Jembrana (Antara Bali) - Kabupaten Jembrana, wilayah barat Bali, sangat tergantung pasokan berbagai kebutuhan dari Jawa, seperti beras, telur, minyak goreng, tepung terigu, garam dan berbagai kebutuhan pokok lainnya.
Kabid Perdagangan Dinas Perindagkop Jembrana, Gede Yasa Arimbawa, Selasa mengatakan, saat memantau pasar-pasar umum, keberadaan hasil bumi yang berasal dari Jawa sangat mendominasi.
"Saat saya tanya kepada pedagang, untuk hasil bumi palawija seperti kedelai dan kacang-kacangan hampir seluruhnya dipasok dari Jawa," katanya.
Padahal, berdasarkan pengakuan dari para pedagang, sebenarnya mereka lebih senang, jika bisa membeli hasil palawija lokal Jembrana karena praktis harganya bisa lebih murah.
"Tapi anehnya, hasil bumi jenis palawija dari petani Jembrana masih sangat minim di pasaran," ujar Yasa.
Selain minim, dari pantauan Yasa, hasil bumi dari Jawa dari sisi tampilan lebih menggiurkan daripada hasil bumi lokal.
Ia mencontohkan, kacang hijau dari Jawa yang lebih besar-besar dan berwarna hijau cerah dibandingkan hasil lokal yang bijinya lebih kecil.
Karena masih sangat tergantung pasokan dari Jawa, Yasa tidak menampik jika harga maupun stok sangat tergantung kondisi pasar dan produksi dari Jawa.
"Kalau stok maupun harga di Jawa terganggu, otomatis hal yang sama juga akan terjadi di pasaran kita," ujarnya.
Jika para petani Jembrana menanam palawija sebagai selingan setelah memanen padi, Yasa optimis hasilnya akan terserap oleh pasar.
Ia mengungkapkan, untuk kacang tanah saja, pasar-pasar di Jembrana membutuhkan pasokan hingga 36 ton per tahun.
Di sisi lain, menjelang bulan ramadhan, Yasa mengungkapkan, stok sembako di pasaran Jembrana masih aman.
Hasil koordinasi pihaknya dengan pemilik pabrik selip gabah diketahui, satu pabrik di Desa Pengambengan masih memiliki stok sekitar 2.000 ton gabah kering sementara pabrik di Desa Batu Agung menyimpan stok 400 ton gabah kering.
Dari pantauan rutin seminggu dua kali di Pasar Umum Negara dan Pasar Umum Melaya belum terjadi kenaikan harga yang signifikan.
Saat melakukan pantauan di Pasar Melaya, harga beras kelas I mengalami kenaikan dari Rp 7.500 menjadi Rp 8.500 per kilogram.
Sedangkan harga telur justru mengalami penurunan dari Rp 1.250 menjadi Rp 1000 per butir.
"Sedangkan kebutuhan lain seperti minyak goreng, tepung terigu, gula pasir dan lain-lain harganya masih stabil," jelas mantan Kasi Huma s Pemkab Jembrana ini.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Kabid Perdagangan Dinas Perindagkop Jembrana, Gede Yasa Arimbawa, Selasa mengatakan, saat memantau pasar-pasar umum, keberadaan hasil bumi yang berasal dari Jawa sangat mendominasi.
"Saat saya tanya kepada pedagang, untuk hasil bumi palawija seperti kedelai dan kacang-kacangan hampir seluruhnya dipasok dari Jawa," katanya.
Padahal, berdasarkan pengakuan dari para pedagang, sebenarnya mereka lebih senang, jika bisa membeli hasil palawija lokal Jembrana karena praktis harganya bisa lebih murah.
"Tapi anehnya, hasil bumi jenis palawija dari petani Jembrana masih sangat minim di pasaran," ujar Yasa.
Selain minim, dari pantauan Yasa, hasil bumi dari Jawa dari sisi tampilan lebih menggiurkan daripada hasil bumi lokal.
Ia mencontohkan, kacang hijau dari Jawa yang lebih besar-besar dan berwarna hijau cerah dibandingkan hasil lokal yang bijinya lebih kecil.
Karena masih sangat tergantung pasokan dari Jawa, Yasa tidak menampik jika harga maupun stok sangat tergantung kondisi pasar dan produksi dari Jawa.
"Kalau stok maupun harga di Jawa terganggu, otomatis hal yang sama juga akan terjadi di pasaran kita," ujarnya.
Jika para petani Jembrana menanam palawija sebagai selingan setelah memanen padi, Yasa optimis hasilnya akan terserap oleh pasar.
Ia mengungkapkan, untuk kacang tanah saja, pasar-pasar di Jembrana membutuhkan pasokan hingga 36 ton per tahun.
Di sisi lain, menjelang bulan ramadhan, Yasa mengungkapkan, stok sembako di pasaran Jembrana masih aman.
Hasil koordinasi pihaknya dengan pemilik pabrik selip gabah diketahui, satu pabrik di Desa Pengambengan masih memiliki stok sekitar 2.000 ton gabah kering sementara pabrik di Desa Batu Agung menyimpan stok 400 ton gabah kering.
Dari pantauan rutin seminggu dua kali di Pasar Umum Negara dan Pasar Umum Melaya belum terjadi kenaikan harga yang signifikan.
Saat melakukan pantauan di Pasar Melaya, harga beras kelas I mengalami kenaikan dari Rp 7.500 menjadi Rp 8.500 per kilogram.
Sedangkan harga telur justru mengalami penurunan dari Rp 1.250 menjadi Rp 1000 per butir.
"Sedangkan kebutuhan lain seperti minyak goreng, tepung terigu, gula pasir dan lain-lain harganya masih stabil," jelas mantan Kasi Huma s Pemkab Jembrana ini.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011