Jakarta (Antara Bali) - Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) menyatakan pihaknya melakukan revitalisasi
sebanyak 67 bahasa daerah yang hampir punah di Tanah Air.
"Setidaknya ada 67 bahasa daerah yang terancam punah. Contohnya di Maluku dan Papua, ada juga di Nusa Tenggara Timur," ujar Kepala Badan Bahasa Kemdikbud, Dadang Sunendar, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Contoh bahasa yang punah di Maluku yakni bahasa Kayeli, Palumata, Moksela, Hukumina, dan Loun. Dadang menyebutkan ada beberapa penyebab, punahnya bahasa daerah tersebut seperti bencana alam yang mengakibatkan penutur meninggal dunia, kondisi geografis, kawin campur dan sikap masyarakat terhadap bahasa itu.
"Kawin campur juga menyebabkan punahnya bahasa, apabila orang tuanya tidak menggunakan bahasa daerah di rumah".
Dadang mengatakan Badan Bahasa Kemdikbud setiap tahun menyurati kepala daerah yang mana bahasa daerahnya yang terancam punah. Hal yang terpenting untuk mencegah punahnya bahasa daerah tersebut, lanjut dia, adalah dengan membuat kamus.
"Untuk bahasa yang terancam punah, kami akan melakukan konservasi agar bahasa daerah itu tidak punah".
Saat ini, jumlah bahasa daerah yang telah diinventarisasi sebanyak 646 bahasa. Menurut Dadang, bahasa daerah harus dilestarikan karena merupakan bagian dari kebudayaan bangsa dan sumber pengayaan kosakata bahasa Indonesia.
Untuk kosa kata baru, Badan Bahasa menerima masukan dari masyarakat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Setidaknya ada 67 bahasa daerah yang terancam punah. Contohnya di Maluku dan Papua, ada juga di Nusa Tenggara Timur," ujar Kepala Badan Bahasa Kemdikbud, Dadang Sunendar, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Contoh bahasa yang punah di Maluku yakni bahasa Kayeli, Palumata, Moksela, Hukumina, dan Loun. Dadang menyebutkan ada beberapa penyebab, punahnya bahasa daerah tersebut seperti bencana alam yang mengakibatkan penutur meninggal dunia, kondisi geografis, kawin campur dan sikap masyarakat terhadap bahasa itu.
"Kawin campur juga menyebabkan punahnya bahasa, apabila orang tuanya tidak menggunakan bahasa daerah di rumah".
Dadang mengatakan Badan Bahasa Kemdikbud setiap tahun menyurati kepala daerah yang mana bahasa daerahnya yang terancam punah. Hal yang terpenting untuk mencegah punahnya bahasa daerah tersebut, lanjut dia, adalah dengan membuat kamus.
"Untuk bahasa yang terancam punah, kami akan melakukan konservasi agar bahasa daerah itu tidak punah".
Saat ini, jumlah bahasa daerah yang telah diinventarisasi sebanyak 646 bahasa. Menurut Dadang, bahasa daerah harus dilestarikan karena merupakan bagian dari kebudayaan bangsa dan sumber pengayaan kosakata bahasa Indonesia.
Untuk kosa kata baru, Badan Bahasa menerima masukan dari masyarakat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017