Denpasar (Antara Bali) - Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Provinsi Bali, Komang Gede Subudi, menilai pernyataan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait rencana Reklamasi Teluk Benoa itu terlalu tendensius.

"Rekomendasi lembaga tersebut terkait perencanaan Reklamasi Teluk Benoa (RTB), Nomor 354/K/PMT/II/2017 tertanggal 28 Februari 2017, yang ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Kapolri dan Gubernur Bali," kata Ketua Umum BIPPLH, Komang Gede Subudi, di sela kunjungan Komisi VII DPR RI ke Provinsi Bali, Senin.

Dalam rekomendasi itu, Komnas HAM meminta kepada pihak terkait untuk tidak melanjutkan proyek reklamasi, karena lembaga negara itu menemukan tidak adanya upaya menghormati adat istiadat di Bali dan keputusan pemuka agama Hindu, serta indikasi adanya intimidasi dan kriminalisasi serta pembungkaman terhadap aktivis yang menolak reklamasi. Pernyataan itu disampaikan Komisioner Komnas HAM Siane Indriani dalam konperensi pers di Bali, 5 Maret lalu.

Menurut Komang Gede Subudi, rekomendasi itu menunjukkan lembaga tersebut terlalu tendensius dalam menyikapi pengaduan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) kepada Komnas HAM pada tanggal 27 Juni 2016.

Untuk itu, pihaknya mengharapkan Komnas HAM sebagai lembaga negara yang kredibel agar tidak bersikap atau mudah memberikan komentar seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), sehingga lembaga tersebut memiliki parameter yang jelas sesuai fakta-fakta yang ada di lapangan serta sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku.

"Hal itu sebagai upaya menghindari adanya pandangan buruk terhadap lembaga tersebut, karena lembaga itu begitu dengan mudahnya memberikan komentar yang memicu konflik dalam masyarakat," ujar Gede Subudi.

Selain itu, pihaknya meminta Komnas HAM mengeluarkan pernyataan mengedukasi, menyejukkan dan meredam masyarakat sehingga mampu mewujudkan Pulau Dewata yang "Shanti" atau damai, serta lembaga tersebut tidak membuat kerusuhan dan pernyataan terhadap pesanan kelompok tertentu.

Pihaknya merasa keberatan terhadap pernyataan itu, karena BIPPLH sebagai mitra aktif pembangunan selama ini mengetahui apa yang terjadi pada lokasi tersebut dan sekitarnya.

"Sementara ini kami mengantongi pelanggaran kecil maupun besar yang dilengkapi dengan data pendukungnya," ujar Gede Subudi.

Untuk itu, pihaknya juga akan melaporkan hal itu sebagai perimbangan informasi yang berdasarkan fakta dan landasan hukum yang jelas sesuai dengan lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia.

"Dalam laporan tersebut harus diperjelas siapa yang dikriminalisasi maupun siapa yang hilang," katanya.

Dengan demikian, pihaknya mengajak semua komponen untuk berdialog memikirkan dan mencari solusi yang dihadapi Pulau Dewata. "Bali patut dipikirkan bersama karena setiap orang berhak dan berkewajiban memikirkan masa depan Bali yang lebih baik," ujar Gede Subudi.

Selain itu, pihaknya berharap tidak ada kelompok masyarakat paling mengaku kredibel atas nama masyarakat Bali.

Sementara masyarakat Bali tidak mungkin menyerahkan masa depannya kepada kelompok yang belum paham maupun kurang dipercaya.

"Mari berpikir jernih dan bijak untuk bisa menghargai pendapat orang lain untuk mewujudkan Bali yang berbudaya maju dan santhi," ujar Gede Subudi. (WDY)

Pewarta: Pewarta : Wayan Artaya

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017