Demam sekaligus keresahan terhadap permainan Pokemon Go saat ini melanda berbagai kalangan, tidak hanya di Indonesia, bahkan di berbagai wilayah di seluruh di dunia.
Di Indonesia, permainan Pokemon Go yang diproduksi oleh Nintendo dan Niantic dengan memanfaatkan teknologi global positioning system (GPS) tersebut makin populer tatkala media mainstream, terutama televisi, ikut menghebohkannya. Keuntungan yang fantastis pun mereka dapatkan.
Tengok saja misalnya di berbagai kawasan, seperti Pantai Losari di Makasar, orang berjubel bermain untuk mendapatkan beratus bahkan beribu Pokemon untuk meningkatkan level yang mereka masing-masing telah peroleh. Kepiawaian produser dengan iming-iming hadiah seolah mampu membius para pemburu monster Pokemon ke berbagai kawasan, termasuk di berbagai objek vital negara.
Kenyataan itulah yang akhirnya membuat para pejabat yang berwenang mulai dari Polri, TNI, Istana Kepresidenan RI, hingga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi serta berbagai pejabat lainnya melarang secara resmi anggota serta karyawannya bermain Pokemon Go. Alasan mereka, antara lain, mengganggu kinerja karyawan, berpotensi membahayakan keamanan nasional, dan kebocoran rahasia negara.
Peremainan Pokemon Go yang seolah-olah heboh bila kita saksikan di media sosial serta media massa berdasarkan pengamatan kasar sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan. Indikatornya di berbagai kawasan, terutama di perkampungan, bahkan di lingkungan kampus pun permainan tersebut belum menjadi pembicaraan hangat sehari-hari. Pembicaraan menyangkut meninggalnya gembong teroris Poso Santosa, vaksin palsu, mahalnya harga-harga, serta hal lain yang sejenis terasa lebih hangat.
Namun, heboh permainan Pokemon Go yang telanjur terekspose di berbagai media disertai larangan oleh berbagai pejabat, baik dalam negeri maupun luar negeri, tetap saja perlu diwaspadai serta menjadi persoalan yang tidak bisa disepelekan. Permainan Pokemon Go yang di kalangan para penggemarnya jauh tampak lebih penting serta populer dibanding simbol-simbol pemersatu bangsa. Hal ini cukup memprihatinkan.
Di tengah kepedulian pemerintah serta berbagai komponen bangsa lainnya untuk membumikan kembali bunyi serta arti Sumpah Pemuda, bunyi serta makna sila-sila Pancasila, hingga budaya gotong royong agar kembali menjadi ruh bangsa, terutama anak-anak muda, tersapu oleh permainan Pokemon Go dengan bersaing secara egois berebut level guna mendapatkan iming-iming hadiah, yang sangat individualis.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pun tampaknya belum mampu mengantisipasi perkembangan teknologi di balik permainan tersebut. Belum lagi, bila kekhawatiran pemanfaatan Pokemon Go sebagai alat mata-mata benar adanya.
Melihat kenyataan itu, berbagai kalangan yang peduli terhadap masa depan bangsa perlu merenung sembari bertanya, apa yang sebaiknya dilakukan mengahapi euforia permainan Pokemon Go tersebut? Apa serta bagaimana para pejabat negara serta para elite bangsa lainnya menghadapi kenyataan yang sudah telanjur terjadi tersebut?
Budaya Massa
Teknologi internet yang sudah terkategori sebagai media massa, terlebih setelah terkolaborasi dengan media massa mainstream, secara teori tentu terkait dengan Threeple M. Teori. Berdasarkan teori tersebut, media massa selalu membawa serta media culture (budaya media massa), yang akhirnya melahirkan mass culture (budaya massa). Bila teori ini yang kita pedomani, tidak perlu khawatir oleh dampak yang ditimbulkannya.
Selain, bersifat sangat temporer yang segera berganti oleh budaya pop lain yang dipopulerkan media massa selanjutnya, sifat manusia yang selalu ingin tahu, terutama terhadap sesuatu yang baru, bisa saja akan segera melupakannya.
Namun, mengabaikannya begitu saja, tentu bukanlah hal yang bijaksana. Berbagai ahli teknologi informasi serta programmer information technology (IT) yang jumlah serta kapasitasnya makin banyak di Indonesia saat ini, tidak boleh tinggal diam begitu saja. Para pejabat serta pebisnis yang berwenang serta sangat peduli terhadap masa depan bangsa, bisa menciptakan hal yang serupa, bahkan lebih canggih dan menarik. Yang lebih penting adalah mengaitkannya dengan jiwa nasionalisme.
Mengaktualisasikan kembali kisah-kisah kepahlawanan, misalnya, bila kemasan serta penampilannya menarik tentu akan banyak kalangan muda serta yang lainnya mengakses serta memainkannya. Selain menguntungkan secara bisnis bagi produsennya, tentu akan bermanfaat bagi masa depan anak-anak muda khususnya, serta kepentingan bangsa dan negara pada umumnya.
Secara jujur harus kita akui, relatif banyak prestasi baik oleh para pahlawan maupun mereka yang sedang berkarya saat ini, yang kurang terliput oleh media massa mainstream. Melalui penciptaan permainan sejenis dan berkolaborasi dengan media massa popular khususnya televisi, niscaya permainan yang lebih fungsional dibanding Pokemon Go akan menjadi popular dan digemari, bahkan bisa saja menginternasional.
Penciptaan Pasar
Relatif banyak orang, terutama yang mencari mudahnya mengatakan, "Berikan apa yang diingini banyak orang (give the public what they wants)."
Mereka itulah yang cenderung hanya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan demi keuntungan tanpa mempedulikan dampak negatif yang mungkin saja terjadi.
Akan lebih baik bila pemikiran yang fatalistik tersebut kita ubah menjadi "berikan apa yang dibutuhkan banyak orang" (give the public what they needs). Dengan keyakinan penuh bahwa pasar itu bisa diciptakan, antara lain, dengan menyajikan sesuatu yang bermanfaat, menarik, dan digemari banyak orang sehingga akhirnya, toh, menguntungkan juga.
Pilihanya ada dua, memilih yang mudah seolah menguntungkan meski sebenarnya berpotensi membuat banyak orang terpuruk, atau berakit-rakit ke hulu, bersakit-sakit dahulu, hingga menghasilkan sesuatu yang akhirnya, toh, akan diminati banyak orang, bermanfaat bagi masa depan mereka sekaligus menguntungkan secara bisnis dan moral.
Belajar dari popularitas serta kekhawatiran terhadap permainan Pokemon Go, berbagai pihak yang kompeten serta memiliki kapasitas serta kapabilitas sekaligus peduli terhadap kepentingan generasi muda sebaiknya mulai memikirkan dan segera menciptakan karya nyata baik sejenis, bahkan yang lebih canggih, menarik, dan bermanfaat dalam meningkatkan rasa nasionalisme yang saat ini sedang digalakkan kembali.
Menciptakan serta menyajikan sesuatu yang sesuai dengan tren sekaligus memanfaatkan pesatnya perkembangan teknologi informasi akan jauh lebih fungsional karena pada hakikatnya teknologi itu tidak dilawan karena akan percuma. Akan tetapi, dimanfaatkan secara maksimal.
Pada era keterbukaan serta informasi saat ini, memberikan informasi yang informatif dan edukatif sekaligus memberikan hiburan yang sehat mutlak perlu dilakukan. Dengan membuat masyarakat, khususnya generasi muda, cukup informasi (well informed), mereka akan mampu membandingkan antara sesuatu yang bermanfaat atau sebaliknya. Dengan bekal itu, mereka akan mampu memilih sekaligus memilah berbagai hal sekaligus menyaringnya demi kepentingan serta masa depannya.
Menjadikan masyarakat melek informasi hingga saatnya kelak masyarakat kita sampai pada tataran masyarakat informasi yang salah satu indikatornya menjadikan informasi sebagai kebutuhan pokok. Hal ini perlu terus-menerus diupayakan.
Dengan menyajikan informasi yang menarik serta bermanfaat, pelan namun pasti akan menggeser kebiasaan masyarakat yang saat ini cenderung mengejar hiburan kepada pencarian dan pengejaran informasi yang informatif. Hal ini diharapkan berpengaruh pula terhadap pemilihan informasi serta pemilihan hiburan yang sehat dan bermanfaat. (WDY)