Denpasar (Antara Bali) - Kepala Bagian Kesra, Biro Kesejahteraan Rakyat Provinsi Bali Ketut Tuti Karnasih mengungkapkan, hingga kini empat kabupaten/kota di Pulau Dewata belum memiliki peraturan daerah yang mengatur penanggulangan HIV/AIDS.

"Keempat daerah tersebut masing-masing Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Karangasem dan Kabupaten Tabanan," kata Tuti Karnasih di Denpasar, Sabtu.

Menurutnya, perda tentang HIV/AIDS sangat penting, sekaligus sebagai bukti atas komitmen dan keseriusan pemerintah daerah dalam keikutsertaannya menanggulangi penyakit yang sangat bahaya itu.

"HIV/AIDS hendaknya dapat dipahami sebagai persoalan yang serius, yang harus dicarikan solusi dengan segera dan secara bersama-sama. Jika tidak, Bali bisa mengalami 'lost generation'," ujarnya.

Ia mengatakan, Bali saat ini berada pada urutan kelima di Indonesia dilihat dari jumlah penderita penyakit menular tersebut. Penderitanya mayoritas berada dalam kategori usia produktif yaitu 16-49 tahun.

"Kini HIV/AIDS juga bukan lagi persoalan yang hanya menimpa kawasan perkotaan, mengingat semua kabupaten/kota di Bali sudah ditemukan kasus pengidap penyakit itu dengan jumlah yang berbeda-beda," ucapnya.

Tuti mengungkapkan tiga besar urutan teratas jumlah penderita HIV/AIDS di Pulau Dewata, yakni Kota Denpasar (1.692 penderita), Kabupaten Buleleng (862 penderita) dan Bangli (628 penderita).

"Oleh karenanya, perda menjadi sangat penting untuk direalisasikan segera agar ada payung hukum di tiap-tiap daerah, yang antara lain untuk mengatur penganggaran dan konsistensi terhadap keberlanjutan program," ujarnya.

Sementara itu, Mita dari Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Bali mengatakan, pemerintah kabupaten/kota di Bali tidak usah "kebakaran jenggot" atau malu dengan fakta penderita yang muncul belakangan ini.

"Sebaiknya jika memang di daerahnya ada tempat-tempat yang teridentifikasi berisiko menularkan penyakit seksual, perlu segera dilakukan pengawasan yang ketat. Bukan diberantas dengan cara dibubarkan," katanya.

Tindakan pembubaran, lanjut dia, justru akan memperparah, yakni penyebarannya akan menjadi lebih luas antara lain ke tempat-tempat kos, dan akan semakin sulit untuk dilakukan pemantauan.

Menurut dia, penularan HIV/AIDS di Bali sebagian besar disebabkan melalui heteroseksual.

"Ini mengalami tren pergeseran dari yang sebelumnya, yakni antara 1987 hingga 2003, didominasi penggunaan jarum suntik," katanya.

Tetapi, lanjut dia, dari 2003 hingga data terakhir 2010, HIV/AIDS lebih banyak ditularkan melalui hubungan seksual.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011