Sukoharjo (Antara Bali) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan
kembali agar politik dan agama disambungkan dalam konteks yang benar,
dan bukan dipisahkan sama sekali.
"Jadi, memang politik dan agama harus sambung dalam konteks yang benar. Jadi, kalau kebijakan dilandasi spiritualitas, moralitas, nilai-nilai pengabdian dan nilai-nilai lain yang diajarkan agama Islam, ya itulah sambungnya politik dan agama," kata Presiden Jokowi saat meresmikan masjid dan gedung Singo Ludiro di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu.
Presiden kembali mengemukakan keterkaitan agama dan politik, setelah 24 Maret 2017 meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, juga mengimbau masyarakat tidak mencampuradukkan antara politik dan agama.
"Dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," kata Presiden saat itu, Jumat (24/3).
Kali ini di Pondok Pesantren Singo Ludiro, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa yang dimaksudnya adalah politik dapat dilandasi nilai-nilai yang diajarkan dalam agama.
"Beberapa minggu lalu saya menyampaikan. Saya memperingatkan saat itu bahwa jangan mencampuradukkan antara politik dan agama. Apa maksudnya? Peringatan itu konteksnya adalah dalam rangka persatuan negara kita," ungkap Presiden Jokowi.
Presiden mengimbuhi, "Sekali lagi, dalam rangka persatuan negara kita. Jangan sampai agama dipolitisasi menjadi sebuah komoditas."
Dalam kaitan itu pula, Presiden menekankan bahwa bukan berarti memisahkan nilai-nilai agama dalam politik.
"Agama sangat penting dalam berpolitik. Misalnya, kita ingin membuat kebijakan, kalau tanpa dilandasi nilai agama, moralitas, kejujuran, pengabdian pada rakyat bangsa negara pasti luput kebijakan itu. Jadi, memang politik dan agama harus disambung dalam konteks yang benar," kata Presiden.
Sejumlah nilai pun disebutkan Presiden Jokowi agar melandasi politik, antara lain spiritualitas, moralitas, pengabdian dan sejumlah nilai lain yang diajarkan agama Islam.
"Jangan dibelokkan, masa politik tidak boleh dihubungkan dengan agama," ungkap Presiden.
Presiden juga berharap agar para santri di Pondok Pesantren Singo Ludiro selain memiliki pengetahuan dalam mengaji juga dapat mengembangkan pelatihan keterampilan.
"Agar juga bisa dikembangkan pendidikan dan pelatihan keterampilan, vokasional, pada para santri sehingga setelah selesai belajar di pondok, para santri juga memiliki bekal keterampilan yang bermanfaat saat memasuki masyarakat, memasuki dunia kerja yang ada," kata Presiden.
Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi ikut memberikan sumbangan kepada pondok pesantren yang tidak memunggut seluruh biaya pendidikan bagi para santrinya itu.
"Katanya Pak Menteri Agama memberi Rp150 juta, saya kan sudah juga kan? Lebih gede dari itu kan? Tapi, saya tambahi lagi sama kayak kemarin. Mboten tak sebut (tidak saya sebutkan), supaya bisa dipakai nanti untuk tambahan yang kurang-kurang," ucap Presiden Jokowi, sambil terkekeh, dan sontak disambut tawa dan tepuk tangan hadirin. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Jadi, memang politik dan agama harus sambung dalam konteks yang benar. Jadi, kalau kebijakan dilandasi spiritualitas, moralitas, nilai-nilai pengabdian dan nilai-nilai lain yang diajarkan agama Islam, ya itulah sambungnya politik dan agama," kata Presiden Jokowi saat meresmikan masjid dan gedung Singo Ludiro di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu.
Presiden kembali mengemukakan keterkaitan agama dan politik, setelah 24 Maret 2017 meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, juga mengimbau masyarakat tidak mencampuradukkan antara politik dan agama.
"Dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik," kata Presiden saat itu, Jumat (24/3).
Kali ini di Pondok Pesantren Singo Ludiro, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa yang dimaksudnya adalah politik dapat dilandasi nilai-nilai yang diajarkan dalam agama.
"Beberapa minggu lalu saya menyampaikan. Saya memperingatkan saat itu bahwa jangan mencampuradukkan antara politik dan agama. Apa maksudnya? Peringatan itu konteksnya adalah dalam rangka persatuan negara kita," ungkap Presiden Jokowi.
Presiden mengimbuhi, "Sekali lagi, dalam rangka persatuan negara kita. Jangan sampai agama dipolitisasi menjadi sebuah komoditas."
Dalam kaitan itu pula, Presiden menekankan bahwa bukan berarti memisahkan nilai-nilai agama dalam politik.
"Agama sangat penting dalam berpolitik. Misalnya, kita ingin membuat kebijakan, kalau tanpa dilandasi nilai agama, moralitas, kejujuran, pengabdian pada rakyat bangsa negara pasti luput kebijakan itu. Jadi, memang politik dan agama harus disambung dalam konteks yang benar," kata Presiden.
Sejumlah nilai pun disebutkan Presiden Jokowi agar melandasi politik, antara lain spiritualitas, moralitas, pengabdian dan sejumlah nilai lain yang diajarkan agama Islam.
"Jangan dibelokkan, masa politik tidak boleh dihubungkan dengan agama," ungkap Presiden.
Presiden juga berharap agar para santri di Pondok Pesantren Singo Ludiro selain memiliki pengetahuan dalam mengaji juga dapat mengembangkan pelatihan keterampilan.
"Agar juga bisa dikembangkan pendidikan dan pelatihan keterampilan, vokasional, pada para santri sehingga setelah selesai belajar di pondok, para santri juga memiliki bekal keterampilan yang bermanfaat saat memasuki masyarakat, memasuki dunia kerja yang ada," kata Presiden.
Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi ikut memberikan sumbangan kepada pondok pesantren yang tidak memunggut seluruh biaya pendidikan bagi para santrinya itu.
"Katanya Pak Menteri Agama memberi Rp150 juta, saya kan sudah juga kan? Lebih gede dari itu kan? Tapi, saya tambahi lagi sama kayak kemarin. Mboten tak sebut (tidak saya sebutkan), supaya bisa dipakai nanti untuk tambahan yang kurang-kurang," ucap Presiden Jokowi, sambil terkekeh, dan sontak disambut tawa dan tepuk tangan hadirin. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017