Denpasar (Antara Bali) - Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali selama periode Januari-September 2017 tumbuh melambat jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya karena terdampak ekonomi global dan nasional yang berkembang melambat.
Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Rabu, menjelaskan perlambatan pertumbuhan tersebut terjadi di sebagian besar bidang di antaranya pertumbuhan kinerja aset, dana pihak ketiga dan realisasi kredit.
Dalam evaluasi kinerja BPR yang digelar di Sanur, Denpasar, Hizbullah menyebutkan total aset hingga September 2017 mencapai Rp13,8 triliun atau tumbuh lebih lambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,8 persen.
Dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp9,2 triliun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 16,3 persen atau lebih rendah dari periode sebelumnya yang tumbuh 22,5 persen.
Porsi DPK, lanjut dia, masih didominasi oleh deposito sebesar 73 persendengan nominal mencapai Rp6,7 triliun dan tabungan Rp2,4 triliun atau porsinya mencapai 27 persen.
Sementara itu sumber dana BPR di Bali yang disalurkan melalui kredit sebesar Rp9,5 triliun dengan meningkat 8,7 persen, tercatat lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,7 persen.
Penyaluran kredit di Bali, lanjut dia, terserap untuk kredit produktif mencapai Rp6 triliun atau 63,3 persen yang terdiri dari kredit modal kerja sebesar Rp4,6 triliun atau 48,6 persen dan kredit investasi Rp1,4 triliun atau 14,6 persen.
Selama periode Januari-September 2017, rasio kredit bermasalah atau "nonperforming loan" (NPL) di BPR tercatat mengalami kenaikan dari 5,75 persen menjadi 7,82 persen.
Hizbullah mendorong pengurus BPR berperan aktif melakukan upaya optimal untuk melakukan upaya penyelamatan kredit bermasalah dengan tetap memperhatian ketentuan yang berlaku.
"Kontribusi terbesar NPL berasal dari sektor ekonomi perdagangan, konstruksi dan bukan lapangan usaha lainnya," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Rabu, menjelaskan perlambatan pertumbuhan tersebut terjadi di sebagian besar bidang di antaranya pertumbuhan kinerja aset, dana pihak ketiga dan realisasi kredit.
Dalam evaluasi kinerja BPR yang digelar di Sanur, Denpasar, Hizbullah menyebutkan total aset hingga September 2017 mencapai Rp13,8 triliun atau tumbuh lebih lambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,8 persen.
Dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp9,2 triliun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 16,3 persen atau lebih rendah dari periode sebelumnya yang tumbuh 22,5 persen.
Porsi DPK, lanjut dia, masih didominasi oleh deposito sebesar 73 persendengan nominal mencapai Rp6,7 triliun dan tabungan Rp2,4 triliun atau porsinya mencapai 27 persen.
Sementara itu sumber dana BPR di Bali yang disalurkan melalui kredit sebesar Rp9,5 triliun dengan meningkat 8,7 persen, tercatat lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,7 persen.
Penyaluran kredit di Bali, lanjut dia, terserap untuk kredit produktif mencapai Rp6 triliun atau 63,3 persen yang terdiri dari kredit modal kerja sebesar Rp4,6 triliun atau 48,6 persen dan kredit investasi Rp1,4 triliun atau 14,6 persen.
Selama periode Januari-September 2017, rasio kredit bermasalah atau "nonperforming loan" (NPL) di BPR tercatat mengalami kenaikan dari 5,75 persen menjadi 7,82 persen.
Hizbullah mendorong pengurus BPR berperan aktif melakukan upaya optimal untuk melakukan upaya penyelamatan kredit bermasalah dengan tetap memperhatian ketentuan yang berlaku.
"Kontribusi terbesar NPL berasal dari sektor ekonomi perdagangan, konstruksi dan bukan lapangan usaha lainnya," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017