Denpasar (Antara Bali) - I Gede Winasa, terdakwa dugaan korupsi Perjalanan Dinas fiktif yang juga mantan Bupati Kabupaten Jembrana, Bali, dituntut hukuman tujuh tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Jumat.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wayan Sukanila itu, Jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda Rp200 juta, subsider satu tahun penjara dan mengganti kerugian negara Rp797 juta.
"Apabila terdakwa tidak membayar pengganti kerugian negara, maka harta bendanya disita dan dileleng. Namun, apabila tidak mencukupi dari penjualan harta benda milik terdakwa maka diganti dengan hukuman pidana selam dua tahun," ujar Jaksa Wayan Merathi.
Menurut JPU, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hal yang memberatkan tuntutan terdakwa karena terdakwa sebelumnya sudah dua kali terjerat kasus korupsi dan sampai saat ini masih menjalani masa penahanan dalam perkara Tipikor, terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara.
Dalam dakwaan disebutkan, pada Tahun 2009-2010 Pemkab Jembrana menganggarkan biaya perjalanan dinas (perdin) luar daerah sebesar Rp800 juta untuk satu tahun. Dalam anggaran perubahan diubah menjadi Rp850 juta yang dimuat dalam DPA/DPPA sekretariat daerah Kab Jembrana.
Biaya perdin luar daerah tersebut diperuntukan bagi bupati dan wakil bupati. Terdakwa menandatangani 38 lembar Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif atas nama terdakwa.
Selanjutnya, SPPD fiktif itu ditambah dengan tiket pesawat dan "boarding pass" fiktif untuk kelengkapan bukti pertanggungjawaban.
Kemudian, pada Tahun 2010 Pemkab Jembrana menganggarkan biaya perdin luar daerah sebesar Rp800 juta untuk satu tahun anggaran.
Biaya perdin luar daerah tersebut diperuntukan bagi bupati dan wakil bupati, seperti tahun anggaran sebelumnya, terdakwa menandatangi 19 lembar SPPD fiktif atas namanya sendiri dan seolah-olah melakukan perjalanan dinas. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wayan Sukanila itu, Jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda Rp200 juta, subsider satu tahun penjara dan mengganti kerugian negara Rp797 juta.
"Apabila terdakwa tidak membayar pengganti kerugian negara, maka harta bendanya disita dan dileleng. Namun, apabila tidak mencukupi dari penjualan harta benda milik terdakwa maka diganti dengan hukuman pidana selam dua tahun," ujar Jaksa Wayan Merathi.
Menurut JPU, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hal yang memberatkan tuntutan terdakwa karena terdakwa sebelumnya sudah dua kali terjerat kasus korupsi dan sampai saat ini masih menjalani masa penahanan dalam perkara Tipikor, terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara.
Dalam dakwaan disebutkan, pada Tahun 2009-2010 Pemkab Jembrana menganggarkan biaya perjalanan dinas (perdin) luar daerah sebesar Rp800 juta untuk satu tahun. Dalam anggaran perubahan diubah menjadi Rp850 juta yang dimuat dalam DPA/DPPA sekretariat daerah Kab Jembrana.
Biaya perdin luar daerah tersebut diperuntukan bagi bupati dan wakil bupati. Terdakwa menandatangani 38 lembar Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif atas nama terdakwa.
Selanjutnya, SPPD fiktif itu ditambah dengan tiket pesawat dan "boarding pass" fiktif untuk kelengkapan bukti pertanggungjawaban.
Kemudian, pada Tahun 2010 Pemkab Jembrana menganggarkan biaya perdin luar daerah sebesar Rp800 juta untuk satu tahun anggaran.
Biaya perdin luar daerah tersebut diperuntukan bagi bupati dan wakil bupati, seperti tahun anggaran sebelumnya, terdakwa menandatangi 19 lembar SPPD fiktif atas namanya sendiri dan seolah-olah melakukan perjalanan dinas. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017