Singaraja (Antara Bali) - Kejaksaan Negeri Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, melakukan pemeriksaan terhadap I Gede Sukardan Ratmasa, mantan Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Buleleng yang kini menjabat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejaksaan Negeri Singaraja Mas'ud, Senin membenarkan pemeriksaan terhadap Sukardan sebagai saksi terkait kasus pungutan liar dari pelaksanaan proyek operasi nasional pertanahan (Prona) itu.

Menurut dia, salah satu materi pemeriksaan menyangkut alur sejumlah dana yang diduga merupakan pungutan liar kepada masyarakat dengan dalih untuk biaya pembuatan sertifikat tanah dalam program Prona.

Sukardan saat masih menjabat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng sempat diisukan terlibat dalam kasus korupsi para kepala desa di kawasan utara Pulau Dewata itu.

Dikonfirmasi terkait dengan alur dana yang berasal dari Dipa APBN yang tercatat menjadi bantuan yakni Rp300 ribu untuk setiap pembuatan sertifikat dalam program Prona, Sukardan usai menjalani pemeriksaan menyatakan tidak ada kesalahan prosedur.

Sukardan mengatakan, pada tahun 2010 ada sekitar 600 sertifikat tanah masyarakat yang dibiayai melalui program Prona dari BPN pusat yang notabene pencairan dananya sudah sesuai mekanisme.

Dari jumlah Rp300 ribu tersebut, lanjutnya, merupakan pembiayaan dari tujuh jenis pengeluaran untuk pengurusan sertifikat menyangkut program Prona itu.

Ketujuh item tersebut di antaranya adalah biaya penyediaan formulir, sosialisasi, pendataan, hingga pada dana peberbitan sertifikat masyarakat pemohon.

Dikonfirmasi terkait adanya kesepakatan tertulis atas pungutan liar yang melibatkan sejumlah kepala desa yang kini dijerat pasal korupsi oleh Kejaksaan Negeri Singaraja, Sukardan enggan berkomentar banyak.

"Bukan ranah saya menanggapinya karena sudah di luar tugas serta kewenangan. Yang jelas, secara fakta hukumnya memang tidak tercantum dalam aturan pelaksanaan Prona untuk melakukan pemungutan dana kepada masyarakat sebab segalanya sudah dibiayai," paparnya.

Tapi, lanjutnya, walaupun ada bentuk kesepakatan tertulis antara panitia pembuatan sertifikat yang dibentuk di tingkat desa oleh aparaturnya, hal tersebut tetap menyalahi aturan karena tidak ada dalam aturannya, kata Sukardan.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011