Jimbaran (Antara Bali) - Kejaksaan Agung Indonesia dan Singapura menandatangani nota kesepahaman kerja sama bidang hukum di antaranya saling bertukar informasi dan pelatihan sumber daya manusia sehingga diharapkan memangkas sekat yang selama ini dihadapi kedua negara. 

 "Dengan ditandatanganinya `MoU` ini merupakan tonggak sejarah kerja sama di antara kedua negara khususnya di bidang hukum," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo setelah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kejaksaan Indonesia dan Singapura di Jimbaran, Kabupaten Badung, Selasa. 

 Penandatanganan nota kesepahaman kejaksaan tersebut dilakukan Jaksa Agung Indonesia Muhammad Prasetyo dan Jaksa Agung Singapura Lucien Wong dan dilanjutkan dengan pertemuan bilateral kedua belah pihak. 

 Menurut Prasetyo, kedua negara selama ini memiliki perbedaan yang mendasar terkait sistem hukum yang diterapkan misalnya di Indonesia yang menganut peninggalan Belanda sedangkan Singapura menganut sistem hukum peninggalan Inggris. 

 Adanya perbedaan sistem hukum tersebut menjadi kendala terbesar dalam penanganan kasus tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung melibatkan peran aparatur hukum kedua negara. 

 Apalagi selama ini kedua negara kerap menghadapi persoalan di antaranya terorisme, narkotika, pencucian uang dan korupsi, lingkungan, batas negara hingga perlindungan tenaga kerja Indonesia menjadi perhatian keduanya. 

 Nota kesepahaman itu, kata dia, juga menjadi pertanda besar bagi oknum yang melakukan kejahatan untuk tidak bebas semaunya beraksi di dua negara tersebut misalnya melarikan diri. 

 Koordinasi dan sinergi kedua kejaksaan tersebut juga akan lebih mudah dengan disepakatinya nota kesepahaman tersebut terkait beberapa buronan yang kerap mengganti paspornya dari WNI menggunakan paspor negara lain. 

 "Dengan ada nota kesepahaman sekat-sekat atau batasan yuridiksi hendaknya dapat dikesampingkan," ucapanya. 

 Meski demikian, ekstradisi tidak menjadi bagian dalam nota kesepahaman tersebut karena perjanjian tersebut berada di tangan pemerintah. 

 Jaksa Agung mengatakan bahwa tahun 2007 kedua negara telah menyepakati perjanjian ekstradisi namun belum diratifikasi secara penuh sehingga aparat penegak hukum menggunakan alternatif lain yakni menggunakan "mutual legal assistance" atau pemberian bantuan timbal balik kedua negara. 

 Ia menyebutkan beberapa kasus hukum seperti pemulangan buronan Hartawan Alwi hingga La Nyalla Mataliti yang sempat berada di Singapura, dapat dilakukan dengan menggunakan "mutual legal assistance" itu. 

 "Yang pasti dengan `MoU` ini mereka akan membantu kami sepenuhnya hal yang diperlukan. Ketika ada buronan yang kami perlukan, akan lebih mudah mengkondisikan dengan mereka," ucapnya.

 Sementara itu Jaksa Agung Singpura Lucien Wong dalam pernyataan singkatnya mengatakan nota kesepahaman itu akan semakin memperkuat kerja sama dan mendekatkan hubungan dua lembaga negara tersebut. 

 "Nota kesepahaman ini menandakan kerja sama yang dekat dengan dua institusi dan ini akan membuat lebih kuat bahkan mendekatkan hubungan kedua institusi," katanya.(Dwa) 

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017