Denpasar Untuk pertama kalinya, Bali bergabung bersama puluhan kota lain di dunia dalam kegiatan "Global Sustainability Jam 2017" untuk memberikan kontribusi ke arah perubahan yang lebih baik.

Sejak 10 November 2017, sebanyak 24 peserta yang disebut 'jammer' nampak antusias bertukar pengalaman, memetakan masalah, dan berbagi ide selama 48 jam dalam "Bali Sustainability Jam 2017".

Kegiatan yang diikuti beberapa orang dari berbagai daerah di Indonesia dan perwakilan sejumlah negara itu berlangsung di "Kulidan Kitchen and Space", Desa Guwang, Kabupaten Gianyar, Bali.

Peserta yang datang untuk membahas isu-isu berkelanjutan ini terdiri atas berbagai latar belakang, pengalaman, profesi hingga usia, sehingga suasananya justru membuat "Bali Sustainability Jam" menjadi jauh lebih menarik.

Bagaimana latar belakang pekerjaan di bidang teknik, lingkungan, pariwisata, LSM, oil & gas, start-up, dan komunikasi, hingga mahasiswa, duduk bersama mencoba memecahkan suatu masalah hingga tercipta 'prototype' sebagai solusi yang berkelanjutan, termasuk mencakup isu lingkungan dengan berbagai problematikanya.

Cinta Azwiendasari, perwakilan dari Catalyze Communications selaku pihak penyelenggara, menyatakan bahwa kegiatan ini sejalan dengan misi Catalyze yang selalu memberi inspirasi dan mempengaruhi orang untuk kebaikan yang lebih berkelanjutan.

"Kami menyadari bahwa dalam melakukan hal ini, kita juga perlu mengubah pola pikir bagaimana orang mendekati masalah keberlanjutan, khususnya di Indonesia," ujar Cinta.

Ia menambahkan, bahwa prinsip dasar pendekatan "Global Sustainability Jam" inilah yang menjadi akar peran Catalyze. "Kami percaya jika solusi-solusi yang kita bangun untuk mengatasi persoalan lingkungan tidak mempertimbangkan perilaku dan sikap manusia, maka solusi tersebut tidak akan efektif," ujar dia.

Dikatakannya, perkembangan solusi ramah lingkungan, mulai dari penggunaan energi berkelanjutan hingga menghindari pembakaran sampah sembarangan misalnya, hanya akan berhasil jika ada manfaat yang jelas bagi pengguna. Saat ini, hal-hal seperti ini jarang dipertimbangkan oleh pemangku kepentingan di dunia lingkungan.

"Bali Sustainability Jam 2017" merupakan bagian dari "Global Sustainability Jam" yang merupakan acara tahunan, sebagai tempat berkumpulnya para peminat isu keberlanjutan guna bersama-sama menggali ide dan mendesain solusi atas sebuah isu yang tertuang dalam tema besar.

Energi Terbarukan

Pandangan senada datang dari Managing Director Catalyze, Marc-Antoine Dunais. Ia menambahkan bahwa pada kegiatan ini banyak digali ide-ide dan saling berbagi tentang solusi atas lingkungan.

Dia mencontohkan, misalnya mengenai energi terbarukan yang menggunakan solar panel. "Penggunaan solar panel ini bagus sebagai implementasi energi terbarukan, tapi sayangnya masih sedikit pelaku yang menggunakannya," ujarnya.

Melalui kegiatan dengan peserta luar negeri dari Amerika Serikat, Belanda, Afrika Selatan dan Perancis itu, akan diupayakan ada perubahan 'mindset' untuk menuju langkah perbaikan yang mengarah pada kegiatan ramah lingkungan.

"Kegiatan ini akan diadakan setiap tahun, dan selalu ada evaluasi sehingga ke depan makin bertambah baik. Mudah-mudahan masing-masing peserta pun mampu memberikan dampak bagi sekitarnya," ujar Marc-Antoine Dunais.

Kegiatan ini berlangsung serentak di dunia, mulai dari Sydney hingga New York dan dari Bogota hingga Bali. Kegiatan akhir pekan selama 48 jam ini terlaksana, berkat kerja keras sebuah tim kecil penuh energi dan semangat yang berbasis di Catalyze.

Bali Sustainability Jam sangat diupayakan menjadi salah satu contoh kegiatan yang menuju 'zero waste?'. Hal ini sangat mungkin terlaksana berkat tim penyelenggara yang solid, peserta yang peduli lingkungan, juga para mitra dan pendukung dengan misi yang sama.

Di tempat yang sama, salah satu peserta sekaligus pemateri Hendra Arimbawa menjelaskan pada kegiatan Bali Sustainability Jam yang diikuti peserta berbagai daerah dan negara ini, dapat dijadikan saling adopsi pemikiran tentang lingkungan.

"Kita bisa saja mengadopsi solusi atas problema lingkungan di luar negeri, untuk diterapkan di negeri kita. Sepanjang bisa sejalan dan diterima masyarakat. Contoh sederhana mengenai pedestrian ini kan menjadi hak pejalan kaki, tapi masih banyak yang melanggar. Ini menjadi salah satu tema pada kegiatan ini," kata Hendra.

Kedepan, ada harapan apa yang didapat dari "Bali Sustainability Jam" ini untuk disosialisikan kepada masyarakat yang lebih luas. Kalau disosialisasikan di Bali, maka bisa melalui komunitas kecil atau banjar-banjar dengan menggunakan bahasa yang mudah dicerna dan dipahami masyarakat.

Pada akhir perbincangan tentang kegiatan yang dikemas dalam suasana rileks, saling melebur dalam keakraban, dan makan bersama 'megibung' sesuai dengan budaya di Bali itu, Hendra menyampaikan seyogyanya pemerintah lebih fokus pada tata kelola Bali untuk masa-masa mendatang.

"20 tahun ke depan, apa yang terjadi pada pulau ini? Ini mestinya sudah dipikirkan dari sekarang. Jangan hanya bertumpu pada pemikiran memajukan ekonomi dengan reklamasi, karena ini tidak sesuai dengan adat," katanya. (*)

------------
*) Penulis adalah penulis buku dan artikel lepas yang tinggal di Bali.

Pewarta: Tri Vivi Suryani *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017