Denpasar (Antara Bali) - Kisah pertemanan yang memiliki cerita panjang, yang diibaratkan seperti air mengalir menjadi inspirasi bagi Sekaa (kelompok) Angklung Yadnya Sari Yowana, Desa Sibangkaja, Kabupaten Badung, saat mementaskan tabuh kreasi di Taman Budaya Denpasar, Senin.
"Tabuh kreasi yang dinamakan Banyuwan ini merupakan penggabungan dari kata `banyu` yang berarti air dan `kawan` artinya pertemanan. Jadi Banyuwan berarti pertemanan yang memiliki perjalanan cerita panjang tentang kehidupan seperti air yang mengalir," kata Perbekel (kepala desa) Sibangkaja, Kabupaten Badung, Ni Nyoman Rai Sudani, di sela-sela pementasan sekaa angklung tersebut.
Musik angklung, ujar dia, bagi umumnya masyarakat Bali dimainkan mengiringi ritual yang berhubungan dengan upacara kematian, seperti Ngaben.
"Namun, dengan sentuhan kreativitas, angklung sesungguhnya bisa dikemas untuk tari apapun, termasuk seperti yang ditampilkan kali ini," ucapnya.
Pada pementasan yang disuguhkan dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali ke-39 itu, sekaa angklung tersebut selain membawakan tabuh kreasi Banyuwan, juga mengiringi tari Oleg Tamulilingan dan Tari Jauk Manis, serta menampilkan tabuh keklentangan Segara Giri.
Khusus untuk tabuh Banyuwan, idenya sendiri terinspirasi dari kisah sebuah pertemanan bak perjalanan air yang mengalir, yang tidak memandang tempat, situasi, status ekonomi, sampai pada perubahan dan perkembangan gaya hidup manusia dari zaman dahulu sampai zaman modern.
Rai Sudani tidak memungkiri tingkat kesulitan untuk memainkan angklung untuk mengiringi tarian itu cukup tinggi karena jumlah gamelan gendernya lebih sedikit dibandingkan pada gamelan gong pada umumnya.
"Oleh karena itu, generasi muda yang tampil di PKB ini memang mereka para penabuh dan juga memiliki keinginan keras untuk belajar sehingga lebih mudah untuk dibina. Kami tidak menunjuk, tetapi yang berminat dan memiliki keinginanlah yang mendaftar," ucapnya sembari mengatakan proses persiapan menghabiskan waktu hingga enam bulan itu.
Di sisi lain, pihaknya bertekad untuk terus mengembangkan kesenian-kesenian langka di desa yang dipimpin. Apalagi pemerintah juga telah memberikan dukungan dana untuk berbagai kegiatan pemberdayaan.
"Kami juga ingin mengajak anak-anak kami tidak saja mentok sampai tingkat desa, tetapi bisa ke tingkat yang lebih tinggi," ujar Rai Sudani. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Tabuh kreasi yang dinamakan Banyuwan ini merupakan penggabungan dari kata `banyu` yang berarti air dan `kawan` artinya pertemanan. Jadi Banyuwan berarti pertemanan yang memiliki perjalanan cerita panjang tentang kehidupan seperti air yang mengalir," kata Perbekel (kepala desa) Sibangkaja, Kabupaten Badung, Ni Nyoman Rai Sudani, di sela-sela pementasan sekaa angklung tersebut.
Musik angklung, ujar dia, bagi umumnya masyarakat Bali dimainkan mengiringi ritual yang berhubungan dengan upacara kematian, seperti Ngaben.
"Namun, dengan sentuhan kreativitas, angklung sesungguhnya bisa dikemas untuk tari apapun, termasuk seperti yang ditampilkan kali ini," ucapnya.
Pada pementasan yang disuguhkan dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali ke-39 itu, sekaa angklung tersebut selain membawakan tabuh kreasi Banyuwan, juga mengiringi tari Oleg Tamulilingan dan Tari Jauk Manis, serta menampilkan tabuh keklentangan Segara Giri.
Khusus untuk tabuh Banyuwan, idenya sendiri terinspirasi dari kisah sebuah pertemanan bak perjalanan air yang mengalir, yang tidak memandang tempat, situasi, status ekonomi, sampai pada perubahan dan perkembangan gaya hidup manusia dari zaman dahulu sampai zaman modern.
Rai Sudani tidak memungkiri tingkat kesulitan untuk memainkan angklung untuk mengiringi tarian itu cukup tinggi karena jumlah gamelan gendernya lebih sedikit dibandingkan pada gamelan gong pada umumnya.
"Oleh karena itu, generasi muda yang tampil di PKB ini memang mereka para penabuh dan juga memiliki keinginan keras untuk belajar sehingga lebih mudah untuk dibina. Kami tidak menunjuk, tetapi yang berminat dan memiliki keinginanlah yang mendaftar," ucapnya sembari mengatakan proses persiapan menghabiskan waktu hingga enam bulan itu.
Di sisi lain, pihaknya bertekad untuk terus mengembangkan kesenian-kesenian langka di desa yang dipimpin. Apalagi pemerintah juga telah memberikan dukungan dana untuk berbagai kegiatan pemberdayaan.
"Kami juga ingin mengajak anak-anak kami tidak saja mentok sampai tingkat desa, tetapi bisa ke tingkat yang lebih tinggi," ujar Rai Sudani. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017