Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Indonesia akan memperluas pangsa pasar sektor perdagangan di kawasan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) atau kerja sama ekonomi lima negara di Eropa Timur karena memiliki potensi besar, mengingat kawasan itu belum digarap optimal.

"Selama ini (pelaku usaha) lebih banyak bertumpu pada pasar aman atau tradisional seperti Amerika Utara, China, Eropa Barat. Sudah saatnya masuk ke kawasan yang belum seperti Asia Tengah, Afrika dan Amerika Latin dan ini (EAEU) bagian dari upaya itu," kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Siswo Pramono.

Ia mengemukakan itu, ditemui ketika menjadi pembicara pada seminar internasional bertajuk "EAEU, peluang dan tantangan bagi Indonesia" di Universitas Udayana Denpasar, Jumat.

Menurut Siswo, EAEU merupakan kerja sama ekonomi yang ditandatangani oleh lima negara yakni Rusia, Armenia, Belarusia, Kazakhstan dan Kirghiztan.

Dia mengungkapkan Rusia merupakan motor penggerak terbesar di uni ekonomi itu dengan produk domestik brutonya yang mencapai sekitar 1,3 triliun dolar AS.

Sedangkan bagi empat negara lebih kecil di uni tersebut, lanjut dia, memiliki indeks perdagangan komplementari yang mencapai 0,40 atau mendekati angka satu, dinilai sebagai awal yang bagus untuk masuk ke pasar tersebut.

Sedangkan Indonesia, kata dia, memiliki produk domestik bruto yang mencapai sekitar 860 miliar dolar AS atau yang terbesar di kawasan ASEAN.

"Artinya ada dua gerbong kereta di sini, yang satu bisa menggeret kawasan EAEU dan Indonesia bisa menjadi lokomotif ASEAN karena Indonesia ekonominya terbesar," ucapnya.

Menurut Siswo Indonesia bukan pemain baru di negeri beruang merah itu karena telah terjalin kerja sama ekonomi yang cukup komprehensif dengan total nilai perdagangan mencapai sekitar dua miliar dolar AS.

Namun, ia menyakini masih banyak potensi perdagangan yang masih bisa digali untuk diperdagangkan di kawasan tersebut selain produk yang selama ini yang ada dan perlu ditingkatkan seperti minyak sawit, karet atau produk furnitur.

Salah satu produk yang potensial dikembangkan memasuki kawasan tersebut adalah produk pertanian apalagi, lanjut dia, Rusia mendapatkan sanksi dari Eropa Barat untuk sektor perdagangan.

Meski demikian, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan di antaranya persaingan antarnegara tetangga seperti dari Thailand, Malaysia, dan Vietnam sehingga produk ekspor Tanah Air harus ditingkatkan daya saingnya.

Selain persaingan, masalah konektivitas juga mengemuka karena selama ini perdagangan Indonesia ke kawasan Eropa Timur masih menempuh jarak yang jauh yakni salah satunya melalui Pelabuhan Bandar Abbas di Iran, sebelum memasuki kawasan tersebut.

Sehingga dalam seminar yang juga dihadiri perwakilan dari EAEU dan mahasiswa Unud tersebut dibahas solusi lain untuk mempersingkat konektivitas perdagangan.

Alternatif lain yang dapat ditempuh melalui China yakni jalur kereta api dari Pantai Timur Negeri Tirai Bambau itu menuju Asia Tengah atau Transiberia atau alternatif lain melalui Pelabuhan Chabahar di Iran dengan mempertimbangkan kualitas produk menghadapi faktor cuaca yang berbeda. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017