Denpasar (Antara Bali) - Dinas Sosial Provinsi Bali mencatat sebanyak 11 mayat telantar masih menjadi "pekerjaan rumah" pemprov setempat untuk ditanggung proses kremasinya.
"Kami akan mengkremasi kalau mayat-mayat tersebut sudah beres urusannya, termasuk terkait kepentingan di ranah kepolisian," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Nyoman Wenten, di Denpasar, Rabu.
Hingga saat ini, ujar dia, 11 mayat telantar tersebut masih dititipkan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar.
"Tahun 2016, Pemprov Bali sudah memfasilitasi kremasi untuk 27 mayat telantar. Namun untuk ritual selanjutnya kami masih menunggu proses kremasi dari 11 mayat telantar yang masih berada di Sanglah," ujarnya.
Menurut Wenten, kalau 11 mayat telantar sudah dikremasi, rencananya akan dilakukan ritual "Pengabenan" digabung dengan 27 yang sudah dikremasi terlebih dahulu. "Namun, kami harus mencari dewasa (hari baik) dulu sebelum dilakukan Pengabenan tersebut," ucapnya.
Dia menambahkan, penyebab telantarnya mayat-mayat tersebut bervariasi, ada yang meninggal di rumah sakit, namun kemudian tidak ada yang bertanggung jawab dan ada juga yang ditemukan di jalanan.
"Tetapi sebelumnya kami minta kepolisian untuk terlebih dahulu supaya menyelidiki dengan tuntas. Kalau sudah `clear` barulah kami ambil," ucapnya.
Kalau identitas mayat telantar seperti KTP-nya masih ada, pihaknya akan berkoordinasi dengan forum agama terkait untuk menyelenggarakan ritual kematian sesuai dengan agama yang dianut.
"Sedangkan kalau identitas mayat tidak bisa ditemukan, maka akan diupacarai menurut agama Hindu. Hal ini sesuai dengan agama mayoritas masyarakat Bali," katanya.
Wenten mengatakan langkah Pemprov Bali bertanggung jawab terhadap keberadaan mayat-mayat telantar ini sudah dilakukan sejak empat tahun terakhir.
"Hal ini sesuai dengan filosofi Tri Hita Karana (tiga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan). Bagaimanapun kita harus menjaga kesucian setiap jengkal tanah Bali. Kalau tidak pemerintah yang mengambil peran, siapa lagi," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Kami akan mengkremasi kalau mayat-mayat tersebut sudah beres urusannya, termasuk terkait kepentingan di ranah kepolisian," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Nyoman Wenten, di Denpasar, Rabu.
Hingga saat ini, ujar dia, 11 mayat telantar tersebut masih dititipkan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar.
"Tahun 2016, Pemprov Bali sudah memfasilitasi kremasi untuk 27 mayat telantar. Namun untuk ritual selanjutnya kami masih menunggu proses kremasi dari 11 mayat telantar yang masih berada di Sanglah," ujarnya.
Menurut Wenten, kalau 11 mayat telantar sudah dikremasi, rencananya akan dilakukan ritual "Pengabenan" digabung dengan 27 yang sudah dikremasi terlebih dahulu. "Namun, kami harus mencari dewasa (hari baik) dulu sebelum dilakukan Pengabenan tersebut," ucapnya.
Dia menambahkan, penyebab telantarnya mayat-mayat tersebut bervariasi, ada yang meninggal di rumah sakit, namun kemudian tidak ada yang bertanggung jawab dan ada juga yang ditemukan di jalanan.
"Tetapi sebelumnya kami minta kepolisian untuk terlebih dahulu supaya menyelidiki dengan tuntas. Kalau sudah `clear` barulah kami ambil," ucapnya.
Kalau identitas mayat telantar seperti KTP-nya masih ada, pihaknya akan berkoordinasi dengan forum agama terkait untuk menyelenggarakan ritual kematian sesuai dengan agama yang dianut.
"Sedangkan kalau identitas mayat tidak bisa ditemukan, maka akan diupacarai menurut agama Hindu. Hal ini sesuai dengan agama mayoritas masyarakat Bali," katanya.
Wenten mengatakan langkah Pemprov Bali bertanggung jawab terhadap keberadaan mayat-mayat telantar ini sudah dilakukan sejak empat tahun terakhir.
"Hal ini sesuai dengan filosofi Tri Hita Karana (tiga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan). Bagaimanapun kita harus menjaga kesucian setiap jengkal tanah Bali. Kalau tidak pemerintah yang mengambil peran, siapa lagi," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017