Jakarta (Antara Bali) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Asrorun Niam
mengatakan negara harus melindungi anak dari pornografi, radikalisme dan
kejahatan berbasis dunia maya.
"Khusus pornografi merupakan kasus yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Data tahun 2016, anak korban pornografi mencapai 587. Hal ini menduduki rangking ke-3 setelah kasus anak berhadapan dengan hukum mencapai 1.314 kasus dan kasus anak dalam bidang keluarga 857 kasus," kata Asroun di Jakarta, Sabtu.
Selain itu KPAI meminta pemerintah dan pemerintah daerah agar serius melakukan langkah-langkah radikal untuk mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran anak. Apalagi dalam UU Pemerintahan Daerah, perlindungan anak merupakan kewenangan wajib pemerintah daerah.
Menurut dia, ada kemajuan dalam penyelenggaraan perlindungan anak, meski kasus pelanggaran anak dianggap cukup kompleks.
Respon publik terhadap isu anak saat ini semakin baik, namun belum sepenuhnya senafas dengan semangat perlindungan anak. "Banyak video viral kasus anak, dibagi ke berbagai kalangan dengan semangat agar mendapatkan atensi. Padahal, penyebaran video kekerasan anak merupakan pelanggaran hukum," kata dia.
Untuk itu KPAI meminta untuk tidak terus memviralkan video kekerasan, perundungan, karena akan semakin merugikan anak, baik anak sebagai korban maupun pelaku. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Khusus pornografi merupakan kasus yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Data tahun 2016, anak korban pornografi mencapai 587. Hal ini menduduki rangking ke-3 setelah kasus anak berhadapan dengan hukum mencapai 1.314 kasus dan kasus anak dalam bidang keluarga 857 kasus," kata Asroun di Jakarta, Sabtu.
Selain itu KPAI meminta pemerintah dan pemerintah daerah agar serius melakukan langkah-langkah radikal untuk mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran anak. Apalagi dalam UU Pemerintahan Daerah, perlindungan anak merupakan kewenangan wajib pemerintah daerah.
Menurut dia, ada kemajuan dalam penyelenggaraan perlindungan anak, meski kasus pelanggaran anak dianggap cukup kompleks.
Respon publik terhadap isu anak saat ini semakin baik, namun belum sepenuhnya senafas dengan semangat perlindungan anak. "Banyak video viral kasus anak, dibagi ke berbagai kalangan dengan semangat agar mendapatkan atensi. Padahal, penyebaran video kekerasan anak merupakan pelanggaran hukum," kata dia.
Untuk itu KPAI meminta untuk tidak terus memviralkan video kekerasan, perundungan, karena akan semakin merugikan anak, baik anak sebagai korban maupun pelaku. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017