi sebagai calon presiden pada Pilpres 2019, kata dia, PPP merasa perlu meminta petunjuk dari para ulama agar segala bentuk fitnah dan "hoax" bisa diakhiri.
"Para ulama tentu memiliki perspektif tersendiri terhadap 'labeling' yang sebagian besar fitnah sifatnya. Bagaimana meng-'counter' dan membaliknya dengan sebuah hal positif. Ini yang akan dibahas," katanya.
Baca juga: Jokowi masuk "The Muslim 500", PSI: bukti pengakuan dunia internasional
Dalam forum bernama "bahtsul masa'il" pada Munas Alim Ulama PPP itu, kata dia, dibahas pula mengenai beragam hukum fikih politik, termasuk maraknya media sosial digunakan untuk menyebarkan "hoax".
"Hukum fikih politik kan memang belum secara paripurna kita miliki sekarang ini. Inilah pentingnya ulama dari seluruh Indonesia duduk bersama membahas hukum tentang sesuatu yang sekarang berkembang," katanya.
Bahkan, kata dia, ketika media sosial digunakan sebagai sarana menebar "hoax" dengan dalih demi kemenangan berbasis agama tertentu yang juga akan dibahas para ulama mengenai hukumnya di dalam Islam.
"Di dalam Alquran sudah disebutkan bahwa janganlah sekelompok laki-laki mengolok-olok sekelompok laki-laki lain karena jangan-jangan mereka lebih baik dari yang mengolok-olok, demikian pula perempuan. Sudah ada ajaran dari Alquran. Namun, kenapa sekarang ini orang sebegitu mudah mencaci. Seperti sudah kehilangan akal sehat dalam berpolitik karena dalam pertarungan politik didasari benci," katanya.
Dalam forum "bahtsul masa'il" itu, kata Gus Romi, dibahas pula berbagai fikih politik kekinian, seperti keberadaan calon kepala daerah yang beragama nonmuslim di daerah yang mayoritas penduduknya nonmuslim. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018