Nusa Dua (Antara Bali) - Pakar Hukum Kelautan Indonesia Prof Dr Hasjim Djalal mengatakan, meski Indonesia merupakan negara yang paling banyak menandatangani kesepakatan perbatasan dengan negara tetangga, namun bukan berarti semua perbatasan sudah selesai.
"Ada beberapa persoalan perbatasan yang hingga kini belum selesai dan masih dalam perundingan," katanya di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Di sela-sela acara Konferensi Tahunan ke-35 mengenai Hukum Laut dan Kebijakan Maritim itu, ia mengatakan, perundingan yang sedang dibahas, misalnya perbatasan zona ekonomi dan batas teritorial Indonesia dengan beberapa negara, seperti Singapura dan Malaysia.
"Perbatasan zona ekonomi antara Indonesia dengan negara tetangga adalah persoalan terbesar yang masih mengendap di meja perundingan sampai saat ini," ucapnya.
Dikatakan, kalau perbatasan teritorial sesungguhnya sudah hampir selesai, meski ada beberapa yang masih dirundingkan. Indonesia sudah terus berusaha merundingkan soal batas-batas itu.
Dengan belum selesainya perundingan batas negara Indonesia dengan Malaysia di Johor Timur dan Pulau Bintan tersebut, kata dia, karena terbentur konflik Singapura dan Malaysia.
Menurut dia, perselisihan perbatasan itu tidak bisa selesai secepatnya yang diharapkan karena terkait perselisihan Malaysia dengan Singapura.
"Ada batu-batu karang di situ, hingga dibawa ke Mahkamah Internasional untuk menentukan siapa yang memiliki batu karang itu. Sudah ada keputusan Mahkamah Internasional, tetapi belum tuntas juga. Suatu ketika kita juga harus tetapkan batas itu dengan tegas," katanya.
Ia mengatakan, selain dengan Malaysia, Indonesia juga masih memiliki perselisihan perbatasan dengan Singapura, hingga saat ini masih dalam perundingan.
Hasjim lebih lanjut mengatakan, terkait zona ekonomi jika mengacu kepada aturan hukum, maka suatu negara berhak menentukan zona ekonomi sepanjang 200 mil dari garis pantainya. Jika kurang dari itu dan lautnya kurang dari 400 mil, maka harus ditetapkan melalui persetujuan. Jarak laut Indonesia dan Malaysia sendiri kurang dari 400 mil, terutama di Selat Malaka.
"Dengan kondisi geografis seperti itu harus dirundingkan. Atau misalnya di laut China Selatan dan di laut Sulawesi, itu juga harus dirundingkan. Dengan Malaysia, itu batasnya yang tidak jelas. Kita sudah berusaha, tetapi belum ada kesepakatan," ucapnya.
"Yang sudah ada kesepakatan dengan Australia di laut Arafura, di selatan Tanimbar, di selatan Pulau Jawa dengan Pulau Cristmas itu. Indonesia dan Australia sudah ada kesepakatan mengenai garis batas," katanya.
Ia menjelaskan, batas negara itu sendiri ada bermacam-macam. Ada batas teritorial, batas kewenangan, batas kekayaan alam, ada juga batas pengawasan.
"Semua batas-batas itu harus juga dirundingkan agar tak menjadi masalah ke depan," ujarnya
Pertemuan tersebut dihadiri sekitar 150 orang terdiri dari pakar hukum kelautan, akademisi dari berbagai negara di Asia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Ada beberapa persoalan perbatasan yang hingga kini belum selesai dan masih dalam perundingan," katanya di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Di sela-sela acara Konferensi Tahunan ke-35 mengenai Hukum Laut dan Kebijakan Maritim itu, ia mengatakan, perundingan yang sedang dibahas, misalnya perbatasan zona ekonomi dan batas teritorial Indonesia dengan beberapa negara, seperti Singapura dan Malaysia.
"Perbatasan zona ekonomi antara Indonesia dengan negara tetangga adalah persoalan terbesar yang masih mengendap di meja perundingan sampai saat ini," ucapnya.
Dikatakan, kalau perbatasan teritorial sesungguhnya sudah hampir selesai, meski ada beberapa yang masih dirundingkan. Indonesia sudah terus berusaha merundingkan soal batas-batas itu.
Dengan belum selesainya perundingan batas negara Indonesia dengan Malaysia di Johor Timur dan Pulau Bintan tersebut, kata dia, karena terbentur konflik Singapura dan Malaysia.
Menurut dia, perselisihan perbatasan itu tidak bisa selesai secepatnya yang diharapkan karena terkait perselisihan Malaysia dengan Singapura.
"Ada batu-batu karang di situ, hingga dibawa ke Mahkamah Internasional untuk menentukan siapa yang memiliki batu karang itu. Sudah ada keputusan Mahkamah Internasional, tetapi belum tuntas juga. Suatu ketika kita juga harus tetapkan batas itu dengan tegas," katanya.
Ia mengatakan, selain dengan Malaysia, Indonesia juga masih memiliki perselisihan perbatasan dengan Singapura, hingga saat ini masih dalam perundingan.
Hasjim lebih lanjut mengatakan, terkait zona ekonomi jika mengacu kepada aturan hukum, maka suatu negara berhak menentukan zona ekonomi sepanjang 200 mil dari garis pantainya. Jika kurang dari itu dan lautnya kurang dari 400 mil, maka harus ditetapkan melalui persetujuan. Jarak laut Indonesia dan Malaysia sendiri kurang dari 400 mil, terutama di Selat Malaka.
"Dengan kondisi geografis seperti itu harus dirundingkan. Atau misalnya di laut China Selatan dan di laut Sulawesi, itu juga harus dirundingkan. Dengan Malaysia, itu batasnya yang tidak jelas. Kita sudah berusaha, tetapi belum ada kesepakatan," ucapnya.
"Yang sudah ada kesepakatan dengan Australia di laut Arafura, di selatan Tanimbar, di selatan Pulau Jawa dengan Pulau Cristmas itu. Indonesia dan Australia sudah ada kesepakatan mengenai garis batas," katanya.
Ia menjelaskan, batas negara itu sendiri ada bermacam-macam. Ada batas teritorial, batas kewenangan, batas kekayaan alam, ada juga batas pengawasan.
"Semua batas-batas itu harus juga dirundingkan agar tak menjadi masalah ke depan," ujarnya
Pertemuan tersebut dihadiri sekitar 150 orang terdiri dari pakar hukum kelautan, akademisi dari berbagai negara di Asia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011