Denpasar (Antara Bali) - Otoritas Jasa Keuangan mengharapkan adanya keseragaman penegakan hukum terkait kasus investasi ilegal yang marak terjadi di beberapa daerah di Indonesia, untuk mempercepat penanganan kasus yang merugikan masyarakat, bank dan lembaga pembiayaan.

"Di Lampung ada yang ditahan tetapi di Denpasar kok enggak padahal nama sama, kegiatan sama, ini harus ada perlakuan yang sama di dalam penegakan hukum," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis 1C OJK Hendrikus Ivo dalam sebuah sosialisasi yang digelar OJK di Denpasar, Selasa.

Dia menjelaskan sejak akhir tahun 2016, OJK sudah menerima 530 pengaduan di Jakarta dengan mengidentifikasi 121 perusahaan yang diduga melakukan investasi menyimpang dari izin. Paling banyak kasus tersebut terkait penawaran investasi emas, valuta asing, "e-money" atau uang elektronik, "e-commerce" atau transaksi dalam jaringan dan invesyasi haji dan umroh.

Sedangkan di Bali, lanjut Ivo dalam sambutannya menyebutkan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi 10 perusahaan investasi yang menyimpang dari izin di antaranya I-gist, NOC (Number One Community), Compact 500 (Compact Sejahtera Group), BUMSS (Bina Usaha Mitra Sehat Sejahtera), Balicon, Mione dan Talkfusion.

"Apabila penyimpangan izin tidak segera mereka sesuaikan, ini akan masuk ke ranah hukum yang kami sebut dengan investasi ilegal," katanya.

Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Zulmi mengatakan bahwa pihaknya juga mengharapkan adanya keseragaman dalam penegakan hukum kasus investasi yang tidak sesuai izin tersebut.

Zulmi menambahkan bahwa beberapa bank dan perusahaan pembiayaan sempat berkoordinasi dengan pihaknya untuk mendapatkan penjelasan bahwa modus penerbitan surat pelunasan hutang atas nama negara adalah tidak dibenarkan oleh peraturan.

"Kami imbau pihak yang dirugikan segera melapor ke aparat penegak hukum atau menginformasikan ke Satgas Waspada Investasi," ucapnya. (DWA)

Video oleh Dewa Wiguna


Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017