Mangupura (Antara Bali) - Dinas Perikanan Kabupaten Badung, Bali, mengintensifkan program "Blue Economy" atau mendaur ulang limbah ikan untuk menjadi nilai tambah pendapatan masyarakat pesisir (nelayan) di daerah itu.

"Kami telah memprogramkan kawasan `Blue Economy` sejak Tahun 2016 dan saat ini sedang kami galakkan kembali," kata Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Badung I Made Badra di Mangupura, Sabtu.

Menurut dia, "Blue Economy" adalah bagaimana meningkatkan kawasan minapolitan menjadi basis bisnis untuk masyarakat pesisir, dimana pemerintah mendukung pembangunan infrastruktur seperti pembangunan dermaga yang representatif dan membuat pantai menjadi indah.

Selain itu, konsep "Blue Economy" ini mengajarkan bagaimana menciptakan produk nir-limbah (zero waste) dan diolah lebih baik, sehingga mencegah ancaman kerentanan pangan serta krisis energi (fossil fuel).

"Upaya ini akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir, mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan serta mengubah kelangkaan menjadi kelimpahan," ujarnya.

Ia juga mengakui, pemerintah juga membantu menyediakan sarana dan prasarana untuk pengolahan limbah itu kepada masing-masing kelompok nelayan dan kelompok pemasar dengan nominal Rp60 juta per kelompok pengolah tersebut.

Badra mengakui, sudah ada enam kelompok nelayan yang melakukan pengolahan atau daur ulang limbah ikan ini dan sudah beroperasional dengan baik di Badung, seperti pengolahan rumput laut di Pantai Pandawa, Desa Kutuh.

Selain itu, ada kelompok pemindangan ikan di Abiansemal, kelopok daur ulang kerang di Desa Tuban dan pengolahan biji mangrove di Jimbaran. "Kalau mereka ada rumah kemasan untuk pengelolaan limbah daur ulang itu, kami juga bantu untuk penguatan permodalannya," katanya.

Namun, apabila kelompok nelayan itu memerlukan almari pendingin (freezer) pemerintah siap membantu sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Ia mencontohkan, saat nelayan mendapat ikan kemudian disimpan di pendingin atau "coolstorage" dan dijual ke sejumlah rumah makan atau cafe. Kemudian, limbah dari cafe itu dicari untuk dikeringkan atau didaur ulang oleh masyarakat pesisir dengan pendampingan pemerintah untuk dibuat "scrub" atau lulur.

"Ini yang sudah kami lakukan, sehingga limbah ikan itu menjadi nilai ekonomis yang kemudian dibawa ke tempat Spa dan ini yang sedang kami galakkan," ujarnya.

Badra mencontohkan, pendampingan yang secara mudah dilakukan pemerintah apabila nelayan setempat juga memiliki rumah makan atau cafe sendiri sehingga secara tidak langsung limbah yang dihasilkan langsung diolah sendiri.

"Ini yang lebih bagus, karena kami dapat melakukan pendampingan kepada nelayan hingga ia dapat menjual hasil olahan limbahnya sendiri dan menjadi nilai tambah untuk nelayan setempat," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Made Surya

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017