Gianyar (Antara Bali) - Ribuan umat Hindu di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali, Kamis mengikuti ritual "siat sampian" atau perang dengan menggunakan rangkaian janur untuk sesajen di Pura Samuan Tiga Bedulu.

"Tradisi ini ini dilakukan sebagai simbol memerangi adharma atau kejahatan di muka bumi," kata Ketua Adat Desa Bedulu I Wayan Patra.
    
Ia menjelaskan, sejak Kamis pagi, ribuan umat Hindu sudah berkumpul untuk mengikuti tradisi itu. Sebelumnya dimulai, masyarakat mengikuti upacara yang diberi nama "Nampiog", yakni ritual mengelilingi pura sambil menggerakkan tangan.
    
"Umat yang ikut upacara ini mesti 'diwinten' atau disucikan terlebih dahulu lewat prosesi Nampiog," katanya.
    
Setelah prosesi Nampiog, tahap berikutnya dilanjutkan dengan upacara "Ngombak". Pada upacara ini hanya diikuti wanita yang berjumlah 42 orang, serta laki-laki yang juga sudah disucikan berjumlah 309 orang.
    
"Pada upacara ini mereka berpegangan tangan satu sama lainnya, kemudian bergerak laksana ombak," kata Patra.
    
Setelah itu, kaum lelaki dan perempuan tersebut langsung mengambil "sampian" atau rangkaian janur untuk sesajen. Mereka kemudian saling pukul serta melempar sebagai simbol dari perang dengan menggunakan janur.
    
Mengenai makna yang terkandung dalam tradisi "Siat Sampian" ini, Patra menjelaskan, sampian merupakan lambang senjata milik Dewa Wisnu yang dipergunakan untuk memerangi adharma atau kejahatan dari muka bumi.
    
Selain simbol perang terhadap kejahatan, katanya, upacara Siat Sampian juga untuk merayakan bersatunya berbagai aliran dari umat Hindu di Bali.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011