Denpasar (Antara Bali) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membangun perilaku konsumen agar lebih cerdas dalam memahami manfaat dan risiko sehingga masyarakat lebih berhati-hati memilih produk keuangan dan menghindari investasi ilegal untuk memperkuat industri keuangan di Indonesia.

"Berbagai negara dan organisasi internasional kini sedang mengacu kepada perilaku konsumen sebagai pendukung kebijakan dan strategi perlindungan konsumen," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad setelah membuka seminar internasional terkait perilaku konsumen di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.

Menurut Muliaman, otoritas itu telah mulai membangun perilaku konsumen sejak OJK beroperasi tahun 2013.

Dia menjelaskan membangun perilaku konsumen itu dilakukan melalui program edukasi dan literasi keuangan seperti perencanaan dan pengelolaan keuangan, pengenalan produk dan layanan jasa kuangan baik perbankan, pasar modal dan industri keuangan nonbank serta kewaspadaan dalam berinvestasi.

Selain itu mendorong lembaga jasa keuangan untuk menyediakan produk keuangan yang terjangkau dan lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen, termasuk pemanfaatan teknologi keuangan yang memudahkan masyarakat memilih produk dan layanan jasa keuangan secara lebih cepat dan efisien.

Hal itu merespons berkembangnya industri keuangan dan kemajuan teknologi di bidang keuangan atau Fintech, perilaku konsumen menjadi penting bagi industri jasa keuangan dan masyarakat antara lain meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk atau layanan jasa keuangan.

Tidak hanya itu, juga mendorong lembaga jasa keuangan mengembangkan produk yang lebih menarik dan menerapkan prinsip perlindungan konsumen sehingga berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi.

Upaya lain untuk membangun perilaku konsumen yakni mengembangkan metode pengawasan perilaku pasar terhadap penyedia jasa keuangan untuk menciptakan ekosistem keuangan yang lebih sehat, adil, berkelanjutan, serta menciptakan interaksi yang baik dengan konsumen.

Dalam seminar dua hari itu, sejumlah narasumber turut hadir di antaranya regulator keuangan, pengawas jasa keuangan, lembaga pemerintah, organisasi internasional, pelaku industri jasa keuangan, akademisi dan peneliti serta pemerhati perilaku konsumen jasa keuangan.

Selain upaya pemerintah dan regulator dalam mengubah perilaku konsumen melalui literasi, inklusi dan perlindungan konsumen serta kemajuan Fintech, seminar juga membahas beberapa topik lain diantaranya hasil riset tentang pengaruh inklusi keuangan, manfaat literasi dan inklusi keuangan serta perilaku pasar dari perspektif regulator keuangan.

Hasil survei OJK tahun 2016 menyebutkan tingkat literasi keuangan masyarakat di Indonesia mencapai 29,6 persen atau naik dari survei tahun 2013 mencapai 21,8 persen.

Tingkat inklusi keuangan tahun 2016 mencapai 67,8 persen atau naik dibandingkan survei tahun 2013 yang mencapai 59,7 persen. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017