Keindahan Pulau Dewata, tak hanya memukau lewat pemandangan bentangan memanjang pantainya dengan pasir yang memutih. Namun, keelokan 'the lost paradise' ini dapat pula dihayati melalui goresan tangan yang terwujud pada sehelai karya batik.

Karya batik itu dapat dijumpai di ruas jalan Desa Tohpati, Denpasar Timur. Belakangan ini, Desa Tohpati telah menjadi destinasi wisata budaya yang menjadi titik perhatian wisatawan lokal dan mancanegara dengan fokus pada batik sebagai kearifan lokal setempat.

Kearifan penduduk lokal yang mempertahankan karya seni batik  menjadi 'warna' daerah dengan mendirikan butik, toko, atau "art shop" batik, yang akhirnya menggerakkan laju wisatawan untuk bertandang dan tak sedikit pula yang mengikuti "workshop" membatik.

"Wisatawan tidak hanya berminat untuk membeli batik-batik produksi Tohpati. Tidak sedikit pula yang menginginkan belajar langsung cara membatik," ujar salah seorang staf di Phalam Batik & Souvenirs, Wiwik Wahyuningsih.

Menurut dia, Phalam Batik sudah berdiri sejak tahun 1988, dan sudah menjadi ajang berwisata bagi sejumlah pelancong yang ingin membeli produk batik sebagai cenderamata bagi keluarga atau kerabat.

Produk batik ini tidak hanya berwujud kain lembaran, melainkan dikreasi menjadi dasi, gaun, kemeja, tas, ikat kepala, dompet dan berbagai bentuk kerajinan lainnya.  

Batik di Tohpati, nyaris tidak berbeda motifnya dengan daerah lain di Pulau Bali. Motifnya masih mempertahankan ciri tradisional dengan menampilkan rusa, naga, kura-kura atau burung. Belakangan motif yang berkembang ialah bertema dekorasi atau pemandangan alam, yang dipadukan dengan warna cerah.

"Proses membatik ini ada tiga jenis, yakni batik tulis, cap dan print (cetak). Untuk harganya ya variatif. Mulai dari Rp200 ribu hingga Rp6 juta. Tergantung kerumitan motif, ukuran dan jenis kain yang dipergunakan," ujar Wiwik.

Bagi wisatawan yang ingin belajar membatik, lanjut dia, maka dipersilakan untuk datang dan belajar sampai menguasai teknik membatik dengan benar. Masing-masing wisatawan yang berminat mengikuti paket membatik, dikenakan biaya Rp250 ribu/orang.


Pelopor Batik Bali

Batik sebagai salah satu budaya Indonesia, telah tersohor di dunia. Sementara di Bali, sejarah batik diawali melalui kiprah tokoh Pande Ketut Krisna pada tahun 1970-an.

Pande Ketut Krisna yang berasal dari Banjar Tegeha, Desa Batubulan, Sukawati, Kabupaten Gianyar, menjadi pelopor kebangkitan seni batik di Bali sampai mengalami perkembangan pesat. Batik bahkan telah menjadi komoditas yang diminati di era sekarang.

Tingginya peminat batik ini, dapat dilihat dari lalu lalangnya wisatawan yang menyempatkan diri untuk singgah ke Tohpati setiap hari. Mereka ingin mencari batik, sebagai oleh-oleh sebelum pulang ke negara masing-masing.

Seorang pemandu wisata Wayan Tompi menyatakan, dalam seminggu dirinya bisa dua atau tiga kali membawa wisatawan untuk mencari batik di Tohpati.

"Objek wisata batik di Bali 'kan hanya di Tohpati. Di sini banyak pilihan 'art shop' batik dengan kekhasan tersendiri," ujar Wayan Tompi, pemandu wisata asal Ubud, Gianyar.

Menurut dia, wisatawan yang berminat ke Tohpati mayoritas dari Eropa, Australia, Jepang dan Amerika Serikat. Namun tidak jarang, wisatawan dari Timur Tengah atau Afrika pun ingin diantarkan untuk membeli produk batik.

Wayan Tompi menyatakan, wisatawan Jepang cenderung menyukai batik dengan motif yang lembut dan corak tidak terlalu ramai. Berbeda dengan wisatawan dari Eropa yang cenderung memilih batik dengan tampilan mencolok.

Dia melanjutkan, masa-masa ramai wisatawan di Bali, adalah masa liburan akhir tahun, tetapi di luar waktu liburan akhir tahun pun, hampir setiap hari wisatawan asing selalu berdatangan untuk berwisata. Diantara wisatawan yang dipandunya untuk piknik, selalu ada saja yang minta diantarkan guna membeli batik.

"Kalau dulu, wisatawan ingin membeli batik dalam bentuk kain untuk digunakan sebagai baju bawahan, tapi kini peminat batik lukisan juga semakin banyak. Batik lukisan ini lazim digunakan dekorasi ruangan," ujar dia.

                
Batik Lukisan

Batik lukisan sudah lazim dijumpai di berbagai toko batik di wilayah Tohpati. Batik lukisan ini memiliki motif beragam dan menjadi pilihan cenderamata khas Bali yang terlihat unik.

"Batik lukisan yang banyak diminati itu dengan motif pemandangan Bali. Seperti sawah berundak-undak, bangunan pura, bunga, dan belakangan lukisan patung Buddha banyak dicari wisatawan," ucap Toro S, seorang pelukis sket batik lukisan di Batik Legong, Tohpati.

Sejak tahun 1987, pria asal Yogyakarta ini sudah merantau ke Bali dan mengadu nasib untuk menjadi pelukis. Ternyata, Toro kemudian justru mendapat tawaran menjadi pelukis sket lukisan, yang kemudian diproses menjadi karya batik. Hasilnya diberi nama batik lukisan.

"Batik lukisan yang berukuran 45 cm x 50 cm harganya Rp75 ribu. Ukuran ini yang banyak diminati, karena praktis jika dibawa," ujar Toro.

Proses membuat batik lukisan, kata dia, bisa memakan waktu tiga hari atau seminggu. Tergantung ukuran kain yang digunakan.

Proses membuat batik lukisan meliputi beberapa tahap. Setelah disket, diberi lapisan 'malam' dan diwarnai, kemudian kain direbus pada air panas. Tujuan perebusan untuk meluruhkan malamnya, lalu kain yang sudah berisi corak batik itu dijemur atau diangin-anginkan sampai benar-benar kering. Setelah kering, kain langsung siap dipajang, dengan lebih dulu dibingkai menggunakan pigura.

"Malam yang digunakan berasal dari Yogyakarta. Malam ini tidak bisa digunakan berkali-kali. Hanya sekali pakai. Kalau dipakai berkali-kali, maka bisa retak dan warna kain menjadi campur baur. Tentu hasilnya lukisan batiknya nanti menjadi cacat," katanya.

Sampai kini, dirinya tidak habis bersyukur menekuni pekerjaan sebagai pembuat sket batik lukisan. Pekerjaan ini baginya, merupakan ekspresi berkesenian untuk mengabadikan keindahan Bali, apalagi wisatawan suka, baik wisatawan lokal yang umumnya dari Jakarta, atau pelancong dari negara lain.

"Buktinya sudah lebih dari 20 tahun saya menjadi pembuat sket batik lukisan, ternyata sampai saat ini, produk batik lukisan tetap diminati wisatawan. Batik lukisan bagi saya tetap harus dipertahankan keberadaanya sebagai oleh-oleh wajib dari Bali," tuturnya. (*)

Pewarta: Tri Vivi Suryani *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017