Denpasar (Antaranews Bali) - Kampanye Satu Pulau Satu Suara atau "One Island One Voice" akan  menjadi sebuah aksi kebersihan di Bali pada 24 Februari 2018, sebagai upaya mengajak masyarakat setempat meningkatkan kebersihan lingkungan dan mengatasi masalah sampah, khususnya sampah plastik.

"Kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan sejak tahun 2015 sekaligus sosialisasi dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran publik dalam mengatasi masalah sampah," kata  Melati Wijsen, Co-Founder of Bye Bye Plastic Bags & Satu Pulau Satu Suara melalui surat elektronik yang diterima Antara di Denpasar, Jumat.

Ia mengatakan, aksi bersih bersih pulau yang melibatkan berbagai komponen masyarakat itu sebagai bentuk tindakan nyata dan kerjasama setiap lapisan masyarakat.

Kampanye Satu Pulau Satu Suara itu dilakukan setelah melihat pemerintah kini telah memiliki komitmen dalam mengatasi permasalahan sampah plastik, namun perlu adanya kebijakan konkrit yang mampu mengubah perilaku penggunaan plastik.

Hal itu penting karena sampah plastik, terutama yang masuk ke laut Indonesia, sudah sangat besar. Setelah Tiongkok, Indonesia menempati urutan kedua terkait sampah yang masuk ke laut (marine debris). Indonesia menjadi negara penyumbang sampah di laut dengan perkiraan 1.29 juta metrik ton sampah dihasilkan tiap tahunnya.

Melati Wijsen menjelaskan, kegiatan aksi bersih¿bersih pulau di bali sekaligus melakukan aksi nyata, karena sudah saatnya semua pihak berbagai tanggung jawab untuk menangani masalah sampah secara tuntas serta stop pencemaran sampah plastik.

Kegiatan tersebut melibatkan semua pihak yakni pemerintah, perusahaan dan masyarakat untuk membantu menyelesaikan permasalahan sampah segera mungkin untuk menghentikan bencana ekologis yang bukan hanya ada di Bali namun di seluruh pesisir pantai di Indonesia.

Melati Wijsen menambahkan bahwa setiap musim penghujan Bali dipenuhi sampah dan bahkan baru-baru ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung mendeklarasikan "keadaan darurat sampah" di sepanjang enam kilometer garis pantai yang mencakup pantai populer seperti Jimbaran, Kuta ,dan Seminyak.

Jika masalah sampah itu tidak segera ditangani dikhawatirkan  bisa membuat daya tarik wisata Bali menurun, karena berjuta ton sampah plastik tersebut dapat membahayakan kehidupan laut dan manusia.

Melalui kampanye Satu Pulau Satu Suara (One Island One Voice) yang diawali dengan pemberian stiker untuk menyoroti dan mempromosikan toko, restoran dan hotel yang bebas dari kantong plastik.

Februari tahun lalu, Satu Pulau Satu Suara menyelenggarakan "Bali's Biggest Beach Clean-up" melibatkan 12.000 orang tersebar di 55 lokasi di Pulau Dewata dalam satu hari mengumpulkan 40 ton sampah plastik.

"Tahun ini (2018) kegiatan tersebut diperluas di seluruh pulau di setiap wilayah, meliputi garis pantai, sungai, desa dan ruang publik," ujar  Melati Wijsen.

Sementara Suzy Hutomo, aktivis lingkungan mengatakan permasalahan sampah menjadi momok Pulau Dewata dan sejumlah pulau-pulau di Indonesia. Setiap musim penghujan pulau-pulau di Indonesia panen sampah plastik dari lautan.   

Dampak sampah laut terhadap lamun dan biota yang dapat mengubah dan menyebabkan kerusakan habitat secara fisik. Salah satu kondisi musiman ini dirasakan langsung oleh masyarakat Bali yang merasakan sampah laut yang bertumpuk di pinggiran pantai.

Padahal, pantai merupakan salah satu aset utama Pulau Bali yang mengandalkan sektor pariwisata. Hal ini bertentangan dengan prinsip "sustainable tourism" dimana merawat sumber daya alam, khususnya pantai, adalah kunci untuk menarik minat wisatawan untuk datang kembali ke Bali, kata Suzy Hutomo. (*)

Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018