Denpasar (Antara Bali) - Pementasan wayang kulit yang dulunya sangat digemari di tengah-tengah masyarakat, khususnya di Bali, kini terpinggirkan dan hanya dipentaskan untuk kelengkapan ritual berskala besar, kata seorang akademisi.

"Pementasan wayang Bali tempo dulu, merupakan tontonan favorit yang mengisi alam pikiran dan dunia nyata masyarakat Pulau Dewata," kata dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Kadek Suartaya, SS Kar, MSi di Denpasar, Selasa.

Seniman serba bisa, termasuk mendalang wayang kulit itu mengemukakan, pesan-pesan cerita dalam pewayangan diresapi secara cermat dan tokoh-tokoh idolanya dijadikan teladan oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Namun sekarang pendidikan karakter yang diberikan oleh teater wayang dan seni tradisi itu telah rapuh dan mandul, bahkan seni tradisi tergilas laju era kekinian.

Kadek Suartaya yang sering memperkuat tim kesenian Bali saat mengadakan lawasan ke mancanegara itu menambahkan, sebagian besar seni tradisi Bali dalam kehidupan masyarakat kini semakin tak dipedulikan. "Tidak sedikit kemudian bentuk-bentuk kesenian itu teronggok di pojok, hidup payah dan pasrah," katanya.

Demikian pula komunitas pendukungnya tidak lagi memiliki ikatan batin dengan nilai keindahan yang mungkin dulu pernah disanjung-sanjung dan dibanggaka.

Dia mengatakan, kini bentuk-bentuk kesenian yang mengisi dinamika kehidupan masyarakat itu semakin termarginalkan dan langka. Pencapaian estetik yang pernah diraih kesenian itu tergerus zaman dan cenderung tidak terurus lagi.

Demikian pula fungsi-fungsi sosial dan religius yang sempat diisinya ikut terkikis. Makna-makna kultural dan filosofis yang dulu mengawalnya juga ikut terpental.

Tragisnya, menurut Kadek Suartaya, kesenjangan bentuk-bentuk kesenian itu dengan generasi muda, semakin lebar. Orientasi masyarakat di tengah gelombang globalisasi yang cenderung materialis-kapitalistik, menjadikan butir-butir budaya itu tergelincir.

Harapan untuk menyelamatkan kembali seni tradisi itu memang belum sirna. Pesta Kesenian Bali (PKB) yang digelar secara berkesinambungan setiap tahun hingga kini memasuki usia ke-33 masih gigih menampilkan kesenian tradisi, termasuk yang dikatagorikan seni tua dan langka.

Bagi masyarakat umum, terutama kalangan anak-anak muda mungkin bentuk-bentuk kesenian langka tersebut terdengar agak asing, tutur Kadek Suartaya.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011