Yogyakarta (Antara Bali) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Muhadjir Effendy mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah (Pilkada) di
Indonesia mampu merusak sikap profesionalisme guru.
"Jadi saya harus katakan bahwa yang namanya Pilkada merusak profesionalisme guru," ujar dia di Kongres XXI Persatuan Taman Siswa, di Pendopo Taman Siswa, di Yogyakarta, Selasa.
Muhadjir mengatakan, saat pilkada yang lalu ada kepala sekolah yang menjadi tim sukses dari pasangan calon kepala daerah, karena diiming-imingi akan diangkat menjadi camat, kepala desa, kepala unit pelaksana teknis (UPT), dan jabatan lainnya.
"Saya pernah dapat laporan bahwa ada kepala sekolah yang menjadi timses. Lalu saya datangi ke lokasi sekolahnya, dan ternyata saya buktikan bahwa di meja kerja sang kepala sekolah itu yang ada bukan buku-buku pelajaran, tetapi daftar pemilih daerah itu," kisah Muhadjir.
Karena itu, kata dia, diperlukan kebijakan yang keras terhadap guru yang berlaku tidak profesional akibat Pilkada. Sebab pemerintah belum mengetahui berapa banyak guru yang sudah berubah niat menjadi camat, menjadi wakil wali kota, menjadi kepala pertamanan.
"Apa urusannya guru dengan Kepala Pertamanan," tanya dia.
Menurut dia, jumlah guru yang telah berubah niat seperti itu akan segera dihitung secara keseluruhan. Sehingga dilakukan pengecekan menyeluruh serta langkah-langkah antisipatif yang diperlukan untuk membenahi sistem pendidikan nasional.
"Dan itu sudah tidak tahu berapa jumlahnya, sampai sekarang saya belum lakukan pengecekan terhadap angka guru seperti itu. Tapi akan segera kita lakukan pengecekan untuk mengetahui pasti angkanya," imbuh dia.
Hal itu, katanya, merupakan problem yang harus ditangani secara bersama-sama antara pemerintah dan pihak-pihak terkait di sektor pendidikan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Jadi saya harus katakan bahwa yang namanya Pilkada merusak profesionalisme guru," ujar dia di Kongres XXI Persatuan Taman Siswa, di Pendopo Taman Siswa, di Yogyakarta, Selasa.
Muhadjir mengatakan, saat pilkada yang lalu ada kepala sekolah yang menjadi tim sukses dari pasangan calon kepala daerah, karena diiming-imingi akan diangkat menjadi camat, kepala desa, kepala unit pelaksana teknis (UPT), dan jabatan lainnya.
"Saya pernah dapat laporan bahwa ada kepala sekolah yang menjadi timses. Lalu saya datangi ke lokasi sekolahnya, dan ternyata saya buktikan bahwa di meja kerja sang kepala sekolah itu yang ada bukan buku-buku pelajaran, tetapi daftar pemilih daerah itu," kisah Muhadjir.
Karena itu, kata dia, diperlukan kebijakan yang keras terhadap guru yang berlaku tidak profesional akibat Pilkada. Sebab pemerintah belum mengetahui berapa banyak guru yang sudah berubah niat menjadi camat, menjadi wakil wali kota, menjadi kepala pertamanan.
"Apa urusannya guru dengan Kepala Pertamanan," tanya dia.
Menurut dia, jumlah guru yang telah berubah niat seperti itu akan segera dihitung secara keseluruhan. Sehingga dilakukan pengecekan menyeluruh serta langkah-langkah antisipatif yang diperlukan untuk membenahi sistem pendidikan nasional.
"Dan itu sudah tidak tahu berapa jumlahnya, sampai sekarang saya belum lakukan pengecekan terhadap angka guru seperti itu. Tapi akan segera kita lakukan pengecekan untuk mengetahui pasti angkanya," imbuh dia.
Hal itu, katanya, merupakan problem yang harus ditangani secara bersama-sama antara pemerintah dan pihak-pihak terkait di sektor pendidikan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016