Nusa Dua (Antara Bali) - Badan PBB untuk pariwisata (UNWTO) mendukung terobosan Indonesia untuk menghitung turis yang datang dengan menggunakan Mobile Positioning Data (MPD) seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi.

Namun penggunaan MPD dalam statistik pariwisata disebutkan Director of the Tourism Market Trends Programme UNWTO John Kester di Nusa Dua, Bali, Kamis, harus didukung riset yang sangat kuat.

"Perlu riset yang kuat sehingga kita harus tahu siapa konsumen kita, bagaimana tren, dan bagaimana kompetisi yang terjadi," kata Kester dalam Workshop The Useof Mobile Positioning Data for Tourism Statistics di Nusa Dua, Bali.

Sebelumnya, pada 2 Februari 2017 Direktur Regional untuk Asia Pasifik UNWTO Xu Jing telah secara khusus mengirimkan surat kepada Kementerian Pariwisata RI untuk menyatakan dukungan kepada Indonesia dalam menggunakan MPD.

Dalam surat tersebut disebutkan bahwa semakin banyak destinasi wisata yang menggunakan konsep MPD dan Big Data dalam pengumpulan, kompilasi, dan analisis data pariwisata maka sudah saatnya Indonesia mengambil langkah serupa.

Maka lebih lanjut Kester menyarankan beberapa kunci sukses penerapan MPD khususnya di bidang pariwisata, selain riset yang kuat juga harus didukung strategi yang baik.

"Harus ada refleksi, diskusi, menetapkan obyek, rencana, eksekusi, dan evaluasi yang baik," katanya.

Faktor lain yang juga berpengaruh yakni bahwa penggunaan MPD juga harus didukung dengan edukasi terhadap sumber daya manusia pelaksana, kualitas, dan inovasi.

"Ide-ide, diversifikasi dan diferensiasi, tidak hanya dalam teknologi tapi juga model bisnis, disain, layanan, dan lain-lain," katanya.

Big data MPD merupakan metode penghitungan wisman melalui pencatatan penggunaan roaming telekomunikasi yang diaktifkan wisatawan sehingga dianggap unggul karena real time, cepat, tepat, cakupan luas, dan murah.

Menteri Pariwisata Arief Yahya pada kesempatan yang sama mengatakan metode ini membantu Indonesia dalam menjawab tantangan sebagai negara kepulauan yang memiliki banyak titik perbatasan.

"Proses pengolahan data ini dapat digunakan untuk tiga aspek yang disebut 3P yaitu Performance, Promotion, dan Projection. MPD digunakan untuk mengukur Performance, sementara Big Data digunakan untuk Promotion dan Projection," katanya.

Indonesia menggunakan MPD sejak 2016 untuk mencatat wisman lintas batas di pintu-pintu perbatasan yang belum memiliki Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) sehingga BPS semakin mudah mengumpulkan data wisman di perbatasan.

Dari 29 kabupaten yang terletak di perbatasan sebanyak 19 di antaranya belum memiliki TPI.

Ke depan metodologi tersebut tidak sekadar akan diimplementasikan di wilayah perbatasan bagi wisman tapi juga untuk meningkatkan kualitas data untuk wisatawan nusantara (wisnus), penggunaan untuk sektor lain seperti perdagangan, perhubungan, pertahanan dan keamanan, dan lain-lain.

President of State Society for the Management of Innovation and Tourism Technologies (SEGITTUR) Antonio López de Ávila pada kesempatan yang sama berbagi pengalaman terkait kesuksesan Spanyol menerapkan MPD.

"Spanyol sangat sukses dalam penghitungan pariwisata, kita punya 75 juta turis bahkan total 116 juta wisman datang ke negara kita," kata pria asal Spanyol itu.

Penggunaan MPD di Spanyol diterapkan sejak 2013 untuk mengontrol pergerakan wisatawan sekaligus bagaimana memetakan pariwisata.

"Dari pariwisata kita menghasilkan 78 juta Euro dan Spanyol menjadi negara ketiga yang mendapatkan income terbesar dari pariwisata," katanya.

Selain Spanyol beberapa negara lain yang sukses menerapkan penggunaan big data MPD untuk menghitung wisatawannya yakni Estonia, Belgia, dan Belanda. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Hanni Sofia Soepardi

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017