Denpasar (Antara Bali) - Otoritas Jasa Keuangan mencatat kredit bermasalah untuk bank perkreditan rakyat (BPR) di Bali meningkat 2,22 persen selama tahun 2016 dari 2,69 persen pada tahun 2015 menjadi 4,91 persen.
Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Zulmi, di Denpasar, Selasa, menjelaskan meski terjadi kenaikan kredit bermasalah di BPR, namun pihaknya melihat pengelolaan pemberian kredit dan kemampuan debitur semakin baik apabila ditinjau secara triwulan.
Meningkatnya persentase kredit bermasalah BPR itu diprediksi terjadi akibat masih melemahnya situasi ekonomi yang berdampak terhadap pelunasan kredit nasabah kepada perbankan.
Zulmi menjelaskan triwulan ketiga tahun 2016, kredit bermasalah atau "non performing loan" (NPL) BPR di Bali sempat menyentuh angka 5,25 persen.
"Dalam tiga bulan terakhir mereka berupaya keras untuk melakukan pembinaan debitur sehingga debitur yang mengalami kesulitan sudah mulai membaik sehingga mampu melunasi ke bank," katanya.
OJK optimistis tingkat NPL tahun 2017 untuk BPR akan lebih rendah dengan tetap meminta perbankan untuk melakukan prinsip kehati-hatian dan analisa yang cermat kepada calon debitur sebelum menyalurkan pembiayaan.
Meski demikian, NPL BPR di Bali selama 2016 yang mencapai 4,91 persen itu masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata NPL nasional yang mencapai 6,09 persen.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa industri perbankan di Provinsi Bali telah melaksanakan fungsinya dengan baik dan berhati-hati," ucap Zulmi.
Selama tahun 2016, BPR di Bali menyalurkan kredit sebesar Rp9 triliun atau naik 9,10 persen dibandingkan dengan tahun 2015.
Porsi realisasi kredit BPR itu di antaranya disalurkan untuk modal kerja yang mencapai Rp4,4 triliun, investasi Rp1,1 triliun dan konsumsi mencapai Rp3,3 triliun.
Tahun 2017, OJK mengharapkan perbankan, baik BPR maupun bank umum, lebih meningkatkan alokasi penyaluran kredit untuk sektor produktif, termasuk pelaku UMKM dalam memberikan pemerataan pembiayaan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Zulmi, di Denpasar, Selasa, menjelaskan meski terjadi kenaikan kredit bermasalah di BPR, namun pihaknya melihat pengelolaan pemberian kredit dan kemampuan debitur semakin baik apabila ditinjau secara triwulan.
Meningkatnya persentase kredit bermasalah BPR itu diprediksi terjadi akibat masih melemahnya situasi ekonomi yang berdampak terhadap pelunasan kredit nasabah kepada perbankan.
Zulmi menjelaskan triwulan ketiga tahun 2016, kredit bermasalah atau "non performing loan" (NPL) BPR di Bali sempat menyentuh angka 5,25 persen.
"Dalam tiga bulan terakhir mereka berupaya keras untuk melakukan pembinaan debitur sehingga debitur yang mengalami kesulitan sudah mulai membaik sehingga mampu melunasi ke bank," katanya.
OJK optimistis tingkat NPL tahun 2017 untuk BPR akan lebih rendah dengan tetap meminta perbankan untuk melakukan prinsip kehati-hatian dan analisa yang cermat kepada calon debitur sebelum menyalurkan pembiayaan.
Meski demikian, NPL BPR di Bali selama 2016 yang mencapai 4,91 persen itu masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata NPL nasional yang mencapai 6,09 persen.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa industri perbankan di Provinsi Bali telah melaksanakan fungsinya dengan baik dan berhati-hati," ucap Zulmi.
Selama tahun 2016, BPR di Bali menyalurkan kredit sebesar Rp9 triliun atau naik 9,10 persen dibandingkan dengan tahun 2015.
Porsi realisasi kredit BPR itu di antaranya disalurkan untuk modal kerja yang mencapai Rp4,4 triliun, investasi Rp1,1 triliun dan konsumsi mencapai Rp3,3 triliun.
Tahun 2017, OJK mengharapkan perbankan, baik BPR maupun bank umum, lebih meningkatkan alokasi penyaluran kredit untuk sektor produktif, termasuk pelaku UMKM dalam memberikan pemerataan pembiayaan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017