Nusa Dua (Antara Bali) - Sidang Umum ke-85 Interpol fokus mengidentifikasi perubahan ancaman keamanan global yang menjadi perhatian serius kepolisian internasional.
Presiden Interpol Mireille Ballestrazzi saat menyampaikan pidato sambutan dalam pembukaan Sidang Umum ke-85 Interpol di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Senin mengungkapkan bahwa pertemuan kali ini diharapkan dapat menciptakan peta global keamanan internasional untuk merespons ancaman keamanan global.
"Akan tetapi untuk merealisasikan rencana ini dari sekadar wacana menjadi aksi nyata memerlukan kerja sama penuh dari semua negara anggota," katanya.
Dunia internasional, katanya, saat ini tidak hanya dihadapkan dengan kejahatan konvensional, melainkan juga kejahatan yang sudah beragam di antaranya dalam hal terorisme, meningkatnya pejuang teroris asing (FTF) yang kembali dari zona konflik, menjadi salah satu isu hangat dalam konferensi selama empat hari itu.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian menambahkan bahwa selain kejahatan terorisme, juga dibahas kejahatan siber dan kejahatan yang terorganisir.
Beberapa kejahatan lintas negara di antaranya pencurian ikan, penyelundupan manusia, narkoba dan pencucian uang juga tidak ketinggalan.
"Membendung paham radikal memerlukan kerja sama di regional ASEAN dan di kawasan ini (Interpol) termasuk kerja sama internasional serta upaya diplomasi," ucap mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu dalam keterangan lanjutan kepada awak media.
Sidang Umum ke-85 Interpol dihadiri lebih dari 1.000 delegasi dari 164 negara di dunia, 7-10 November 2016.
Pelaksanaan sidang tersebut tertutup bagi awak media kecuali saat pembukaan dan penutupan sidang umum ke-85 itu dengan agenda terakhir memilih presiden baru Interpol menggantikan Mireille Ballestrazzi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Presiden Interpol Mireille Ballestrazzi saat menyampaikan pidato sambutan dalam pembukaan Sidang Umum ke-85 Interpol di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Senin mengungkapkan bahwa pertemuan kali ini diharapkan dapat menciptakan peta global keamanan internasional untuk merespons ancaman keamanan global.
"Akan tetapi untuk merealisasikan rencana ini dari sekadar wacana menjadi aksi nyata memerlukan kerja sama penuh dari semua negara anggota," katanya.
Dunia internasional, katanya, saat ini tidak hanya dihadapkan dengan kejahatan konvensional, melainkan juga kejahatan yang sudah beragam di antaranya dalam hal terorisme, meningkatnya pejuang teroris asing (FTF) yang kembali dari zona konflik, menjadi salah satu isu hangat dalam konferensi selama empat hari itu.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian menambahkan bahwa selain kejahatan terorisme, juga dibahas kejahatan siber dan kejahatan yang terorganisir.
Beberapa kejahatan lintas negara di antaranya pencurian ikan, penyelundupan manusia, narkoba dan pencucian uang juga tidak ketinggalan.
"Membendung paham radikal memerlukan kerja sama di regional ASEAN dan di kawasan ini (Interpol) termasuk kerja sama internasional serta upaya diplomasi," ucap mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu dalam keterangan lanjutan kepada awak media.
Sidang Umum ke-85 Interpol dihadiri lebih dari 1.000 delegasi dari 164 negara di dunia, 7-10 November 2016.
Pelaksanaan sidang tersebut tertutup bagi awak media kecuali saat pembukaan dan penutupan sidang umum ke-85 itu dengan agenda terakhir memilih presiden baru Interpol menggantikan Mireille Ballestrazzi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016