Denpasar (Antara Bali) - Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar M.Hum menekankan penguatan pemahaman multikultur lewat Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, khususnya berkaitan dengan seni budaya.
"Kami menekankan pentingnya penghargaan pada setiap kelompok yang mempunyai kultur berbeda sebagai upaya membangun karakter kebangsaan," katanya di Denpasar, Minggu.
Selain menekankan pendidikan pada pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa, pihaknya juga menekankan pada pendidikan yang mengasah sensibilitas rasa, terutama terhadap keindahan yang merupakan bidang kajian.
"Seorang yang sensitif terhadap keindahan pada akhirnya juga akan sensitif terhadap nilai-nilai kemanusiaan, kebaikan dan solidaritas sosial dalam pergaulan," ujar Arya Sugiartha.
ISI Denpasar memacu peserta didik menjadi sarjana seni yang berkarakter kebangsaan dengan melakukan berbagai upaya dan terobosan.
Upaya itu antara lain melakukan penguatan pemahaman multikultur yang menekankan pentingnya penghargaan kepada setiap kelompok yang mempunyai kultur berbeda.
Arya Sugiartha menambahkan, upaya itu diharapkan mampu membawa masyarakat ke dalam suasana rukun, damai, toleran, saling menghargai, saling menghormati tanpa ada konflik dan kekerasan.
Menurut dia, upaya menekankan multikultur bukan dimaksudkan untuk menyatukan atau melebur berbagai kultur yang ada menjadi "asas tunggal".
Berkaitan dengan hal itu, nasionalisme juga tidak dipahami sebagai homogenisasi kehidupan dalam segala aspek, terlebih lagi mengenyampingkan keragaman, karena dianggap berbagai faktor penghambat integrasi.
Dengan demikian, multikulturalisme merupakan Bhinneka Tunggal Ika yakni keragaman tetap dipelihara dalam imajinasi kebersamaan untuk menjadi satu.
Untuk itu, lembaga pendidikan tinggi seni yang dipimpinnya itu menekankan untuk menghargai perbedaan sehingga mampu memberikan sumber inspirasi penciptaan karya seni.
"Dengan terbiasa menghargai keunikan karya seni etnis lain, maka karya seni dari etnis lain akan muncul dalam bingkai rasa persaudaraan, bahwa hidup ini saling membutuhkan," katanya.
Pemahaman dan sikap saling menghargai perbedaan merupakan awal dari pergulatan karakter kebangsaan, karena sarjana seni merasa bahwa perbedaan dan keragaman itu menjadi sumber kekuatan.
"Demikian pula memaknai sejarah dan warisan budaya, karena rekonstruksi masa lampau serta warisan budaya adalah bukti bahwa masa lampau adalah sumber nilai yang sangat berguna untuk membangun bangsa," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Kami menekankan pentingnya penghargaan pada setiap kelompok yang mempunyai kultur berbeda sebagai upaya membangun karakter kebangsaan," katanya di Denpasar, Minggu.
Selain menekankan pendidikan pada pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa, pihaknya juga menekankan pada pendidikan yang mengasah sensibilitas rasa, terutama terhadap keindahan yang merupakan bidang kajian.
"Seorang yang sensitif terhadap keindahan pada akhirnya juga akan sensitif terhadap nilai-nilai kemanusiaan, kebaikan dan solidaritas sosial dalam pergaulan," ujar Arya Sugiartha.
ISI Denpasar memacu peserta didik menjadi sarjana seni yang berkarakter kebangsaan dengan melakukan berbagai upaya dan terobosan.
Upaya itu antara lain melakukan penguatan pemahaman multikultur yang menekankan pentingnya penghargaan kepada setiap kelompok yang mempunyai kultur berbeda.
Arya Sugiartha menambahkan, upaya itu diharapkan mampu membawa masyarakat ke dalam suasana rukun, damai, toleran, saling menghargai, saling menghormati tanpa ada konflik dan kekerasan.
Menurut dia, upaya menekankan multikultur bukan dimaksudkan untuk menyatukan atau melebur berbagai kultur yang ada menjadi "asas tunggal".
Berkaitan dengan hal itu, nasionalisme juga tidak dipahami sebagai homogenisasi kehidupan dalam segala aspek, terlebih lagi mengenyampingkan keragaman, karena dianggap berbagai faktor penghambat integrasi.
Dengan demikian, multikulturalisme merupakan Bhinneka Tunggal Ika yakni keragaman tetap dipelihara dalam imajinasi kebersamaan untuk menjadi satu.
Untuk itu, lembaga pendidikan tinggi seni yang dipimpinnya itu menekankan untuk menghargai perbedaan sehingga mampu memberikan sumber inspirasi penciptaan karya seni.
"Dengan terbiasa menghargai keunikan karya seni etnis lain, maka karya seni dari etnis lain akan muncul dalam bingkai rasa persaudaraan, bahwa hidup ini saling membutuhkan," katanya.
Pemahaman dan sikap saling menghargai perbedaan merupakan awal dari pergulatan karakter kebangsaan, karena sarjana seni merasa bahwa perbedaan dan keragaman itu menjadi sumber kekuatan.
"Demikian pula memaknai sejarah dan warisan budaya, karena rekonstruksi masa lampau serta warisan budaya adalah bukti bahwa masa lampau adalah sumber nilai yang sangat berguna untuk membangun bangsa," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017