Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengaku menemukan indikasi sejumlah kepala desa yang sengaja memanipulasi data jumlah penduduk miskin di wilayah masing-masing dengan harapan bisa mendapatkan bantuan lebih banyak dari pemerintah.

"BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa) perlu kembali ngumpulin para kades, untuk menyadarkan para kepala desa bahwa dengan `mark-up` data kemiskinan bisa masuk penjara karena tindakan itu berdampak merugikan keuangan negara," kata Pastika pada saat menerima pemaparan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, di Denpasar, Selasa.

Orang nomor satu di Bali itu menemukan indikasi manipulasi jumlah KK miskin yang dilakukan para kades tersebut saat melakukan peninjauan ke Kabupaten Buleleng pada Senin (26/12). Di kabupaten paling utara Pulau Bali itu, sedikitnya 16 desa mengalami peningkatan jumlah KK miskin, padahal sebelumnya telah disasar program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu (Gerbangsadu) Mandara dari Pemprov Bali.

Dia mencontohkan, di Desa Alasangker, Kabupaten Buleleng, jumlah rumah tangga sasaran (RTS) meningkat 200 KK, jika melihat perbandingan antara jumlah RTS hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 dengan jumlah RTS berdasarkan Pemuktahiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015.

Jika berdasarkan data PPLS 2011 ada 612 RTS, meningkat menjadi 812 RTS berdasarkan hasil PBDT 2015 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik.

Pastika mengatakan dari hasil komunikasi dengan sejumlah kepala desa dalam pertemuan tersebut, ada yang memang sengaja menaikkan angka kemiskinan untuk mendapatkan bantuan sosial lebih banyak dari pemerintah.

"Oleh karena itu, kami harapkan SKPD dapat memberikan pemahaman yang lebih realistis bagaimana sesungguhnya menghitung angka kemiskinan," ujarnya.

Pihaknya menduga dalam pemuktahiran data kemiskinan banyak terjadi "mark-up" dan tidak hanya di Buleleng. Kalau saja data kemiskinan yang disajikan berdasarkan fakta yang sesungguhnya di lapangan, Pastika optimistis angka kemiskinan Bali bisa di bawah 4,25 persen.

"Paling tidak tingkat kemiskinan menjadi empat persen karena berbagai program sudah kami luncurkan. Coba kalau data kemiskinan di seluruh Bali bisa dikoreksi, kami bisa lebih baik dibandingkan DKI Jakarta," katanya.

Dia lantas menginstruksikan pada SKPD terkait untuk melakukan pengecekan ke desa-desa, terutama untuk desa dengan kenaikan jumlah RTS yang signifikan di Kabupaten Buleleng, Karangasem dan Bangli, apalagi data dari BPS sudah lengkap nama dan alamatnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Bali Ketut Lihadnyana mengatakan peningkatan jumlah RTS berdasarkan data PBDT 2015 disebabkan karena berbagai faktor.

Diantaranya pada PPLS 2011 kemungkinan masih banyak data RTS yang tercecer. Sedangkan pada PBDT 2015, datanya berasal dari desa sendiri berdasarkan hasil musyawarah di desa. Di samping itu, dalam metode pengambilan data di lapangan kadangkala masih ada kesan "like and dislike" dari unsur aparat desa.

Peningkatan jumlah KK miskin, lanjut Lihadnyana, juga disebabkan karena garis kemiskinan yang dinaikkan. Dulu saat PPLS 2011 menggunakan 30 persen penduduk dengan pendapatan terendah, sedangkan pada PBDT 2015 dinaikkan garis kemiskinan dengan menggunakan 40 persen penduduk dengan penghasilan terendah. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016