Jakarta (Antara Bali) - Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) menolak rencana pengaturan lembaga penyiaran khusus yang ada pada naskah revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang dibahas di DPR.
"Kami menolak rencana tentang lembaga penyiaran khusus karena bisa menimbulkan bias. Lembaga penyiaran khusus ini untuk siapa?" tanya anggota KNRP Lestari Nurhayati di Jakarta, Kamis.
Lestari khawatir lembaga penyiaran khusus justru akan mendorong penyalahgunaan kewenangan dan frekuensi milik publik. Apalagi bila arah dari lembaga penyiaran khusus itu adalah kapitalisasi yang jelas-jelas akan merugikan publik sebagai pemilik frekuensi.
"Siapa yang berwenang terhadap lembaga penyiaran publik dan bagaimana nanti pengaturannya? Justru yang perlu dipikirkan saat ini adalah aturan tentang media yang sudah dimiliki oleh pemerintah daerah, lembaga negara dan TNI/Polri," tuturnya.
Di sisi lain, Lestari juga menyoroti aturan tentang lembaga penyiaran komunitas yang harus berbadan hukum dan kemungkinan pengembangan usaha yang ada pada naskah revisi Undang-Undang yang sedang dibahas di DPR.
Menurut Lestari, keharusan berbadan hukum akan menyulitkan komunitas-komunitas pemilik lembaga penyiaran. Apalagi, beberapa komunitas kemungkinan juga tidak paham dengan badan hukum.
"Keberadaan lembaga penyiaran komunitas secara moral lebih kepada kepentingan masyarakat. Keharusan berbadan hukum, apalagi kemungkinan pengembangan usaha, bisa mengarah pada kapitalisasi. Jangan ada kapitalisasi pada lembaga penyiaran komunitas," katanya.
Komisi I DPR tengah membahas revisi Undang-Undang Penyiaran. Pembahasan di tingkat komisi sudah hampir rampung dan naskah revisi Undang-Undang akan segera diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk harmonisasi.
Setelah harmonisasi di Baleh selesai, naskah revisi Undang-Undang akan dibahas di rapat paripurna untuk disahkan sebagai rancangan undang-undang dan selanjutnya dibahas bersama pemerintah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Kami menolak rencana tentang lembaga penyiaran khusus karena bisa menimbulkan bias. Lembaga penyiaran khusus ini untuk siapa?" tanya anggota KNRP Lestari Nurhayati di Jakarta, Kamis.
Lestari khawatir lembaga penyiaran khusus justru akan mendorong penyalahgunaan kewenangan dan frekuensi milik publik. Apalagi bila arah dari lembaga penyiaran khusus itu adalah kapitalisasi yang jelas-jelas akan merugikan publik sebagai pemilik frekuensi.
"Siapa yang berwenang terhadap lembaga penyiaran publik dan bagaimana nanti pengaturannya? Justru yang perlu dipikirkan saat ini adalah aturan tentang media yang sudah dimiliki oleh pemerintah daerah, lembaga negara dan TNI/Polri," tuturnya.
Di sisi lain, Lestari juga menyoroti aturan tentang lembaga penyiaran komunitas yang harus berbadan hukum dan kemungkinan pengembangan usaha yang ada pada naskah revisi Undang-Undang yang sedang dibahas di DPR.
Menurut Lestari, keharusan berbadan hukum akan menyulitkan komunitas-komunitas pemilik lembaga penyiaran. Apalagi, beberapa komunitas kemungkinan juga tidak paham dengan badan hukum.
"Keberadaan lembaga penyiaran komunitas secara moral lebih kepada kepentingan masyarakat. Keharusan berbadan hukum, apalagi kemungkinan pengembangan usaha, bisa mengarah pada kapitalisasi. Jangan ada kapitalisasi pada lembaga penyiaran komunitas," katanya.
Komisi I DPR tengah membahas revisi Undang-Undang Penyiaran. Pembahasan di tingkat komisi sudah hampir rampung dan naskah revisi Undang-Undang akan segera diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk harmonisasi.
Setelah harmonisasi di Baleh selesai, naskah revisi Undang-Undang akan dibahas di rapat paripurna untuk disahkan sebagai rancangan undang-undang dan selanjutnya dibahas bersama pemerintah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017