Amlapura (Antara Bali) - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Karangasem, mengimbau semua umat beragama di Pulau Dewata mampu menghormati pelaksanaan Hari Suci Nyepi bagi umat Hindu yang jatuh pada 5 Maret mendatang.

"Sehubungan dengan itu, kami minta seluruh umat dapat berlaku tertib dan tenang saat umat Hindu melakukan 'Berata Penyepian'," kata Ketua FKUB Karangasem I Made Bagiartha SH, MHum, di Amlapura, Senin.

Ia menyebutkan, pada perayaan Hari Suci Nyepi tahun ini pihaknya menyampaikan seruan bersama guna menjamin dan meningkatkan kekhusukan bagi umat Hindu dalam melaksanaan "Berata Penyepian".

Seruan bersama tersebut antara lain mengingatkan pemerintah untuk dapat berupaya semaksimal mungkin agar pelaksanaan kerukunan umat beragama dapat terlaksana dengan baik dan mantap.

Bersamaan dengan itu, semua umat beragama diimbau untuk dapat menciptakan kondisi tenang, aman dan tertib, baik terhadap diri maupun lingkungannya pada Hari Suci Nyepi.

Selain itu, seruan bersama FKUB itu juga mengingatkan agar perayaan Hari Suci Nyepi tidak dimanfaatkan untuk hal-hal negatif seperti berjudi, mabuk-mabukan (minum minuman keras) bermain di jalanan dan sejenisnya.

Dikatakan, selama pelaksanaan "Berata Penyepian" dilarang keluar rumah terkecuali dalam keadaan darurat atau "emergency".


"Brata Penyepian" bagi umat Hindu terdiri atas empat jenis larangan atau tidak boleh dilakukan pada Hari Suci Nyepi.

Kempat larangan tersebut yakni tidak boleh menyalakan lampu/api (amati geni), tidak melakukan kegiatan/kerja fisik (amati karya), tidak bepergian (amati lulungaan) dan tidak bersenang-senang atau mengumbar hawa nafsu (amati lelanguan).

Umat Hindu diingatkan untuk selalu mulat sarira/mawas diri di rumah dengan lebih banyak memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Khusus untuk "berata" tidak menyalakan api, hanya boleh dilakukan dalam bentuk menyalakan lampu terbatas di dalam kamar, dan inipun bagi mereka yang anggota keluarganya dalam keadaan sakit, atau memiliki bayi dan kematian.

Dalam melaksanakan "brata amati lelungaan", kata dia, yang  boleh ke luar rumah adalah warga yang mengantar orang sakit dalam keadaan darurat atas izin dari kelian atau ketua banjar /desa setempat.

Warga yang berangkat menuju rumah sakit tersebut wajib mendapat pengawalan dari pecalang, yakni petugas keamanan desa adat setempat, katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011