Keindahan Bali yang dahulu disebut-sebut sebagai 'paradise island' atau pulau surgawi, yang ditandai sungai berair bening mengalir dan bentangan alam menghijau (tanpa sampah), serasa menjadi mimpi masa lalu yang perlahan-lahan mulai meredup.
Kesadaran sekaligus kekhawatiran akan banyaknya sampah di Bali, sempat mencuat ketika ada pemberitaan dari Majalah Times tahun 2008, terkait keluhan keberadaan sampah.
Melalui pemberitaan berjudul: "Holidays in Hell: Bali's Ongoing Woes", akhirnya membuat semua pihak tergerak untuk melakukan aksi riil sebagai wujud kecintaan terhadap Pulau Bali.
"Saat pemberitaan Majalah Times itu terbit, saya masih mahasiswa. Namun mau tak mau ikut tergerak, sehingga kemudian timbul gagasan untuk menjaga Pulau Bali dari sampah plastik, dengan jalan yang tidak menggurui masyarakat," ungkap Co-Founder TrashStock Festival, Hendra Arimbawa.
Akhirnya pada tahun 2015, digagas dan direalisasikan "TrashStock Festival" yang memadukan komponen musik, artistik dan plastik. Tahun 2017, tema yang diangkat adalah 'pariwisata berkelanjutan' dengan menargetkan anak-anak muda sebagai sasaran edukasi.
Mereka dapat menjadi jembatan penyampaian edukasi dampak keberadaan dari sampah plastik ini bagi lingkungan. Lambat laun, ia mengharap masyarakat memahami tentang bahaya laten dari sampah plastik.
"Target yang ingin dicapai tentu saja ingin mengembalikan Pulau Bali sebagai paradise island, yang terbebas dari sampah plastik. Dan, program membebaskan Bali dari sampah plastik, sama sekali bukan program pemerintah atau titipan dari pihak manapun. Langkah ini murni merupakan dukungan terhadap Bali sebagai tanah kelahiran," ucapnya.
Disinggung soal lokasi "TrashStock Festival" di Desa Guwang, Gianyar pada 26-27 Agustus itu, Hendra menyatakan lokasi itu dipilih, karena kawasan pedesaan yang itu memiliki keunikan sebagai objek wisata. Salah satunya, kawasan wisata "Hidden Canyon Beji Guwang" yang memiliki panorama menakjubkan.
TrashStock Festival juga diramaikan penampilan sejumlah musisi dan grup band yang turut menghentak pada pagelaran musiknya, seperti, Navicula, ZIO, Nuansa Hijau, Okky Ade Candra, Bayow, Mercy Band, Mata Jendela, Matilda, Matajiwa, Nuansa Hijau, Okky Ade Candra, Rastafara Cetamol dan White Swan.
Metode Plastikologi
Made Bayak, salah satu pendukung festival, sekaligus mewakili unsur seni menyebutkan, terpilihnya Guwang sebagai lokasi perhelatan TrashStock memiliki tujuan untuk mendekatkan acara kepada desa dan masyarakat.
Jadi, anak-anak muda serta komunitas juru pemantau jentik (Jumantik) akan terlibat bersama masyarakat desa lain untuk mendukung TrashStock Festival itu.
"Sehari setelah Hari Raya Saraswati, kegiatan Banyu Pinaruh yang melibatkan 50 orang relawan menjadi kegiatan yang mengawali TrashStock. Kami bersama-sama melakukan pembersihan sungai di Desa Guwang, mengingat dalam kepercayaan kami bahwa air merupakan sarana pembersihan," ujar Bayak.
Desa Guwang yang terletak di Kecamatan Batubulan, Kabupaten Gianyar, belakangan memang mulai meroket sebagai objek wisata andalan yang patut diperhitungkan. Terutama seiring mencuatnya pamor wisata "Hidden Canyon Beji Guwang" yang memiliki pemandangan tebing sungai yang mempesona.
Selama ini, penataan wisata di Desa Guwang dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Pemandu wisata berasal dari masyarakat setempat. Pemandu ini yang siap mengantarkan wisatawan untuk berkeliling menikmati keindahan hamparan Desa Guwang, melalui kegiatan 'trekking'. Sajian pemandangan tatkala trekking adalah objek sungai dan subak-subak ditumbuhi tanaman yang subur.
"Pengelolaan wisata di Guwang, bisa menjadi 'blue print' pengelolaan pariwisata mandiri di pedesaan," ungkap Bayak yang dikenal sebagai seniman pengusung metode plastikologi.
Metode ini, gabungan kata plastic dan ecology, yang mengandung makna sebagai ilmu yang memanfaatkan limbah plastik. Melalui plastikologi ini, Bayak kemudian banyak menyelenggarakan lokakarya (workshop) di berbagai sekolah di berbagai daerah.
Melalui berbagai workshop, kini di berbagai daerah timbul gerakan untuk memanfaatkan sampah plastik sebagai prakarya, sehingga bisa mendatangkan nilai ekonomis. Makanya pada perhelatan TrashStock Festival juga ada workshop untuk anak-anak yang ingin belajar cara membuat lukisan dari sampah plastik. Mentornya adalah Komang Arya Prabawangsa (13), siswa kelas 2 SMP Sila Candra, yang berasal dari Desa Batubulan, Gianyar.
Kiprah Bayak dengan metode plastikologi antara lain, dengan menciptakan sisa pembakaran sampah plastik menjadi karya patung yang artistik. Proses kreatif lain yang ditekuni, misalnya membuat lukisan yang inspirasinya berasal dari 'heritage' Bali, meliputi tarian, artefak atau figur mitologi, yang digabungkan dengan keberadaan sampah plastik.
"Misalnya, ada siluet penari Bali yang di dekatnya terdapat tumpukan sampah. Ini untuk menggambarkan budaya Bali, namun sekaligus realita terkini tentang adanya sampah di mana-mana. Malah, sampah banyak ditemukan di laut, padahal laut merupakan kawasan yang disucikan dalam kepercayaan kami," tutur Bayak dengan nada lantang. (*)
-----------------
*) Penulis adalah penulis artikel lepas yang tinggal di Bali.
Spirit "TrashStock" Kembalikan Bali sebagai "Pulau Surgawi"
Sabtu, 26 Agustus 2017 13:19 WIB
Target yang ingin dicapai tentu saja ingin mengembalikan Pulau Bali sebagai paradise island, yang terbebas dari sampah plastik. Dan, program membebaskan Bali dari sampah plastik, sama sekali bukan program pemerintah atau titipan dari pihak manapun. L