Mangupura (Antaranews Bali) - Kementerian Pertanian mengenalkan inovasi penanganan dan pengolahan komoditas hortikultura pascapanen dalam konferensi internasional di Bali untuk menekan kerugian bagi petani, masyarakat dan pelaku usaha.
"Kalau dengan teknologi penyimpanan yang baik saat tidak panen, pasokan hasil panen tetap ada sehingga tidak membuat gejolak harga," kata Kepala Balai Besar Penelitian Pascapanen Pertanian Prof Risfaheri usai membuka konferensi internasional terkait proses dan penanganan hasil pertanian pascapanen di Kuta, Bali, Rabu.
Menurut dia, komoditas hortikultura merupakan produk yang rentan mengalami kerugian karena memiliki daya tahan tidak lama apabila tidak dibarengi dengan inovasi berupa pengembangan teknologi pertanian khususnya pascapanen.
Dia menjelaskan teknologi memperpanjang daya tahan itu merupakan elemen terpenting untuk memenuhi kebutuhan tidak hanya pasar dalam negeri tetapi juga ekspor karena produk hortikultura Indonesia memiliki potensi besar memenuhi pasar mamcanegara.
Di beberapa daerah, kata dia, telah memiliki percontohan untuk inovasi teknologi terbaru komoditas seperti produk cabai di Magelang dan bawang merah di Sumatera Barat.
Selain itu beberapa produk hortikuktura Indonesia juga memasuki pasar ekspor di antaranya mangga, salak dan manggis.
Senada dengan Risfaheri, Peneliti Utama Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Kementerian Pertanian Prof Sri Widowati menambahkan inovasi teknologu pertanian yang dikembangkan di antaranya "controlled athmosphere storage" (CAS) dan "instore drying".
Dia menjelaskan CAS dilakukan dengan modifikasi internal lingkungan penyimpanan komoditas di antaranya seperti cabai melalui teknik pengendalian temperatur dan kelembaban.
"Dengan teknologi CAS yang kami punya, itu (daya tahan) bisa dua bulan atau lebih," katanya.
Sedangkan inovasi baru lainnya yakni "instore drying" merupakan sistem pengeringan-penyimpanan dengan mengatur kondisi sesuai kondisi optimal untuk proses pengeringan-penyimpanan bawang merah.
Menurut dia, dalam ruangan "instore drying" itu dilengkapi para-para atau rak penyimpanan terbuat dari bambu untuk bawang merah dan terdapat sirkulasi udara yang baik.
Ia menyebutkan proses pengeringan bawang melalui "instore drying" tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan penjemuran secara konvensional yang dilakukan para petani.
Sri Widowati mengharapkan inovasi tersebut dapat diserap para peserta konferensi baik dalam dan luar negeri mulai dari peneliti, akademisi, mahasiswa dan praktisi dari lembaga pemerintahan dan swasta atau pelaku usaha.
Dalam konferensi internasional 29-31 Agustus 2018 itu dihadiri sejumlah pembicara yang merupakan ahli bidang terkait di antaranya dari Indonesia, Prancis, Irlandia, Inggris, Taiwan, Malaysia, Jepang, Thailand, Singapura dan Australia.
"Kami sebagai lembaga litbang pertanian bisa berbagi informasi termasuk mereka yang dari luar negeri dan para pelaku usaha. Kami harap hasil penelitian ini bisa diminati dunia usaha," ucapnya. (WDY)