Negara (Antaranews Bali) - Proyek peningkatan sumberdaya manusia bidang kelautan dengan mendirikan Politeknik Negeri Kelautan dan Perikanan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Jembrana, Bali, ternoda.
Noda itu muncul dari kisruh karena rekanan pemenang tender proyek puluhan miliar rupiah tersebut tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, serta terlibat konflik dengan buruh maupun pemasok material yang belum terbayar.
"Sebagai penerima manfaat terbesar dari keberadaan Politeknik Negeri Kelautan dan Perikanan itu, secara tidak langsung kami juga merasa rugi kalau sampai terjadi masalah dengan proyek tersebut," kata Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Perhubungan Jembrana Made Dwi Maharimbawa (3/4).
Menurutnya, politeknik itu memiliki nilai strategis bagi Kabupaten Jembrana untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kalangan nelayan, yang sampai saat ini masih terjebak pada rutinitas mencari ikan, bukan mengelola dan mengolah ikan hasil tangkapnya.
Dengan beberapa jurusan termasuk pengolahan hasil tangkap, ia mengatakan, ke depan akan muncul generasi-generasi nelayan dengan nilai tambah, tidak hanya mencari ikan namun mampu mengelola, mengolah dan memasarkannya.
"Dengan kemampuan sampai mengolah dan memasarkan, tujuan Pemkab Jembrana menjadi salah satu sentra perikanan tangkap akan tercapai, selain memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi bagi nelayan," katanya.
Carut marut proyek pembangunan infrastruktur untuk kampus Politeknik Negeri Kelautan dan Perikanan Jembrana ini terjadi pekan lalu, saat mandor beserta buruh menuntut pembayaran upah mereka, yang dari informasi kemarahan pekerja jelata ini merupakan akumulasi dari pembayaran upah yang kerap tersendat.
Dalam pertemuan antara PT Sartonia Agung selaku rekanan dengan mandor sebagai perwakilan buruh serta pemasok material bangunan pekan lalu terungkap, ketidakpercayaan pekerja terhadap janji kontraktor tersebut.
Meskipun Site Manager PT Sartonia Agung Margoto menjelaskan, pihaknya sudah memberikan sejumlah dana kepada seseorang yang ia sebut bernama Pak Bil selaku sub pemborong khusus pekerja, namun para mandor tetap menuntut rekanan utama ini membayar hak-hak mereka.
Setelah lewat negoisasi alot dengan Polres Jembrana sebagai mediatornya, pertemuan Rabu (28/3) itu tercapai kesepakatan, rekanan akan langsung mentransfer uang upah buruh ke rekening masing-masing mandor untuk didistribusikan kepada pekerja.
Dengan disaksikan aparat kepolisian Polres Jembrana dan disampaikan kepada buruh yang menunggu di depan kantor, PT Sartonia Agung akan membayar upah buruh yang tertunggak terhitung hingga tanggal 18 Maret paling lambat Kamis (29/3), atau satu hari setelah pertemuan tersebut.
Sehari kemudian, gejolak kembali muncul di proyek yang berlokasi di Dusun Munduk, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara ini, karena uang yang masuk ke rekening mandor jauh dari kesepakatan, sehingga lagi-lagi buruh "mengepung" kantor PT Sartonia Agung.
Jika pemasok material masih bisa sabar, tidak demikian halnya dengan mandor dan buruh yang sebagian besar berasal dari Pulau Jawa, baik Provinsi Jawa Timur maupun Jawa Tengah, yang sudah ingin pulang serta membayar hutang-hutangnya di warung tempat mereka makan selama ini. Dalam situasi yang memanas, secara bertahap manajemen PT Sartonia Agung di pusat mengirim uang ke rekening masing-masing mandor, sehingga bisa meredam situasi.
Putus Kontrak
Dari informasi proyek di kantor PT Sartonia Agung diketahui, waktu pelaksanaan konstruksi fisik yang dikerjakan rekanan tersebut terhitung sejak tanggal 29 September hingga 31 Desember 2017 atau 94 hari kalender. Namun fakta di lapangan, proyek yang tendernya dimenangkan PT Sartonia Agung dengan nilai Rp44 miliar lebih ini, tidak juga kelar hingga akhir bulan Maret 2018.
Akibatnya, rekanan yang beralamat kantor di Jakarta ini harus menerima pinalti denda, meskipun mendapatkan perpanjangan pengerjaan sejak bulan Januari hingga akhir Maret. "Informasinya kalau sampai akhir Maret tidak bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, rekanan akan diputus kontrak," kata Kepala Dinas Kelautan, Perikanan Dan Perhubungan Jembrana Made Dwi Maharimbawa pada pertengahan bulan Maret lalu.
Apa yang disampaikan Maharimbawa ini tampaknya menjadi kenyataan, saat pejabat dari Pusat Pendidikan Kelautan Dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan datang ke lokasi proyek Senin (2/4).
"Dari informasi yang saya terima, pejabat kementerian itu akan melaksanakan pemutusan kontrak dengan rekanan yang sekarang, serta memantau proses penyelesaian masalah antara rekanan dengan buruh dan pemasok material," kata Maharimbawa.
Pewarta Antara di Negara melaporkan pejabat dari kementerian melakukan pertemuan dengan rekanan, mandor serta pemasok material dan menekankan agar tunggakan pembayaran segera dilunasi. Informasi yang dihimpun di sela-sela pertemuan itu, seluruh tunggakan harus diselesaikan dalam tempo satu minggu dengan nilai terbesar hutang pada pemasok material bangunan.
Namun, Site Manager PT Sartonia Agung Margoto yang dihubungi untuk konfirmasi mengatakan, dirinya masih sibuk sehingga tidak bisa melayani wawancara.
Carut marut pembangunan kampus Politeknik Negeri Kelautan dan Perikanan Jembrana ini jelas tidak menguntungkan berbagai pihak, khususnya bagi 75 mahasiswa hasil penerimaan tahun 2017, yang saat ini masih menumpang perkuliahan di politeknik sejenis di Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.
Maharimbawa mengatakan, saat pembangunan infrastruktur kampus di Jembrana berjalan sesuai rencana, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia ini segera bisa menikmati kuliah di kampus yang semestinya untuk mereka. "Soal rekanan itu merupakan wewenang kementerian, tapi sebagai orang di daerah yang menerima manfaat besar dari keberadaan politeknik negeri ini, wajar kami berharap pada proses apapun tidak terjadi masalah," katanya.
Akibat berbagai persoalan dalam proses pengerjaan, pembangunan kampus Politeknik Negeri Kelautan Dan Perikanan Jembrana saat ini tersendat. Lokasi proyek yang biasanya ramai dengan pekerja dan aktivitas alat berat, beberapa hari belakangan relatif sepi.
Meskipun terjadi pemutusan kontrak dan rekanan berganti, tanpa adanya penyelesaian tunggakan utang dari PT Sartonia Agung, proyek ini akan menyisakan cerita peningkatan sumberdaya kelautan yang bernoda, bahkan saat sudah selesai dan beroperasi.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Noda itu muncul dari kisruh karena rekanan pemenang tender proyek puluhan miliar rupiah tersebut tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, serta terlibat konflik dengan buruh maupun pemasok material yang belum terbayar.
"Sebagai penerima manfaat terbesar dari keberadaan Politeknik Negeri Kelautan dan Perikanan itu, secara tidak langsung kami juga merasa rugi kalau sampai terjadi masalah dengan proyek tersebut," kata Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Perhubungan Jembrana Made Dwi Maharimbawa (3/4).
Menurutnya, politeknik itu memiliki nilai strategis bagi Kabupaten Jembrana untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kalangan nelayan, yang sampai saat ini masih terjebak pada rutinitas mencari ikan, bukan mengelola dan mengolah ikan hasil tangkapnya.
Dengan beberapa jurusan termasuk pengolahan hasil tangkap, ia mengatakan, ke depan akan muncul generasi-generasi nelayan dengan nilai tambah, tidak hanya mencari ikan namun mampu mengelola, mengolah dan memasarkannya.
"Dengan kemampuan sampai mengolah dan memasarkan, tujuan Pemkab Jembrana menjadi salah satu sentra perikanan tangkap akan tercapai, selain memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi bagi nelayan," katanya.
Carut marut proyek pembangunan infrastruktur untuk kampus Politeknik Negeri Kelautan dan Perikanan Jembrana ini terjadi pekan lalu, saat mandor beserta buruh menuntut pembayaran upah mereka, yang dari informasi kemarahan pekerja jelata ini merupakan akumulasi dari pembayaran upah yang kerap tersendat.
Dalam pertemuan antara PT Sartonia Agung selaku rekanan dengan mandor sebagai perwakilan buruh serta pemasok material bangunan pekan lalu terungkap, ketidakpercayaan pekerja terhadap janji kontraktor tersebut.
Meskipun Site Manager PT Sartonia Agung Margoto menjelaskan, pihaknya sudah memberikan sejumlah dana kepada seseorang yang ia sebut bernama Pak Bil selaku sub pemborong khusus pekerja, namun para mandor tetap menuntut rekanan utama ini membayar hak-hak mereka.
Setelah lewat negoisasi alot dengan Polres Jembrana sebagai mediatornya, pertemuan Rabu (28/3) itu tercapai kesepakatan, rekanan akan langsung mentransfer uang upah buruh ke rekening masing-masing mandor untuk didistribusikan kepada pekerja.
Dengan disaksikan aparat kepolisian Polres Jembrana dan disampaikan kepada buruh yang menunggu di depan kantor, PT Sartonia Agung akan membayar upah buruh yang tertunggak terhitung hingga tanggal 18 Maret paling lambat Kamis (29/3), atau satu hari setelah pertemuan tersebut.
Sehari kemudian, gejolak kembali muncul di proyek yang berlokasi di Dusun Munduk, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara ini, karena uang yang masuk ke rekening mandor jauh dari kesepakatan, sehingga lagi-lagi buruh "mengepung" kantor PT Sartonia Agung.
Jika pemasok material masih bisa sabar, tidak demikian halnya dengan mandor dan buruh yang sebagian besar berasal dari Pulau Jawa, baik Provinsi Jawa Timur maupun Jawa Tengah, yang sudah ingin pulang serta membayar hutang-hutangnya di warung tempat mereka makan selama ini. Dalam situasi yang memanas, secara bertahap manajemen PT Sartonia Agung di pusat mengirim uang ke rekening masing-masing mandor, sehingga bisa meredam situasi.
Putus Kontrak
Dari informasi proyek di kantor PT Sartonia Agung diketahui, waktu pelaksanaan konstruksi fisik yang dikerjakan rekanan tersebut terhitung sejak tanggal 29 September hingga 31 Desember 2017 atau 94 hari kalender. Namun fakta di lapangan, proyek yang tendernya dimenangkan PT Sartonia Agung dengan nilai Rp44 miliar lebih ini, tidak juga kelar hingga akhir bulan Maret 2018.
Akibatnya, rekanan yang beralamat kantor di Jakarta ini harus menerima pinalti denda, meskipun mendapatkan perpanjangan pengerjaan sejak bulan Januari hingga akhir Maret. "Informasinya kalau sampai akhir Maret tidak bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, rekanan akan diputus kontrak," kata Kepala Dinas Kelautan, Perikanan Dan Perhubungan Jembrana Made Dwi Maharimbawa pada pertengahan bulan Maret lalu.
Apa yang disampaikan Maharimbawa ini tampaknya menjadi kenyataan, saat pejabat dari Pusat Pendidikan Kelautan Dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan datang ke lokasi proyek Senin (2/4).
"Dari informasi yang saya terima, pejabat kementerian itu akan melaksanakan pemutusan kontrak dengan rekanan yang sekarang, serta memantau proses penyelesaian masalah antara rekanan dengan buruh dan pemasok material," kata Maharimbawa.
Pewarta Antara di Negara melaporkan pejabat dari kementerian melakukan pertemuan dengan rekanan, mandor serta pemasok material dan menekankan agar tunggakan pembayaran segera dilunasi. Informasi yang dihimpun di sela-sela pertemuan itu, seluruh tunggakan harus diselesaikan dalam tempo satu minggu dengan nilai terbesar hutang pada pemasok material bangunan.
Namun, Site Manager PT Sartonia Agung Margoto yang dihubungi untuk konfirmasi mengatakan, dirinya masih sibuk sehingga tidak bisa melayani wawancara.
Carut marut pembangunan kampus Politeknik Negeri Kelautan dan Perikanan Jembrana ini jelas tidak menguntungkan berbagai pihak, khususnya bagi 75 mahasiswa hasil penerimaan tahun 2017, yang saat ini masih menumpang perkuliahan di politeknik sejenis di Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.
Maharimbawa mengatakan, saat pembangunan infrastruktur kampus di Jembrana berjalan sesuai rencana, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia ini segera bisa menikmati kuliah di kampus yang semestinya untuk mereka. "Soal rekanan itu merupakan wewenang kementerian, tapi sebagai orang di daerah yang menerima manfaat besar dari keberadaan politeknik negeri ini, wajar kami berharap pada proses apapun tidak terjadi masalah," katanya.
Akibat berbagai persoalan dalam proses pengerjaan, pembangunan kampus Politeknik Negeri Kelautan Dan Perikanan Jembrana saat ini tersendat. Lokasi proyek yang biasanya ramai dengan pekerja dan aktivitas alat berat, beberapa hari belakangan relatif sepi.
Meskipun terjadi pemutusan kontrak dan rekanan berganti, tanpa adanya penyelesaian tunggakan utang dari PT Sartonia Agung, proyek ini akan menyisakan cerita peningkatan sumberdaya kelautan yang bernoda, bahkan saat sudah selesai dan beroperasi.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018