Jakarta (Antara Bali) - Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dicegah bepergian keluar negeri selama enam bulan ke depan.
"Sudah sejak kemarin malam Dirjen Imigrasi menerima Surat Permintaan Pencegahan untuk tidak bepergian keluar negeri atas nama bapak Setya Novanto dan langsung dimasukkan ke dalam Sistem Informasi dan Manajemen Keimigrasian untuk berlaku selama enam bulan," kata Direktur Jenderal Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie ketika dikonfirmasi Antara.
Namun Ronny tidak menjelaskan apakah permintaan pencegahan bepergian keluar negeri itu dilakukan berkaitan dengan status hukum Setnov.
"Sebaiknya bertanya ke penyidik KPK karena semua kompentensi dari penyidik KPK," ungkap Ronny.
Di dakwaan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Sugiharto dalam perkara korupsi pengadaan KTP Elektronik (KTP-E), nama Setnov sering muncul sebagai salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan KTP-E dengan total anggaran Rp5,95 triliun.
Setnov antara lain menghadiri pertemuan di hotel Gran Melia pada 2010 yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan Diah Anggraini yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Dalam pertemuan itu Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan KTP-E.
Pada Juli-Agustus 2010, ketika DPR mulai membahas Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, dan Nazaruddin yang dianggap sebagai representasi Partai Golkar dan Partai Demokrat yang dapat mendorong Komisi II menyetujui proyek pengadaan KTP-E.
Proses pembahasan akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan bayaran kepada anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Sebagai imbalan, Setya Novanto dan Andi Agustinus mendapat 11 persen atau Rp574,2 miliar sedangkan Partai Golkar mendapat Rp150 miliar.
Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga sudah menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan mantan anggota Komisi II dari fraksi Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam perkara ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Sudah sejak kemarin malam Dirjen Imigrasi menerima Surat Permintaan Pencegahan untuk tidak bepergian keluar negeri atas nama bapak Setya Novanto dan langsung dimasukkan ke dalam Sistem Informasi dan Manajemen Keimigrasian untuk berlaku selama enam bulan," kata Direktur Jenderal Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie ketika dikonfirmasi Antara.
Namun Ronny tidak menjelaskan apakah permintaan pencegahan bepergian keluar negeri itu dilakukan berkaitan dengan status hukum Setnov.
"Sebaiknya bertanya ke penyidik KPK karena semua kompentensi dari penyidik KPK," ungkap Ronny.
Di dakwaan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Sugiharto dalam perkara korupsi pengadaan KTP Elektronik (KTP-E), nama Setnov sering muncul sebagai salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan KTP-E dengan total anggaran Rp5,95 triliun.
Setnov antara lain menghadiri pertemuan di hotel Gran Melia pada 2010 yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan Diah Anggraini yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Dalam pertemuan itu Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan KTP-E.
Pada Juli-Agustus 2010, ketika DPR mulai membahas Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, dan Nazaruddin yang dianggap sebagai representasi Partai Golkar dan Partai Demokrat yang dapat mendorong Komisi II menyetujui proyek pengadaan KTP-E.
Proses pembahasan akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan bayaran kepada anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Sebagai imbalan, Setya Novanto dan Andi Agustinus mendapat 11 persen atau Rp574,2 miliar sedangkan Partai Golkar mendapat Rp150 miliar.
Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga sudah menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan mantan anggota Komisi II dari fraksi Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam perkara ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017