Legian (Antara Bali) - Bagi wisatawan yang pernah berkunjung ke Bali,
pasti tidak asing dengan beragam makanan khas Pulau Dewata seperti ayam
betutu, sate lilit, nasi campur ayam, atau rujak kuah pindang.
Namun, bagi wisatawan Muslim mencari makanan halal di Bali seringkali menjadi tantangan tersendiri, karena masyarakat Bali yang mayoritas menganut agama Hindu pasti memilih mengolah hidangan dari daging babi daripada daging sapi yang dianggap sebagai hewan suci bagi umat Hindu.
Dalam perburuan mencari kuliner halal di Pulau Dewata, menyantap makanan khas Timur Tengah bisa menjadi pilihan, salah satunya di "Layali Halal Lebanese Restaurant and Shisha Lounge".
Terletak di Jalan Raya Legian Kaja, Bali, restoran yang dibuka sejak 2010 menawarkan berbagai sajian khas karya juru masak atau "chef" asli Lebanon, Ziad Mzannar.
Ziad menuturkan bahwa ide awal pembukaan bisnis Layali Restaurant bermula dari kegelisahan si pemilik, Hamid Ismail yang menyukai wisata Pulau Dewata, namun hampir tidak bisa menemukan rumah makan yang menyediakan hidangan halal khas Arab.
"Itulah yang mengilhaminya untuk memperkenalkan makanan eksotis Lebanon di sini," tutur Ziad kepada Antara.
Tidak hanya menceritakan awal berdirinya restoran, chef yang telah tujuh tahun tinggal di Bali itu pun memberi kesempatan Antara mencicipi makanan asal negeri yang berbatasan langsung dengan Laut Mediterania itu.
Sebagai hidangan pembuka, Ziad memilihkan hummus dan rocca salad yang termasuk menu "cold appetizer" atau hidangan pembuka dingin.
Hummus adalah olahan dari kacang garbanzo atau lebih dikenal masyarakat Indonesia dengan kacang arab, yang dihaluskan dengan pasta wijen, kemudian diberi sedikit minyak zaitun dan bubuk paprika di atasnya.
Disajikan untuk cocolan roti gandum tipis panggang Lebanon yang mirip dengan roti pita, hummus memiliki tekstur lembut seperti selai kacang namun dengan rasa yang gurih dan sedikit berminyak.
Sedangkan rocca salad merupakan salah satu sajian menu sayuran yang mengkombinasikan daun rocca (Eruca sativa) sebagai bahan utama dengan potongan tomat, umbi bit yang telah direbus, kemudian ditambahkan minyak zaitun dan perasan jeruk lemon sebagai dressing.
Rasa salad yang cenderung asam dan segar, ditambah sensasi "semwriwing" dari daun rocca, sengaja ditonjolkan oleh sang chef untuk mengundang selera makan.
Masuk ke hidangan pembuka, Antara disuguhi aneka daging dan sayuran panggang yang menjadi menu favorit para pengunjung Layali Restaurant yakni "assorted skewer plate".
Daging ayam, daging kambing, paprika hijau, jamur kancing, bawang merah, kentang, serta "kofta chicken" atau olahan daging ayam giling dicampur dengan wortel, dipanggang dengan menggunakan sedikit minyak.
Minyak yang digunakan untuk memasak hidangan Lebanon selain dipastikan 100 persen halal juga harus rendah kolesterol, ucap Ziad.
Cara masak yang dapat dikatakan irit bumbu dan minyak, nyatanya justru dapat menonjolkan rasa gurih-asin dari jus yang ada dalam daging panggang.
Sementara "kofta chicken" memiliki rasa yang cukup berbeda karena tambahan beberapa rempah seperti masala, ketumbar, dan jahe.
Sepiring daging dan sayuran panggang tersebut disajikan lengkap dengan saus bawang putih yang merupakan resep asli warga Lebanon.
Untuk minuman, chef Ziad memberikan "lemon fresh mint" yang sesuai namanya merupakan campuran daun mint segar, perasan lemon, air, dan sedikit gula yang diblender menjadi satu.
Minuman berwarna hijau pekat ini memiliki rasa yang segar, terutama jika dinikmati pada siang hari yang terik. Namun, rasa daun mint yang biasanya hanya dinikmati samar-samar sebagai campuran teh atau minuman soda, menjadi begitu kental dan terlalu "berlebihan" aromanya.
60 Persen Dalam Negeri
Meskipun mengusung konsep restoran Timur Tengah, lengkap dengan desain interior dan perabot seperti bantal duduk serta kelambu, ternyata tidak semua bahan yang digunakan dalam pengolahan makanan harus diimpor.
Mulai dari bahan utama seperti daging, minyak, margarin, hingga sayuran 60 persen menggunakan produksi dalam negeri. Untuk bumbu dan kacang-kacangan, Ziad mengaku harus mengimpor dari negaranya untuk menjaga autensititas rasa hidangan Lebanon.
"Karena saya Muslim dan restoran ini mempromosikan kuliner halal, kami memastikan semua bahan makanan yang diolah telah memiliki sertifikat halal. Bahkan saya punya pemasok khusus daging untuk menjamin kehalalan daging yang saya masak," ungkap Ziad.
Juru masak yang berpengalaman lebih dari 20 tahun itu mengatakan bahwa pengunjung restorannya cukup beragam, tidak hanya turis Timur Tengah tetapi juga dari Australia, Eropa, dan wisatawan lokal Indonesia.
Saat musim liburan, Layali yang dalam bahasa Lebanon berarti malam, bisa dikunjungi hingga 80-100 orang per hari.
Restoran ini bahkan memperoleh predikat empat bintang dari situs wisata terbesar dunia, TripAdvisor. Hal ini tidak mengagetkan mengingat kompetitor restoran yang menyediakan menu khas Timur Tengah di Bali masih cukup terbatas.
Selain kemiripan rasa, harga yang ditawarkan untuk setiap menu cukup beragam mulai dari Rp11 ribu-Rp40 ribu untuk minuman, Rp25 ribu-Rp140 ribu untuk makanan pembuka, sup, dan makanan penutup, serta Rp64 ribu-Rp320 ribu untuk makanan utama.
Ziad mengaku akan terus melanjutkan usaha kulinernya di Bali, selain karena kecintaannya kepada Indonesia, juga untuk menarik lebih banyak turis Timur Tengah yang jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan turis Asia maupun Australia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Namun, bagi wisatawan Muslim mencari makanan halal di Bali seringkali menjadi tantangan tersendiri, karena masyarakat Bali yang mayoritas menganut agama Hindu pasti memilih mengolah hidangan dari daging babi daripada daging sapi yang dianggap sebagai hewan suci bagi umat Hindu.
Dalam perburuan mencari kuliner halal di Pulau Dewata, menyantap makanan khas Timur Tengah bisa menjadi pilihan, salah satunya di "Layali Halal Lebanese Restaurant and Shisha Lounge".
Terletak di Jalan Raya Legian Kaja, Bali, restoran yang dibuka sejak 2010 menawarkan berbagai sajian khas karya juru masak atau "chef" asli Lebanon, Ziad Mzannar.
Ziad menuturkan bahwa ide awal pembukaan bisnis Layali Restaurant bermula dari kegelisahan si pemilik, Hamid Ismail yang menyukai wisata Pulau Dewata, namun hampir tidak bisa menemukan rumah makan yang menyediakan hidangan halal khas Arab.
"Itulah yang mengilhaminya untuk memperkenalkan makanan eksotis Lebanon di sini," tutur Ziad kepada Antara.
Tidak hanya menceritakan awal berdirinya restoran, chef yang telah tujuh tahun tinggal di Bali itu pun memberi kesempatan Antara mencicipi makanan asal negeri yang berbatasan langsung dengan Laut Mediterania itu.
Sebagai hidangan pembuka, Ziad memilihkan hummus dan rocca salad yang termasuk menu "cold appetizer" atau hidangan pembuka dingin.
Hummus adalah olahan dari kacang garbanzo atau lebih dikenal masyarakat Indonesia dengan kacang arab, yang dihaluskan dengan pasta wijen, kemudian diberi sedikit minyak zaitun dan bubuk paprika di atasnya.
Disajikan untuk cocolan roti gandum tipis panggang Lebanon yang mirip dengan roti pita, hummus memiliki tekstur lembut seperti selai kacang namun dengan rasa yang gurih dan sedikit berminyak.
Sedangkan rocca salad merupakan salah satu sajian menu sayuran yang mengkombinasikan daun rocca (Eruca sativa) sebagai bahan utama dengan potongan tomat, umbi bit yang telah direbus, kemudian ditambahkan minyak zaitun dan perasan jeruk lemon sebagai dressing.
Rasa salad yang cenderung asam dan segar, ditambah sensasi "semwriwing" dari daun rocca, sengaja ditonjolkan oleh sang chef untuk mengundang selera makan.
Masuk ke hidangan pembuka, Antara disuguhi aneka daging dan sayuran panggang yang menjadi menu favorit para pengunjung Layali Restaurant yakni "assorted skewer plate".
Daging ayam, daging kambing, paprika hijau, jamur kancing, bawang merah, kentang, serta "kofta chicken" atau olahan daging ayam giling dicampur dengan wortel, dipanggang dengan menggunakan sedikit minyak.
Minyak yang digunakan untuk memasak hidangan Lebanon selain dipastikan 100 persen halal juga harus rendah kolesterol, ucap Ziad.
Cara masak yang dapat dikatakan irit bumbu dan minyak, nyatanya justru dapat menonjolkan rasa gurih-asin dari jus yang ada dalam daging panggang.
Sementara "kofta chicken" memiliki rasa yang cukup berbeda karena tambahan beberapa rempah seperti masala, ketumbar, dan jahe.
Sepiring daging dan sayuran panggang tersebut disajikan lengkap dengan saus bawang putih yang merupakan resep asli warga Lebanon.
Untuk minuman, chef Ziad memberikan "lemon fresh mint" yang sesuai namanya merupakan campuran daun mint segar, perasan lemon, air, dan sedikit gula yang diblender menjadi satu.
Minuman berwarna hijau pekat ini memiliki rasa yang segar, terutama jika dinikmati pada siang hari yang terik. Namun, rasa daun mint yang biasanya hanya dinikmati samar-samar sebagai campuran teh atau minuman soda, menjadi begitu kental dan terlalu "berlebihan" aromanya.
60 Persen Dalam Negeri
Meskipun mengusung konsep restoran Timur Tengah, lengkap dengan desain interior dan perabot seperti bantal duduk serta kelambu, ternyata tidak semua bahan yang digunakan dalam pengolahan makanan harus diimpor.
Mulai dari bahan utama seperti daging, minyak, margarin, hingga sayuran 60 persen menggunakan produksi dalam negeri. Untuk bumbu dan kacang-kacangan, Ziad mengaku harus mengimpor dari negaranya untuk menjaga autensititas rasa hidangan Lebanon.
"Karena saya Muslim dan restoran ini mempromosikan kuliner halal, kami memastikan semua bahan makanan yang diolah telah memiliki sertifikat halal. Bahkan saya punya pemasok khusus daging untuk menjamin kehalalan daging yang saya masak," ungkap Ziad.
Juru masak yang berpengalaman lebih dari 20 tahun itu mengatakan bahwa pengunjung restorannya cukup beragam, tidak hanya turis Timur Tengah tetapi juga dari Australia, Eropa, dan wisatawan lokal Indonesia.
Saat musim liburan, Layali yang dalam bahasa Lebanon berarti malam, bisa dikunjungi hingga 80-100 orang per hari.
Restoran ini bahkan memperoleh predikat empat bintang dari situs wisata terbesar dunia, TripAdvisor. Hal ini tidak mengagetkan mengingat kompetitor restoran yang menyediakan menu khas Timur Tengah di Bali masih cukup terbatas.
Selain kemiripan rasa, harga yang ditawarkan untuk setiap menu cukup beragam mulai dari Rp11 ribu-Rp40 ribu untuk minuman, Rp25 ribu-Rp140 ribu untuk makanan pembuka, sup, dan makanan penutup, serta Rp64 ribu-Rp320 ribu untuk makanan utama.
Ziad mengaku akan terus melanjutkan usaha kulinernya di Bali, selain karena kecintaannya kepada Indonesia, juga untuk menarik lebih banyak turis Timur Tengah yang jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan turis Asia maupun Australia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017