Denpasar (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali melakukan koordinasi untuk mencegah penyebaran virus cacar monyet atau dikenal Monkeypox dengan komunitas biseksual di Pulau Dewata, mengingat rata-rata kasus di Indonesia terjadi pada orang dengan HIV dan orientasi biseksual.
“Sosialisasi dan komunikasi sudah dilakukan tim dinkes, kita sudah koordinasi dengan komunitasnya (pemilik orientasi biseksual, Red) bila ada yang bergejala agar melaporkan ke fasilitas kesehatan terdekat,” kata Kepala Dinkes Bali I Nyoman Gede Anom saat dikonfirmasi di Denpasar, Senin.
Dalam keterangannya, Anom mengatakan belum ada laporan kasus cacar monyet di Bali, namun berkaca dari kasus yang terjadi di luar Bali, pihaknya mencoba antisipasi terhadap kelompok masyarakat yang berpotensi terjangkit.
Saat ini jumlah populasi yang memiliki orientasi biseksual lelaki seks lelaki (LSL) di Bali sebanyak 4.868 orang berdasarkan data Dinkes Bali sampai dengan Oktober 2023, di mana 240 orang diantaranya positif HIV.
Baca juga: Menkes sebut cacar monyet tidak akan menular sepesat COVID-19
“Seluruh unit fasilitas pelayanan kesehatan di Bali mulai dari tingkat puskesmas, rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta sudah mendapat sosialisasi penanganan monkeypox sehingga siap melakukan penanganan apabila ada kasus monkeypox,” ujarnya.
Anom menjelaskan, di negara endemis, penularan virus ini ke manusia dapat terjadi melalui gigitan atau cakaran hewan, mengolah daging hewan liar, kontak langsung dengan cairan tubuh atau bahan lesi, atau kontak tidak langsung melalui benda yang terkontaminasi.
Cacar monyet merupakan emerging zoonosis yang disebabkan oleh virus MPXV, pertama kali ditemukan tahun 1958 di Denmark ketika ada dua kasus seperti cacar pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian.
Untuk penularan ke manusia terjadi melalui kontak langsung dengan hewan ataupun manusia yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut.
Virus masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang luka atau terbuka walaupun tidak terlihat, saluran pernapasan, atau selaput lendir (mata, hidung, atau mulut).
Baca juga: Kemenkes: Kasus cacar monyet di Indonesia mencapai 3.600 kasus
“Masa inkubasi cukup panjang dari tertular sampai muncul gejala bisa 3-21 hari tersering 6-10 hari,” sebut Anom.
Untuk pencegahannya di masyarakat umum, Anom meminta agar menghindari kontak langsung atau provokasi hewan penular cacar monyet yang diduga terinfeksi seperti hewan pengerat, marsupial, primata non-manusia baik mati atau hidup.
Selain itu hindari mengonsumsi atau menangani daging yang diburu dari hewan liar (bush meat), membiasakan konsumsi daging yang sudah dimasak dengan benar, dan menggunakan APD lengkap saat menangani hewan terinfeksi.
“Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit agar segera memeriksakan dirinya jika mengalami gejala dan menginformasikan riwayat perjalanannya. Vaksinasi baru di lakukan di Jakarta pada populasi khusus,” ujar Anom.
Sebelumnya di Jakarta, Sabtu (11/11) Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa sejauh ini sudah ada 42 kasus cacar monyet di Tanah Air, di mana yang terjangkit tersebar di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.