Denpasar (Antara Bali) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mendatangi gedung DPRD Provinsi Bali guna melakukan jajak pendapat mengenai Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan tentang pembatasan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan.
Ketua HNSI Cabang Tabanan I Ketut Arsana Yasa di Denpasar, Jumat mengatakan paska dikeluarkan Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015 yang mengatur mengenai pembatasan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan sangat memberatkan para nelayan.
Kedatangan rombongan HNSI tersebut diterima Ketua DPRD Provinsi Bali I Nyoman Adi Wiryatama, Ketua Komisi II DPRD Bali, I Ketut Suwandhi didampingi oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Bali Tjok Gede Asmara Putra dan Sekretaris Komisi II DPRD Bali I Made Budastra serta Kadis Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali Ir I Made Gunaja.
Arsana mengatakan dengan adalanya peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut sangatlah sulit untuk menangkap lobster sesuai dengan Permen KP Nomor 1 Tahun 2015.
HNSI mendesak untuk mencabut Permen KP Nomor 1 Tahun 2015 yang mengatur mengenai pembatasan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan.
"Peraturan tersebut kami nilai tidak berpihak kepada para nelayan dan terkesan sepihak tanpa adanya kajian dan sosialisasi kepada nelayan, karena itu kami lewat anggota Dewan mengajukan aspirasi untuk mencabutnya," katanya.
Arsana menyatakan sejak tahun 2009 hasil tangkapan nelayan beruapa lobster mengalami peningkatan, yakni 400-600 kg per bulan. Dalam dua tahun terakhir nelayan lobster mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dimana hasil tangkapan nelayan lobster setiap bulannya mencapai 1,4-2 ton dengan ukuran lobster 100-300 gram mencapai 96 persen.
Untuk ukuran lobster 100 hingga 200 gram yang menempati posisi 87 persen dari 97 persen hasil tangkapan nelayan lobster.
"Hasil dari tangkapan lobster sangat menjanjikan kehidupan perekonomian para nelayan lobster. Dimana, negara Tiongkok, Hongkong, dan Taiwan sebagai negara yang membeli dengan harga mahal lobster ukuran 100-300 gram dan merupakan permintaan terbanyak," katanya.
Karena menurut Arsana, yang mendominasi tangkapan dari para nelayanan lobster di Bali dibawah ukuran 200 gram yang kemudian bersebrangan dengan peraturan Kementerian Perikanan dan Kelautan yang memperbolehkan menangkap lobster dengan ukuran di atas 200 gram.
Berlakunya Permen KP No.1/2015 tentunya sangat membebankan nelayan lobster, kepiting dan rajungan. Pembatasan tangkapan tersebut sesuai dengan regulasi yang dikelurkan oleh Menteri Perikanan dan Kelautan bukan saja membebankan para nelayan, tetapi berpengaruh besar terhadap kesejahteraan para nelayan yang menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan lobster, kepiting dan rajungan.
"Kami sangat berharap DPRD Bali sebagai wakil dari rakyat untuk memperjuangkan aspirasi kami, karena nelayan lobster dan kepiting telah mati. Perjuangkan hak-hak kami dan memohon untuk mencabut kembali Permen KP Nomor 1/2015," ujarnya.
Seusai jajak pendapat dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama mengatakan dengan adanya Permen KP Nomor 1/2015 para nelayan khususnya diwilayah Badung, Tabanan dan Jembrana sangat membebankan para nelayan tersebut.
Karena peraturan dari Kementerian dan Kelautan mengatur mengenai besaran dari hasil tangkapan lobster yang di ekspor ke luar negeri. Para Nelayan Lobster, Kepiting dan Rajungan merasa keberatan atas Permen KP No. 1/2015. Karena harga pasaran lebih tertarik kepada ukuran lobster (baby lobster) 100-200 gram. Dengan adanya peraturan ini telah memutus mata rantai kehidupan para nelayan lobster tersebut.
"Aspirasi dari HNSI akan disampaikan kepada pihak eksekutif, Kementerian terkait, dan DPR RI untuk menyikapi mengenai keluhan yang disampaikan para nelayan. Karena saya melihat potensi lobster yang dimiliki sangat membantu perekonomian dari nelayan," katanya. (WDY)
HNSI Datangi Gedung DPRD Bali
Jumat, 30 Januari 2015 20:13 WIB