Jakarta (ANTARA) - Anggota tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Nicholay Aprilindo menyebutkan tiga landasan hukum dalam membenarkan perlindungan bagi para saksi dalam gugatan pemilihan presiden 2019.
Nicholay di Jakarta, Senin (17/6) menyebut tiga landasan hukum berdasarkan kerawanan para saksi dari ancaman pihak luar, sehingga perlu perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Karena saksi-saksi merupaakan satu alat bukti yang cukup signifikan yang dapat mengungkapkan berbagai kejadian dan tidakan yang terjadi pada saat pemilu, khusunya dari pilpres," ujar Nicholay.
Landasan hukum pertama adalah Pasal 28 G ayat (1) Undang-undang Dasar 1945, yang menyebut setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Selanjutnya, Pasal 29 dan 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang keduanya mengatur hak bagi setiap warga negara mendapat perlindungan diri.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan "International Covenant on Civil and Political Rights" atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang berlaku di seluruh dunia terhadap perlindungan hak sipil politik seseorang.
Kendati demikian, usaha meminta perlindungan para saksi BPN kepada LPSK terbentur Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, yang memberi perlindungan terkait perkara pidana.
"Tetapi harus dilihat bahwa dalam pelanggaran pemilu atau kecurangan atau gugatan, disamping secara administratif ada tindakan pidana yang perlu diungkap. Sehingga, tidak menutup kemungkinan LPSK memberikan jaminan hak asasi maupun korban," papar Nicholay.
Sebelumnya, tim hukum BPN pada Jumat (14/6) mendatangi LPSK dan menemui lima komisioner untuk mengajukan permohonan perlindungan saksi.
Langkah tersebut terbentur perundang-undangan yang menyebut saksi yang berhak mendapat perlindungan terkait perkara pidana.
Namun, LPSK kemudian mengajukan persyaratan kepada tim kuasa hukum BPN untuk mendapatkan surat resmi dari Mahkamah Konstitusi.