Denpasar (Antara Bali) - Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha mengatakan Pesta Kesenian Bali ke-40 yang akan digelar mulai pertengahan Juni 2018, dipersiapkan dengan menampilkan sejumlah materi lomba dan parade seni yang baru.

"PKB tahun mendatang, akan mengangkat tema `Teja Dharmaning Koripan: Api Spirit Penciptaan`, kami harapkan setiap kabupaten/kota di Bali dapat menampilkan puncak-puncak kesenian yang adiluhung," kata Dewa Beratha, di Denpasar, Sabtu.

Secara umum, tujuh kegiatan pokok dalam PKB 2018 masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya yakni terdiri dari pawai, lomba, parade, pagelaran, pameran, sarasehan/workshop, dan dokumentasi.

Hanya saja ada sejumlah pembaruan dari sisi kesenian yang dilombakan dan diparadekan seperti adanya lomba baleganjur untuk anak-anak, lomba bondres modern, parade drama gong berlakon sastra Bali modern, arja berlakon cerita rakyat Bali, wayang kulit babad dan sebagainya.

"Mudah-mudahan dengan pembahasan yang lebih awal, persiapan dan pelaksanaannya akan jauh lebih baik dan akan dilanjutkan penyiapan kriteria lebih awal," ucapnya.

Meskipun ada inovasi sejumlah kesenian, tetapi Dewa Beratha mengingatkan agar jangan sampai menggunakan properti yang berlebihan.

"Jadi betul-betul seniman menonjolkan teknik menarinya dan mengurangi penggunaan properti. Misalnya kalau mau menampilkan tentang api, bagaimana agar orang menari yang bisa menggambarkan seperti api. Kalau menampilkan tokoh yang terbang, bukan lantas senimannya yang digantung kemudian ditarik naik-turun," katanya.

Sementara Prof Dr I Wayan Dibia, budayawan sekaligus Ketua Tim Kurator PKB mengatakan ditampilkannya sejumlah materi lomba yang baru seperti lomba baleganjur tingkat anak-anak karena melihat perkembangan di lapangan bahwa anak-anak sudah sangat bergairah dalam berkesenian, sehingga perlu diberikan ruang dalam PKB.

"Polanya hampir sama dengan lomba baleganjur dewasa, hanya pemainnya yang anak-anak yakni pelajar SMP, keterlibatan orang dewasa sebatas pengangkat gong," ujarnya.

Sedangkan untuk lomba bondres modern, pihaknya ingin mendorong penampilan bondres yang lebih serius. Idenya tetap lawak, tetapi lakonnya yang disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari. Demikian juga agar penggunaan riasan wajah (make-up) agar seminimal mungkin supaya tidak menghilangkan identitas wajah pemain.

"Kami melihat akhir-akhir ini penggunaan make up pemain bondres sangat tebal sehingga seperti memakai topeng. Penonton menjadi hampir tidak mengenali wajah pemain jika sudah keluar pentas," ucap Dibia.

Di sisi parade arja akan berlakon cerita rakyat Bali untuk mendorong penggunaan cerita rakyat yang populer di masyarakat karena selama ini lebih banyak menggunakan lakon cerita Panji.

"Meskipun menggunakan cerita rakyat, namun jangan menggunakan cerita rakyat yang sangat lokal dan hanya diketahui oleh masyarakat di satu kabupaten/kota saja. Gunakanlah cerita rakyat Bali yang sudah populer dan dapat dipahami masyarakat Bali secara umum seperti cerita Jayaprana Layonsari, Pakang Raras dan sebagainya," katanya.

Sementara latar belakang diadakannya parade drama gong berlakon sastra Bali modern agar karya sastra juga dapat dipentaskan di atas panggung dan tidak semata menjadi koleksi perpustakaan. Sekaligus sebagai ajang untuk menunjukkan lakon drama gong itu bisa fleksibel. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017