Jakarta (Antara Bali) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan delegasi Amerika Serikat (AS) yang dipimpin Wakil Presiden Mike Pence akan membahas terkait polemik atas tuduhan dari Uni Eropa terhadap minyak sawit dan biodiesel Indonesia yang dianggap bermasalah.
"Ya tentu kita akan bahas mengenai masalah sawit juga," jawab Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani usai menghadiri diskusi forum energi di Jakarta Selatan, Kamis.
Secara detail, Rosan tidak menjelaskan pembicaraan seperti apa yang akan diperbincangan dalam membahas polemik minyak sawit di Indonesia saat ini.
Kadin dan Wapres AS dijadwalkan akan bertemu besok Jumat (21/4). Perkembangan isu sawit sebelumnya, ada langkah dari Parlemen Uni Eropa terhadap resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dianggap masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM.
Pemerintah Indonesia menilai Resolusi Parlemen Eropa tentang "Palm Oil and Deforestation of Rainforests" yang disahkan melalui pemungutan suara pada sesi pleno di Strasbourg 4 April 2017 mencerminkan tindakan diskriminatif minyak kelapa sawit.
"Tindakan diskriminatif ini berlawanan dengan posisi Uni Eropa sebagai 'champion of open, rules based free, and fair trade'," berdasarkan pernyataan pers dari Kementerian Luar Negeri, menanggapi Resolusi Parlemen Eropa tentang minyak sawit.
Menurut pemerintah RI, Resolusi Parlemen Eropa menggunakan data dan informasi yang tidak akurat dan akuntabel terkait perkembangan minyak kelapa sawit dan manajemen kehutanan di negara-negara produsen minyak sawit, termasuk Indonesia. Resolusi itu juga melalaikan pendekatan "multistakeholders".
Pemerintah Indonesia menekankan bahwa penanaman minyak sawit bukanlah penyebab utama kebotakan hutan atau deforestasi.
Berdasarkan kajian Komisi Eropa pada 2013, dari total 239 juta hektare lahan yang mengalami deforestasi secara global dalam kurun waktu 20 tahun, 58 juta hektare terdeforestasi akibat sektor peternakan (livestock grazing), 13 juta hektare akibat penanaman kedelai, delapan juta hektare dari jagung, dan enam juta hektare dari minyak sawit.
Dengan kata lain, total minyak sawit dunia hanya berkontribusi kurang lebih sebesar 2,5 persen terhadap deforestasi global.
Bahkan menurut Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita hal ini mengganggu perjanjian perdagangan antara Uni Eropa dan Indonesia. "Kalau hal itu memang terjadi, berarti adalah tantangan perang dagang, dan bukan Indonesia yang memulai," tegasnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Ya tentu kita akan bahas mengenai masalah sawit juga," jawab Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani usai menghadiri diskusi forum energi di Jakarta Selatan, Kamis.
Secara detail, Rosan tidak menjelaskan pembicaraan seperti apa yang akan diperbincangan dalam membahas polemik minyak sawit di Indonesia saat ini.
Kadin dan Wapres AS dijadwalkan akan bertemu besok Jumat (21/4). Perkembangan isu sawit sebelumnya, ada langkah dari Parlemen Uni Eropa terhadap resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dianggap masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM.
Pemerintah Indonesia menilai Resolusi Parlemen Eropa tentang "Palm Oil and Deforestation of Rainforests" yang disahkan melalui pemungutan suara pada sesi pleno di Strasbourg 4 April 2017 mencerminkan tindakan diskriminatif minyak kelapa sawit.
"Tindakan diskriminatif ini berlawanan dengan posisi Uni Eropa sebagai 'champion of open, rules based free, and fair trade'," berdasarkan pernyataan pers dari Kementerian Luar Negeri, menanggapi Resolusi Parlemen Eropa tentang minyak sawit.
Menurut pemerintah RI, Resolusi Parlemen Eropa menggunakan data dan informasi yang tidak akurat dan akuntabel terkait perkembangan minyak kelapa sawit dan manajemen kehutanan di negara-negara produsen minyak sawit, termasuk Indonesia. Resolusi itu juga melalaikan pendekatan "multistakeholders".
Pemerintah Indonesia menekankan bahwa penanaman minyak sawit bukanlah penyebab utama kebotakan hutan atau deforestasi.
Berdasarkan kajian Komisi Eropa pada 2013, dari total 239 juta hektare lahan yang mengalami deforestasi secara global dalam kurun waktu 20 tahun, 58 juta hektare terdeforestasi akibat sektor peternakan (livestock grazing), 13 juta hektare akibat penanaman kedelai, delapan juta hektare dari jagung, dan enam juta hektare dari minyak sawit.
Dengan kata lain, total minyak sawit dunia hanya berkontribusi kurang lebih sebesar 2,5 persen terhadap deforestasi global.
Bahkan menurut Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita hal ini mengganggu perjanjian perdagangan antara Uni Eropa dan Indonesia. "Kalau hal itu memang terjadi, berarti adalah tantangan perang dagang, dan bukan Indonesia yang memulai," tegasnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017