Jakarta (Antara Bali) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
siap menindak para wajib pajak yang belum melaporkan harta dan aset
dengan benar seusai berakhirnya program amnesti pajak.
"DJP akan melanjutkan pengumpulan dan analisis data pihak ketiga serta menambah jumlah pegawai untuk melakukan pemeriksaan," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Kamis.
Hestu menjelaskan penegakkan hukum ini dilakukan sesuai dengan amanat Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak, terutama bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak dan wajib pajak yang sudah ikut namun belum mengungkap seluruh harta.
Ia memastikan wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program amnesti pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan.
"Sedangkan, bagi wajib pajak yang telah ikut, namun masih menyembunyikan harta lainnya, maka apabila harta tersebut ditemukan maka akan dikenakan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta denda 200 persen," tambah Hestu.
Hestu mengharapkan para wajib pajak yang belum mengikuti amnesti pajak segera mengikuti program ini sebelum berakhir pada 31 Maret 2017, agar tidak terkena sanksi yang telah tercantum dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Ia memastikan jumlah peserta amnesti berpotensi meningkat dari peserta amnesti pajak saat ini 691.022 wajib pajak, karena jumlah wajib pajak yang telah wajib menyerahkan SPT PPh Penghasilan adalah 29,3 juta.
Dia mengingatkan era keterbukaan informasi akan dimulai pada 2018 bersamaan dengan berlakunya Automatic Exchange of Information (AEoI), yang berarti data keuangan di 100 negara siap dibuka untuk keperluan perpajakan, termasuk data perbankan, pasar modal dan industri keuangan lainnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"DJP akan melanjutkan pengumpulan dan analisis data pihak ketiga serta menambah jumlah pegawai untuk melakukan pemeriksaan," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Kamis.
Hestu menjelaskan penegakkan hukum ini dilakukan sesuai dengan amanat Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak, terutama bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak dan wajib pajak yang sudah ikut namun belum mengungkap seluruh harta.
Ia memastikan wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program amnesti pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan.
"Sedangkan, bagi wajib pajak yang telah ikut, namun masih menyembunyikan harta lainnya, maka apabila harta tersebut ditemukan maka akan dikenakan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta denda 200 persen," tambah Hestu.
Hestu mengharapkan para wajib pajak yang belum mengikuti amnesti pajak segera mengikuti program ini sebelum berakhir pada 31 Maret 2017, agar tidak terkena sanksi yang telah tercantum dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Ia memastikan jumlah peserta amnesti berpotensi meningkat dari peserta amnesti pajak saat ini 691.022 wajib pajak, karena jumlah wajib pajak yang telah wajib menyerahkan SPT PPh Penghasilan adalah 29,3 juta.
Dia mengingatkan era keterbukaan informasi akan dimulai pada 2018 bersamaan dengan berlakunya Automatic Exchange of Information (AEoI), yang berarti data keuangan di 100 negara siap dibuka untuk keperluan perpajakan, termasuk data perbankan, pasar modal dan industri keuangan lainnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017