Mangupura (Antara Bali) - Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung, Bali, menyoroti kasus Lembaga Pengkreditan Desa (LPD) Adat Kapal yang sampai saat ini belum ada tindak lanjut.
Anggota Komisi IV DPRD Badung, Bali, I Nyoman Sentana di Mangupura, Senin, meminta Lembaga Pengawasan LPD dan Badan Kerjasama (BKS) LPD bersikap tegas dalam penanganan kasus ini.
"Kami minta lembaga ini bersikap tegas dan ikut bertanggungjawab dalam pengawasan secara mendalam," kata Sentana.
Pengawasan mendalam, terang Sentana, harus melihat bagaimana sistem pelaopran yang disajikan pengurus LPD Kapal ini, agar sesuai antara kenyataan di lapangan.
Menurut Sentana, kasus di LPD tidak terlepas dengan peran lembaga pengawasan LPD dan Badan Kerjasama LPD yang turut langsung memungut iuran untuk pembinaan. "Oleh karenanya, pengawasan juga harus dikenakan sanksi," katanya.
Ia menilai, pengawasan yang dilakukan oleh desa adat sebagai pemilik LPD sudah sangat baik, namun pihaknya menyayangkan ada oknum pengurus LPD atau oknum pengurus desa adat diduga ikut terlibat untuk mencari keuntungan sendiri.
"Saya melihat pengelonaan LPD secara tradisonal ini memang rentan disalahgunakan oleh para oknum. Untuk itu, kasus yang berujung laporan ke pihak polisi itu juga hendaknya dijadikan cermin sebagai efek jera," ujarnya.
Kasus ini kembali mencuat karena adanya pengajuan permohonan kredit ke LPD Desa Adat pecatu, dimana pengajuan tersebut diduga fiktif lantaran tanpa sepengatahuan masyarakat Adat Kapal.
Hal tersebut terungkap setelah pihak LPD Desa Adat Pecatu meminta pelunasan kredit yang bernilai Rp3 miliar tersebut. Berkenaan dengan kasus dugaan fiktif pengajuan kredit, Minggu (2/7) lalu. Kasus tersebut pun telah dilaporkan ke Polda Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Anggota Komisi IV DPRD Badung, Bali, I Nyoman Sentana di Mangupura, Senin, meminta Lembaga Pengawasan LPD dan Badan Kerjasama (BKS) LPD bersikap tegas dalam penanganan kasus ini.
"Kami minta lembaga ini bersikap tegas dan ikut bertanggungjawab dalam pengawasan secara mendalam," kata Sentana.
Pengawasan mendalam, terang Sentana, harus melihat bagaimana sistem pelaopran yang disajikan pengurus LPD Kapal ini, agar sesuai antara kenyataan di lapangan.
Menurut Sentana, kasus di LPD tidak terlepas dengan peran lembaga pengawasan LPD dan Badan Kerjasama LPD yang turut langsung memungut iuran untuk pembinaan. "Oleh karenanya, pengawasan juga harus dikenakan sanksi," katanya.
Ia menilai, pengawasan yang dilakukan oleh desa adat sebagai pemilik LPD sudah sangat baik, namun pihaknya menyayangkan ada oknum pengurus LPD atau oknum pengurus desa adat diduga ikut terlibat untuk mencari keuntungan sendiri.
"Saya melihat pengelonaan LPD secara tradisonal ini memang rentan disalahgunakan oleh para oknum. Untuk itu, kasus yang berujung laporan ke pihak polisi itu juga hendaknya dijadikan cermin sebagai efek jera," ujarnya.
Kasus ini kembali mencuat karena adanya pengajuan permohonan kredit ke LPD Desa Adat pecatu, dimana pengajuan tersebut diduga fiktif lantaran tanpa sepengatahuan masyarakat Adat Kapal.
Hal tersebut terungkap setelah pihak LPD Desa Adat Pecatu meminta pelunasan kredit yang bernilai Rp3 miliar tersebut. Berkenaan dengan kasus dugaan fiktif pengajuan kredit, Minggu (2/7) lalu. Kasus tersebut pun telah dilaporkan ke Polda Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017