Mengenakan busana adat Bali belasan mahasiswa di lingkungan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Bali ikut ambil bagian dalam lomba bernuansa seni budaya serangkaian memeriahkan Hari Saraswati, hari turunnya ilmu pengetahuan.

Selama tiga hari terakhir, baik wanita maupun pria berbaur melakukan persiapan membuat berbagai jenis banten untuk dipersembahkan di tempat suci (pura) kampus setempat, sebagai aplikasi dari matakuliah yang dipelajarinya.

Kegiatan tersebut antara lain lomba membuat gebogan, rangkaian janur, buah dan kue yang ditata sedemikian rupa menyerupai kerucut yang menekankan unsur seni dan keindahan.

"Demikian pula membuat menu masakan khas Bali sate lilit dan ngelawar yang mampu menambah keterampilan dan keahlian mahasiswa," tutur Rektor IKIP PGRI Bali Dr. I Made Suarta, SH.M,Hum.

Lewat momentum Hari Raya Saraswati berbagai kegiatan yang digelar itu bisa menjadi bisnis usaha kreatif yang bisa dijual, minimal dalam lingkungan kampus.

Demikian pula pelaksanaan ujian tata rias bagi mahasiswa merupakan usaha untuk mendukung pelestarian seni budaya.

Semua kegiatan dalam momentum hari raya Saraswati itu sangat berkaitan dengan unit kegiatan mahasiswa, terutama dalam bidang seni budaya.

Hari Raya Saraswati kali ini jatuh pada Sabtu, 21 Maret 2017 yang merupakan hari istimewa bagi umat Hindu, khususnya para siswa dan mahasiswa di Pulau Dewata.

Hampir semua sekolah mulai dari taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi pada hari istimewa itu tidak melakukan proses belajar-mengajar.

Murid dan seluruh siswa beserta gurunya dengan mengenakan busana adat Bali tetap datang ke sekolah untuk melaksanakan persembahyaangan di tempat suci sekolah masing-masing.

Hal itu menunjukkan kesungguhan mereka dalam memperingati hari suci Saraswati yang jatuh setiap enam bulan atau 210 hari sekali.

Dewi Saraswati

Direktur Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr I Ketut Sumadi menjelaskan, ilmu pengetahuan dalam perspektif Hindu disimbolkan dengan sosok feminim Dewi Saraswati.

Sering juga disebut Bhatari Saraswati, sakti (kekuatan) Dewa Brahma, manifestasi Hyang Widhi sebagai pencipta alam semesta beserta isinya.

Dari semua mahluk yang tercipta di dunia manusia menjadi mahluk paling utama karena memiliki kemampuan berfikir dan mempunyai banyak akal untuk bertahan hidup.

Patung Dewi Saraswati, wanita cantik seperti umumnya dipajangkan di halaman masing-masing sekolah di Bali merupakan lambang dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi buruan dari setiap umat manusia.

"Wanita cantik" yang penuh arti simpati dan berwibawa, memiliki empat tangan masing-masing memegang keropak (mendalami ilmu pengetahuan), bunga teratai (lambang kesucian), genitri (belajar seumur hidup) serta alat musik (ilmu pengetahuan itu indah dan berirama).

Dewi Saraswati diibaratkan seorang perempuan cantik, menarik, mempesona, atau mungkin juga selalu menggoda jika dipandang dengan akal-akalan.

Berkat bekal akal dan fikiran itulah, manusia selalu tergoda ingin tahu tentang berbagai hal di dunia, baik yang skala (nyata) maupun niskala (tidak nyata).

Oleh sebab itu Dewi Saraswati dititahkan oleh Dewa Brahma memberi anugerah kesaktian (ilmu) kepada manusia untuk memenuhi sifat ingin tahunya, sehingga anugerah itu disebut dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam konteks itu, Saraswati sesungguhnya simbol dari diri manusia sendiri yang `sakti` penuh dengan kekuatan ilmu pengetahuan yang bersifat mengalir seperti air memenuhi dahaga keingintahuannya.

Cantik tidaknya seseorang, tergantung kemampuan mengaplikasikan hakekat ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.

Berbagai benda atau produk material, beraneka jenis perangkat teknologi canggih dijadikan tolok ukur kemajuan ilmu pengetahuan.

Bahkan para ilmuwan sampai sekarang masih berdebat tentang pengetahuan asal-usul manusia dikaitkan dengan ciri-ciri keindahan atau kecantikan fisik.

Cara memandang `Saraswati`, kini bisa dijadikan tolok ukur keluhuran peradaban manusia. Setiap zaman memiliki ilmu pengetahuan sebagai `tanda` menjadi `penanda` manusia berfikir dan berolah akal-budi menyikapi persoalan hidup. Berbagai persoalan hidup itu menyangkut agama, sosial budaya, pendidikan, ekonomi, politik, atau keamanan dirinya.

Dalam peradaban teknologi canggih, kini `Dewi Saraswati` kerap menjadi rebutan antara negara maju dengan negeri terbelekang maupun antara orang kaya dan miskin, ujar Ketut Sumadi. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017