Jakarta (Antara Bali) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
mengatakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) menjadi salah
satu pilar utama dalam Kebijakan Pemerataan Ekonomi, yang
direalisasikan antara lain melalui program pendidikan dan pelatihan
vokasi.
Untuk itu, Kementerian Perindustrian giat membangun pendidikan vokasi yang memiliki konsep link and match antara pelaku industri dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
“Langkah tersebut merupakan amanat dari Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, yang juga untuk menyiapkan tenaga kerja terampil sesuai kebutuhan dunia usaha saat ini,†kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai Peluncuran Program Pendidikan Vokasi Industri di Semarang, seperti dilansir keterangan tertulis, Minggu.
Menperin menyampaikan, Indonesia saat ini sampai 10 tahun ke depan masih akan menikmati bonus demografi, di mana mayoritas penduduknya berada pada usia produktif.
"Mereka harus menjadi aktor-aktor pembangunan. Jangan sampai menjadi pengangguran yang justru akan membawa dampak sosial yang besar dalam pembangunan," tegasnya.
Oleh karena itu, Kemenperin menggandeng sebanyak 117 perusahaan untuk menandatangani perjanjian kerja sama dengan 389 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam upaya menjalankan program pendidikan vokasi industri di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Program ini merupakan kelanjutan dari yang telah diluncurkan di Mojokerto, pada 28 Februari 2017 dengan melibatkan sebanyak 50 perusahaan dan 234 SMK di Jawa Timur.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memberikan apresiasi terhadap program pendidikan vokasi industri yang diluncurkan oleh Kemenperin sebagai salah satu realisasi visi pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM.
"Menperin sangat responsif dalam melaksanakan Inpres No. 9 ini. Untuk revitalisasi SMK, kami telah menyiapkan orangnya, namun yang memakainya, yaitu dari sisi pelaku industri memang harus ikut terlibat agar sesuai kebutuhan," tuturnya.
Menurut Muhadjir, langkah strategis dalam membangun SDM ke depan ini perlu digencarkan karena persaingan global yang semakin kompetitif dan akan lebih banyak variasi lapangan pekerjaan.
Untuk mengantisipasi hal itu, program link and match antara dunia sekolah dengan pelaku industri, harus dilakukan secara kontinyu dan diperbarui.
"Misalnya, sarana dan prasarana pendidikan khususnya fasilitas praktikum, yang tidak saja kurang secara kuantitas, tetapi juga kualitas dan teknologi yang digunakan yang tertinggal dari kebutuhan pasar kerja industri saat ini," katanya.
Disisi lain, saat ini guru SMK membutuhkan perhatian yang serius, karena keberadaan guru bidang produktif sangat penting dalam penguatan keterampilan siswa. Untuk itu perlu diberikan kecakapan baru agar bisa pegang mata pelajaran yang produktif," lanjut Muhadjir.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah M Arif Sambodo yang mewakili Gubernur Jawa Tengah, menyampaikan pihaknya telah mendorong pelaku industri untuk memanfaatkan program pendidikan vokasi industri.
"Karena mereka tidak perlu lagi susah cari tenaga kerja. Bahkan, bisa tanpa biaya rekrutmen dan training, sehingga lebih efisien dalam kondisi penuh persaingan saat ini," jelasnya.
Arif berharap, melalui program tersebut, SMK di Jawa Tengah akan memiliki standar mutu internasional.
"Karena program ini juga mengadopsi dual system dari negara-negara industri maju, yang akan ikut meningkatkan kualitas guru sekaligus memotivasi kreasi dan inovasi para siswa setelah lulus agar tidak canggung degan dunia kerja,"imbuhnya.
Pada periode 2017-2019, Kemenperin merancang sejumlah kegiatan untuk menyiapkan tenaga kerja industri tersertifikasi sebanyak 1.040.552 orang.
Selain melalui pembinaan dan pengembangan SMK yang link and match dengan industri, juga dilaksanakan Diklat 3in1 (pelatihan-sertifikasi-penempatan kerja), pemagangan industri, serta sertifikasi kompetensi.
Implementasi program-program tersebut dikolaborasikan dengan berbagai pemangku kepentingan terkait seperti Kadin, Kemenristekdikti, dan Kemenaker. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Untuk itu, Kementerian Perindustrian giat membangun pendidikan vokasi yang memiliki konsep link and match antara pelaku industri dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
“Langkah tersebut merupakan amanat dari Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, yang juga untuk menyiapkan tenaga kerja terampil sesuai kebutuhan dunia usaha saat ini,†kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai Peluncuran Program Pendidikan Vokasi Industri di Semarang, seperti dilansir keterangan tertulis, Minggu.
Menperin menyampaikan, Indonesia saat ini sampai 10 tahun ke depan masih akan menikmati bonus demografi, di mana mayoritas penduduknya berada pada usia produktif.
"Mereka harus menjadi aktor-aktor pembangunan. Jangan sampai menjadi pengangguran yang justru akan membawa dampak sosial yang besar dalam pembangunan," tegasnya.
Oleh karena itu, Kemenperin menggandeng sebanyak 117 perusahaan untuk menandatangani perjanjian kerja sama dengan 389 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam upaya menjalankan program pendidikan vokasi industri di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Program ini merupakan kelanjutan dari yang telah diluncurkan di Mojokerto, pada 28 Februari 2017 dengan melibatkan sebanyak 50 perusahaan dan 234 SMK di Jawa Timur.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memberikan apresiasi terhadap program pendidikan vokasi industri yang diluncurkan oleh Kemenperin sebagai salah satu realisasi visi pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM.
"Menperin sangat responsif dalam melaksanakan Inpres No. 9 ini. Untuk revitalisasi SMK, kami telah menyiapkan orangnya, namun yang memakainya, yaitu dari sisi pelaku industri memang harus ikut terlibat agar sesuai kebutuhan," tuturnya.
Menurut Muhadjir, langkah strategis dalam membangun SDM ke depan ini perlu digencarkan karena persaingan global yang semakin kompetitif dan akan lebih banyak variasi lapangan pekerjaan.
Untuk mengantisipasi hal itu, program link and match antara dunia sekolah dengan pelaku industri, harus dilakukan secara kontinyu dan diperbarui.
"Misalnya, sarana dan prasarana pendidikan khususnya fasilitas praktikum, yang tidak saja kurang secara kuantitas, tetapi juga kualitas dan teknologi yang digunakan yang tertinggal dari kebutuhan pasar kerja industri saat ini," katanya.
Disisi lain, saat ini guru SMK membutuhkan perhatian yang serius, karena keberadaan guru bidang produktif sangat penting dalam penguatan keterampilan siswa. Untuk itu perlu diberikan kecakapan baru agar bisa pegang mata pelajaran yang produktif," lanjut Muhadjir.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah M Arif Sambodo yang mewakili Gubernur Jawa Tengah, menyampaikan pihaknya telah mendorong pelaku industri untuk memanfaatkan program pendidikan vokasi industri.
"Karena mereka tidak perlu lagi susah cari tenaga kerja. Bahkan, bisa tanpa biaya rekrutmen dan training, sehingga lebih efisien dalam kondisi penuh persaingan saat ini," jelasnya.
Arif berharap, melalui program tersebut, SMK di Jawa Tengah akan memiliki standar mutu internasional.
"Karena program ini juga mengadopsi dual system dari negara-negara industri maju, yang akan ikut meningkatkan kualitas guru sekaligus memotivasi kreasi dan inovasi para siswa setelah lulus agar tidak canggung degan dunia kerja,"imbuhnya.
Pada periode 2017-2019, Kemenperin merancang sejumlah kegiatan untuk menyiapkan tenaga kerja industri tersertifikasi sebanyak 1.040.552 orang.
Selain melalui pembinaan dan pengembangan SMK yang link and match dengan industri, juga dilaksanakan Diklat 3in1 (pelatihan-sertifikasi-penempatan kerja), pemagangan industri, serta sertifikasi kompetensi.
Implementasi program-program tersebut dikolaborasikan dengan berbagai pemangku kepentingan terkait seperti Kadin, Kemenristekdikti, dan Kemenaker. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017